Agama  

Kultum Kiai H Asmawi Abdul Malik, Baitul Makmur Bukit Baru Palembang

Usai Taraweh Poto Bareng Kiai Asnawi dan Pengurus baitul Makmur
Kiai Asmawi dan Para Jamaah

Palembang, localhost/server/gkx-“Pada malam qadar itu turun para malaikat, para Jibarail itu menunggu pahala manusia untuk dikumpulkan dicatat dikumpulkan kepada Allah SWT”, begitu diucap Ustad Drs H Asmawi Abdul Malik pada Kuliah Tujuh Menit (Kultum) di Perum GCS, Kamis, 29/05/19

Ustad Drs H Asnawi yang merupakan ketua Masjid Al Munawaro yang terletak di jalan Macan Lindungan yang atas dia promotori juga menurut warga sekitar berdirinya masjid yang jadi andalan warga setempat ini.

Sama seperti kultum sebelum nya Ustad Drs H Asmawi juga sangat familiar dengan warga karena tempat tinggal beliau juga sekitar 200 meter saja dari kawasan kompleks.

Pungurus Musholah dan Kiai Asnawi

Mengawali kultumnya ia membacakan perintah puasa,”Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan kepada kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan kepada orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa (Q.S Al-Baqarah:183)

“Masa putar manusia ini berputar laksana roda silih berganti, ada yang datang dan ada yang pergi dan saya menyakini kita semua yang hadir disini 90 {d16028d1ae91105ee2af888528e4abba9e896c46ed4da329dd7684c3747e71fa} bukan orang Palembang asli tetapi kita semua membaur dan Alhamdulillah kita masih bisa beribadah sesuia dengan fitrah nya kita”, begitu Kiai Asmawi menjelaskan.

 

Kultum yang dia bawakan masih seputar ramadhan tepatnya 10 hari ketiga yang banyak dipertanyakan soal Lailatul qadar yang ditunggu tunggu serta tanda tanda kemunculan Lailatul Qadar itu seperti apa. Seperti dijelaskan dalam banyak ceramah soal kemunculan malam lebih baik dari 1000 bulan ini banyak versi nya tetapi tidak membingungkan semua soal kebaikan dan ketaqwaan sang hambah kepada tuhannya.

Usai Taraweh Poto Bareng Kiai Asnawi dan Pengurus baitul Makmur

Sang Kiai Asmawi memang secara umur atau perawakan tidak mudah lagi, bayangkan saja dia menuturkan pada tahun 1976 kala itu dia sudah mengajar. Jika kita hitung hitung lebih kurang sudah setengah abad dia berkiprah di dunia pendidikan Islam dan ngurusi umat di seputaran Sumatera Selatan dan sekitarnya.

“ Kalau dulu sekitar tahun 1970 an,  orang orang dulu maksudnya dahulu, beribadahnya memang lain dari sekarang ini”, ujar nya. “ Selesai Azan langsung shalat ini masih harus menunggu Jamaah lagi..”, sindirnya.

 

Beberapa pengurus musholah tampak senyum senyum malu diikuti para Jamaah lain. “ Ini Panggilan Loh, Allah Memanggil..! “ Ayolah jangan tunda tunda lagi…!”, pinta Kiai Asmawi.

Memang menjadi tradisi setelah azan para Jamaah musholah Baitul Makmur masih harus, melakukan shalat sunat atau beberapa masih banyak diluar hingga jika Iqomat belum dikumandangkan masih belum mau masuk musholah.

 

“Apalagi ini bulan baik ayo lah kita mengumpulkan pundi pundi amal..”, lanjut nya.

“Dahulu orang orang sengaja kerja setahun mengumpulkan modal dan pada saat ramadhan tiba , orang orang dulu hanya fokus beribadah saja”, tutur Yai sebutan anak anak sekitar memanggil dia. Dalam bahasa Sumsel sebutan Yai adalah kakek. Mungkin para kakek kakek zaman dahulu sama bijak nya dengan seorang Kiai.

 

“Mangkanya yang ditunggu tunggu dan dilaksanakan orang orang dulu pada ramadhan bukan hanya 10 terakhir saja”, imbuhnya. “ Semakin kita banyak ibadah pada bulan ramdhan ini semakin banyak kesempatan untuk masuki pada 10 terakhir untuk bertemu Lailatul qadar”, lanjut Haji Asnawi, “Mari kita memperbaiki diri..!”.

“ Pada malam qadar itu turun para malaikat , para Jibarail itu menunggu pahala manusia untuk dikumpulkan dicatat dikumpulkan kepada Allah SWT”.

 

Dia menuturkan pengalaman ngajarnya pada tahun 1976 di Babat Toman salah satu desa di Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan. Dia yang dapat tempat tinggal di rumah orang paling kaya disana yang pada tahun tahun itu tidak ada aliran listrik nya, yang ada hanya listrik tenaga diesel. Dia menyebut nama seorang haji Syamsuddin pemilik rumah yang dia tumpangi kala itu.

“ Usai makan saur menunggu waktu subuh, Listrik tenaga diesel dimatikan, maka keadaan depan rumah pastinya gelap gulita’, tutur Kiai Asmawi.

 

“ La sang istri Pak Syamsuddin beranjak keluar rumah karena siap siap mau ambil wuduk di sungai kala itu setelah membuka pintu depan pintu utama rumah nya melihat penampakan cahaya terang benderang seperti siang hari”, lanjut dia.

Dari Kanan ke Kiri,Uci, Hamid, X, Kasmir

“ Cepat cepat istri Pak Syamsuddin berdoa meminta kepada Allah, jika memang ini yang namanya Lailatul Qadar maka dia sekeluarga meminta rezeki yang banyak, pengampunan dan semua kebaikan”, lanjutnya.

 

“Ala hasil, selang beberapa hari setelah kejadian banyak orang orang berdatangan untuk menawarkan kebun sawah dan ladang sehingga kehidupan mereka menjadi kaya raya”, ujar Kiai Asmawi.

Lebih lanjut Kiai Asmawi menceritakan kejadian di daerah kelahiran dia di Kabupaten Ogan Ilir, tepat nya di Saka Tiga.

Salah seorang Jamaah berbisik, “ini Kiai bari..! (sebutan Lama bahasa Sumsel), cerita seperti ini sering kita dapat di kampung kampung soal Laitaul qadar..!”, bisik nya.

 

“ Betul ujar Jamaah yang satu nya..! Dan dia menimpali di Kayu Agung saat saat malam Lailatul Qadar seperti ini di kampung  nya dulu, dia menuturkan, salah satu warga nya kampung mendapati sepotong emas yang menyerupai ranting kayu tergeletak depan rumah.

Kembali ke cerita Kiai Asnawi di Saka Tiga, seorang ibu menemukan keajaiban bahwa disebelah rumah nya ada sebatang pohon berdiri “Akar nya diatas Daunya dibawah”.

“Dan seorang ibu itu menyadari jika keanehan itu memang Lailatul qadar maka Ya Allah kabulkan doa hambah ini, saya ingin naik haji..!”, Kiai Asnawi menirukan gaya doa ibu ibu itu dalam ceritanya.

“Maka tak lama menunggu beberapa tahun ibu ibu itu dapat kesempatan naik haji..’, tutur dia.

“ Perlu diingat”, imbuh Haji Asnawi,”Malaikat tidak bisa nyamar jadi anjing dan babi”.

“ Jadi demikian lah bapak bapak ibu ibu’, ujar Yai Asnawi, “Jika kita memang ada nasib maka kita akan meninggal dunia termasuk dalam golongan husnul khotimah”.

“Dunia ini kesenangan yang menyilukan mata..”Ulama itu seyognya ngurusi umat, yang merupakan perpanjangan para rosul bukan ngurusi hal hal duniawi semata”.

“Hidup lah sederhana..yang penting bersyukur…!”.

“Kita bersantai di musholah , semua nya ini akan dinilai oleh Allah mudah mudahan  kita diampuni oleh Allah Subhan Nawa ta’Ala, Amiin Ya Rabbal Alamin”, Kiai Ustad H Drs Asmawi Abdul Malik menutup Kultum nya.

 

Tinggalkan Balasan