hut kopri, bappeda litbang oku selatan hut ri ke-78, 17 agustus 2023, hari kemerdekaan, banner 17 agustus selamat tahun baru islam, tahun baru islam 2023, banner tahun baru islam selamat hari raya, idul fitri 2023, idul fitri 1444h banyuasin bangkit,gerakan bersama masyarakat
News  

Ekspedisi Yayasan Depati Jejak Sriwijaya dan Ulu Melayu di Desa Upang Ceria Banyuasin

Ali goik, Vebri Al Lintani, Sultan Mahmud Badarudin dan rombongan saat diatas speedboat dalam expedisi Jejak Sriwijaya Yayasan Depati

Ali goik, Vebri Al Lintani, Sultan Mahmud Badarudin dan rombongan saat diatas speedboat dalam expedisi Jejak Sriwijaya Yayasan Depati

Hubungan antara Desa Upang dengan jejak peradaban Kerajaan Sriwijaya.

Palembang, gesahkita.com–Nama Upang tercatat dalam Prasasti Kedukan Bukit Prasasti yang merupakan akte kelahiran Kerajaan Sriwijaya yang tertulis,

“tlurātus sapulu dua vañakña dātaṃ di mata jap (mukha upaṃ) atau tiga ratus dua belas banyaknya datang di mata jap (Mukha Upang).

Namun nama Upang juga memiliki hubungan dengan Ulu melayu, dimana kitab Sulalatus Salatin disebutkan Wan Sundariyah, Wan Sundariyah itu anak dari Demang Lebar Daun yang dinikahkan dengan Parameswara (Sangsa Purba) yang merupakan nenek monyang raja-raja melayu, begitu diungkap Ali Goik, Ketua Yayasan Depati saat dihubungi localhost/server/gkx terkait ramai pemberitaan bahwa pada bekas terbakarnya Karhutla Wilayah Sumsel, Banyuasin ditemukan harta karun peninggalan kerajaan Sriwijaya atau warga berburu Harta Karun Kerajaan Sriwijaya pada bekas Karhutla, Minggu. 06/10)

Kepala Desa, kiri dan rombongan expedisi saat bincang di desa Upang dan Pulau Lebar Daun

Desa Upang Ceria secara geografis berada pada Kecamatan Muara Telang, Banyuasin, atau sekitar 50 kilometer di sebelah timur Kota Palembang. Untuk mencapai nya bisa dijangkau dengan perahu ketek atau perahu cepat melalui  pelabuhan sungai di seputar Jembatan Ampera atau Benteng Kuto Besak (BKB) Palembang menempuh pejalanan selama kurang lebih satu jam.

Seniman pegiat tradisi kearifan budaya lokal ini menuturkan bahwa desa seluas 2.156 hektare ini diyakini pernah terdapat pemukiman kuno dan bahkan kerajaan kuno.

“Atas keyakinan ini lah, kata Ali Goik, “kini warga Desa Upang Ceria  tengah mengembangkan wisata  sejarah dan wisata budaya untuk dikenalkan pada khalayak penyuka wisata sejarah dan wisata budaya baik itu yang nanti nya akan datang dari penjuru nusantara maupun manca negara”.

Ketika ditanya soal kaitan keberadaan kerajaan Sriwijaya dengan Desa Upang sendiri cerita nya seperti apa, pria yang akrab disapa Ali ini menjelaskan  soal pertemuan dengan Kepala Desa Upang Ceria, Abdul Hamid beberapa waktu lalu dan dia (kades Abdul Hamid) mengatakan di desanya akan membuat desa wisata dimana disini ada Pulau Selebar Daun , ada makam Lebar Daun.

Tampak komplek makan Demang Lebar Daun yang dibangun sederhana masih butuh perhatian dinas terkait sebagai cagar budaya

” Jadi asal pemberian nama suatu tempat biasa nya penanda secara geografis, kebiasaan masyarakat,  penanda masa dan lain sebagainya”, beber Ali.

” Nah lewat nama, kita bisa melacak jejak perkembangan sejarah suatu tempat”, singkatnya.

VEBRI Al Lintani yang juga budayawan Sumsel menjelaskan kedatangan mereka kesini setelah sebelumnya melakukan pertemuan dengan Kepala Desa Upang Ceria, beberapa waktu lalu yang mengatakan di desanya akan membuat desa wisata sejarah dan wisata budaya.

“ Kami tertarik datang kesini karena kami orang-orang yang senang sejarah. disini juga hadir  Sultan Mahmud Badaruddin (SMB) IV, Djayo Wikramo, RM Fauwaz Diraja SH Mkn , Sultan juga  punya kewajiban untuk melestarikan kebudayaan karena Desa Upang ini ada dalam sejarah Kerajaan Sriwijaya  dan tertulis di Prasasti Kedukan Bukit,” jelasnya.

Sejarawan Sumsel yang biasa disapa Vebri ini membeberkan tentang Demang Lebar Daun, “Jadi Demang itu raja kecil, Lebar Daun itu nama  negeri, setelah Kerajaan Sriwijaya runtuh muncul raja-raja kecil salah satunya Lebar Daun ini”, imbuhnya.

“Lebar Daun inilah yang beragama hindu bertemu sangsa purba di bukit Siguntang  Sangsa Purba atau parameswara yang beragama Islam ini cikal-bakal melahirkan raja-raja di semenanjung melayu”, jelas Vebri.

Masih kata Vebri, Parameswara diakui di Malaka sebagai  Iskandar Syah, lebar daun itu kuping gajah , selebar kuping gajah, itu simbol dari hewan yang disucikan oleh Hindu,” katanya.

Artinya tambah Vebri, kedepanya memang harus dibuat simbol-simbol baru dengan tapsiran dari basis cerita Demang Lebar Daun tadi.

Ketua Dewan Kesenian Palembang ini menegaskan, dia dan teman teman memperkuat pada sudut pandang itu, orang mencari cuma yang di ceritakan di kitab sulalatus salatin saja.

” Bahwa sangsa purba ditemui oleh  Demang Lebar Daun, orang mencari dimana Demang Lebar Daun itu, termasuk kekuasaannya”, ungkap Vebri.

” Saat ini masih misteri, belum terungkap secara jelas, sekarang ada Pulau Selebar daun di Desa Upang Ceria, Kecamatan Muara Telang, Kabupaten Banyuasin, Pulau Selebar Daun itu jangan-jangan kekuasaan Demang Lebar Daun”, tutur Vebri.

“Karena itu, lanjut Vebri, “perlu dikaji lagi, sebab ketika mendengar Sangsa purba Krisna Pandita , Sang Nila Utama turun  ke Bukit Siguntang dengan mengendarai lembu putih ditemui Demang Lebar Daun , penguasa lokal, ini apakah agamanya Hindu atau Budha, melihat simbolnya hindu, melihat legendanya hindu dan di konfirmasi sejarah masuk,  kalau legenda bahasanya bahasa sangsekerta,” tutupnya.(asj)

Tinggalkan Balasan