
Palembang, localhost/server/gkx– Demo terkait sengketa lahan tanah yang terletak di daerah lazim disebut Labi-Labi Atau Taman Murni oleh masyarakat, ada sekitar 400 kepala keluarga (KK) yang mendiami dan berusaha diatasnya yang berlokasi di Kelurahan Alang-alang lebar Kecamatan Alang-alang lebar, Kota Palembang Sumatera Selatan,
Menurut Sekjen Komite Reforma Agraria Sumatera Selatan (KRASS) Dedek Chaniago, Selaku Koordinator Demo ini bahwa digelarnya aksi demo yang berlangsung di depan halaman kantor walikota Palembang pada Rabu (19/2/2020/) dipicu oleh ada nya sekitar 32 hektar lahan tanah masyarakat yang digusur oleh atas nama Sukur dan atau PT. Timur Jaya Grup mengklim tanah itu miliknya.

“Tanah yang memiliki sejarah panjang penempatan wilayah, mulai dari Kabupaten Musi Banyuasin, Banyuasin dan Kota Palembang ini”, ungkapnya.
Lebih lanjut Dedek menjelaskan bahwa dari data yang ia himpun, yaitu keterangan warga tahun 1992 tanah yang bersengketa ini adalauh tanah hutan belantara tidak ada yang mengelola (tanah terlantar) dan berada di Kabupaten Musi Banyuasin.
“Kemudian tahun 2002 pemekaran Muba menjadi Banyuasi dan wilayah tanah tersebut masuk wilayah Banyuasin, dan tetap berbentuk hutan tanpa ada yang mengelola (tanah terlantar)”, urainya.
“Nah pada tahun 2003, mulai ada penduduk berjumlah 30 rumah, mulai menggarap lahan untuk penghidupan dengan berkebun dan menanam sayur”.
Masih kata Dedek, “Tahun 2005 terjadilah pemekaran wilayah menjadi kota Madia Palembang dengan pertama kali terbentuklah RT yang terpilih atau dipimpin oleh Hermanto Satar”.
Dan ditahun itu peristiwa kebakaran hutan yang luas Pasca dari situ masyarakat mulai memperluas lahan garapan unluk kehidupan sekaligus bertanaman.
Dedek pun menyampaikan keterangan yaitu berupa pernyataan yang ia peroleh dari ketua Rukun Tetangga (RT) Hermanto Satar bahwa pada tahun 2005-2012 masa kepemimpinan nya (selagi dia menjadi kerua RT) tidak ada yang klaim atau gugat soal kepemilikan tanah tersebut, baik itu dari Badan hukum ( PT) atau non perseorangan maupun perseorangan (pribadi).

“Aksi demo masyarakat ini untuk meminta keadilan dan hak mereka yang merasa telah dirampas oleh Oknum atau pihak PT yang telah melakukan penggusuran lahan tersebut”, tegasnya
Dengan lantang dalam orasinya itu Dedek Chaniago berteriak, “Mereka telah mencederai semangat untuk mewujudkan reforma agraria dan melawan konstitusi, Pancasila Sila ke 5, UUD 1945 pasal 33, UUPA nomor 5 tahun 1960 pasal 6, 9, 20 dan TAP MPR Nomor 9 tahun 2001, Nawacita, serta PP 86 tahun 2018 dan perintah presiden republik Indonesia”.
Menanggapi dari aksi demo ini, pihak pemerintah kota Palembang menerima aspirasi masyarakat dan akan segera menyelesaikan.

Menurut pimpinan rapat yang merupakan staf ahli Walikota Plembang bidang sosial masyarakat, Herly Kurniawan bagwa pihaknya akan bersaksi dengan Polresta Palembang terkait soal keamanan dan meminta untuk percaya dan menerima bahwa negara Indonesia berdasarkan hukum.
“Menyikapi apa saja karena nanti dalam memahami peraturan perundangan yang ada masalah pertanahan. Mengusulkan untuk rapat rapat terbatas dengan pihak terkait tentunya dengan seluruh anggota tim penyelesaian sengketa tanah Kota Palembang,”jelasnya.
Dari hasil rapat dengan pihak pemerintahan kota Palembang, perwakilan masyarakat meminta untuk melakukan mediasi melalui rapat yang akan dilaksanakan pada hari Senin 24 Februari 2020 dan telah di setujui oleh pihak pemerintah kota Palembang.(Np/coganews)