SUMBAR, GESAHKITA COM –Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pergerakan Indonesia dan Delapan Pengacara sekaligus bertindak sebagai kuasa hukum keluarga korban penembakan DG alias Deki Golok membantah keras kronologis peristiwa versi kepolisian.
Peristiwa dan Kasus penembakan hingga meninggalnya DG alias Deki Golok, dengan nama sebenarnya Deki Susanto, tertembak saat penangkapan dirinya oleh Unit Opsnal Satrekrim Polres Solok Selatan, Sumatera Barat, Rabu (27/1/2021) tak berhenti disitu.
Keluarga dengan Delapan pengacara dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pergerakan Indonesia selaku kuasa hukum keluarga korban membantah keras kronologis peristiwa versi kepolisian, yang mana korban disebut melawan dan melukai petugas.
Guntur Abdurrahman, merupakan salah satu kuasa hukum keluarga korban, mengatakan, informasi yang selama ini beredar kurang akurat dan lebih mengemukakan peryataan yang dikeluarkan kepolisian. Apalagi tentang kronologis penangkapan golok hingga pria itu harus meninggalkan keluarganya untuk selama lamanya.
Polisi mengklaim terpaksa melakukan tindakan tegas dan terukur kepada korban tersangka tindak pindana karena melawan petugas. Hal itu dibantah keras Guntur Abdurrahman, Jumat (29/1/2021).
Guntur mengungkapkan, peristiwa penembakan yang terjadi Rabu (29/1/2021) sekitar pukul 14.30 WIB. Tiba-tiba serombongan orang dengan dua mobil mendatangi rumah korban tanpa memperkenalkan diri terlebih dahulu.
Guntur juga menyebut mereka (Para Polisi) juga tidak mengenakan atribut jika memang dari kepolisian. “Dari sini saja sudah tidak sesuai prosedur jika memang menegakan hukum,” katanya.
Guntur kemudian menuturkan, kalau serombongan itu tanpa surat perintah pengeledahan. Mereka main masuk ke rumah korban, melakukan pengeledahan hingga memburu korban ke belakang rumah.
Sambung Guntur, “ketika itu istri korban ke belakang ia melihat suaminya sudah menyerah. Tak berselang kemudian seorang anggota polisi keluar dari dalam rumah lalu menodongkan pistol ke arah korban.
“Kaget lalu lari, ketika lari itu pintu dapur terbuka dan tetiba saja dari luar langsung ada suara tembakan,” terang Guntur.
Guntur menyebutkan, penembakan mengenai kepala korban dan terjadi di depan istri dan anaknya masih berusia tiga tahun.
Sikap aparat saat masuk ke rumah sudah menjadi teror bagi keluarga korban. Lalu, setelah korban terjatuh, baru pihak kepolisian melepaskan tembakan ke atas sebanyak empat kali.
“Ini hasil investigasi kami, kami bisa pertanggungjawaban itu,” tegasnya.
“Ditembak dahulu, baru tembakan ke atas, bahkan video sudah beredar dan tidak satu pun petugas terluka. Kalau versi polisi lalu jadi berita karena korban melawan, bukan, bukan seperti itu,” terang Guntur.
Secara gamblang Guntur menerangkan, kalau dalam video yang beredar, pria yang menembak masih bisa mengangkat jenazah korban.
“Pihak keluarga tidak terima, macam-macam tuduhan yang dituduhkan oleh aparat kepolisian yang mengatakan korban menyerang,” ulasnnya.
Guntur menegaskan bahwa peristiwa ini jelas terjadi pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM). Karena, tidak ada jaminan warga negara itu bisa hidup dengan keadaan nyaman.
Kami ingin tuntut itu. Ini seorang warga negara ditembak mati. Nantilah persoalan ia dituduhkan macam-macam, tapi yang jelas penembakan itu itu jelas melanggar protap, prosedur, apalagi yang datang tidak memakai atribut, tidak perkenalkan diri,” tuturnya. (Rsdjafar)