Berita hari ini, Situs terpercaya dan terupdate yang menyajikan informasi kabar harian terbaru dan terkini indonesia.
Indeks
pilkada hut ri hut ri

Tidak Banyak Yang Tahu, Tradisi Unik “Nedokke 7 Jando Di Rumah Baru” Di Palembang Bernilai Edukasi

PALEMBANG, GESAHKITA COM–Urusan pindah  rumah atau menempati rumah baru bagi sang  pemilik rumah sebenarnya adalah hal yang gampang gampang susah. Pastinya anda mengalami sendiri bukan, selain memang suasana hati sangat bahagia dengan rumah tinggal baru tersebut, akan tetapi riang gembira itu akan bercampur dengan kesibukan kesibukan yang sangat menyita waktu dan tenaga.

Kebayang tidak bagi Anda yang sudah berumah tangga mungkin memiliki 2 anak atau lebih plus suami dan istri yang memiliki segala bentuk kebutuhan rumah tangga, mulai dari barang barang pribadi, alat alat kehobian, pakaian buku buku, barang barang perlengkapan dapur, termasuk barang barang pecah belah serta masih banyak lagi.

Di kota Palembang terkait pindah rumah baru ini, pernah hidup atau pernah ada, walaupun sebagian masyarakat sudah meninggalkan tradisi ini, akan tetapi masih ada juga yang tetap mempertahankannya yakni tradisi yang sangat Familiar dengan sebutan, “Nidukke 7 Janda Di Rumah Baru”.

Aneh bukan? Tetapi jangan salah sangka dahulu dan juga  jangan terjebak dengan bahasa, sebab di Palembang ini memang adanya seperti itu, ya sebut saja kata jenis makanan saja anda tahu juga kan orang Palembang memiliki jenis makanan yang dinamai Roket, ada lagi Kapal Selem dan masih banyak lagi yang terkesan sangat “Exagrated”( berlebih lebihan)  itu loh.

Belum lagi bagaimana proses Asimilasi bahasa dan akulturasi budaya berkembang disini termasuk juga makna makna liar butuh pelurusan dari kita semua. Maklum saja itu terjadi, siapa membantah Palembang Kota dagang yang pernah ditulis “The Venice from The East’ dan seperti itulah kira kira.

Disebabkan daerah ini sangat ramai dikunjungi oleh dari berbagai  bangsa di dunia mereka sempat singgah bahkan menurut cerita kebanyakan bangsa asing itu lebih memilih menghabiskan waktu hidup mereka di sini, menikah dengan penduduk asli Palembang Darussalam dan membaurlah budaya tradisi dan lain sebagainya.

Bukti nya juga masih ada hingga saat ini, anda tahu kan yang nama nya kampung Arab serta Kampung China, nah Palembang ini, maksud nya Kesultanan Palembang Darussalam kala itu sangat bijak mengakomodir kepentingan kaum kaum pendatang. Bukti yang lain juga dikenal dengan manusia rakit di Sungai Musi ini, jadi panjang cerita nya ya, lain kali kita tulis lagi soal ini.

Dan kembali ke cerita diatas “Nidukke” bahasa Indonesia nya itu “Menidurkan” dan 7 Jando atau Janda, dalam hal ini mengajak 7 orang janda, untuk tidur dahulu dirumah yang baru sambil berzikir, menghatamankan Al-Qur’an dan berdo’a agar tuan rumah yang akan menempati rumah baru tersebut dijauhkan dari segala mara bahaya dan dilapangkan rezeki, sehingga rumah yang akan ditempati oleh pemilik rumah menjadi dingin dan nyaman.

Dihari ketujuh barulah diadakan kenduri untuk menempati rumah baru dengan mengundang sanak saudara dan tetangga sekitar rumah baru yang akan mereka tempati. Setelah prosesi selesai sebagai ucapan terimakasih atau penghargaan kepada Tujuh janda tersebut diberi pakaian atau dalam bentuk lainnya sesuai kemampuan tuan rumah.

Sultan Palembang, Sultan Mahmud Badaruddin (SMB) IV Jaya Wikrama R.M.Fauwaz Diradja,S.H.M.Kn membenarkan akan adanya tradisi ini. Bahkan Sultan menilai tradisi tersebut cukup positif, karena dalam tersebut ada tradisi menyantuni dan memperhatikan para janda-janda yang kekurangan, dan yang diutamakan janda-janda dari keluarga sendiri.

“ Tradisi itu tidak ada lagi, biasanya sekarang yasinan kalau mau pindah rumah baru di Palembang, kalau mau dihidupkan lagi tradisi ini cukup bagus, sekaligus menyantuni janda-janda yang memiliki anak yatim,” katanya, Minggu (30/5).

Janda-janda yang dipilih ini menurutnya yang sudah haji, yang bisa mengaji dan janda yang memiliki kemampuan supaya menasehati dan memberikan masukan positif kepada pemilik rumah.

“Janda-janda ini mengaji dan membantu tuan rumah dan tidurnya misah dan tidak bergabung dengan tuan rumah, jadi bukan hal yang negatif dan biasa janda-janda ini tinggal dirumah baru itu seminggu,” kata pria yang berprofesi sebagai notaris dan PPAT ini.

Sedangkan Kemas Haji Masud Khan yang merupakan tokoh adat di Palembang masih mengingat tradisi Nidukke Tujuh Jando di rumah baru di tahun 1970 an dimana rumah yang ia tinggali saat ini dilakukan tradisi tersebut.

“Alhamdulillah rumah itu rezekinya cukup, tidak ada bentrokan. Proses itu mendatangkan kebaikan, tentunya atas izin Allah. Adat istiadat itu diyakini proses supaya berkah. Tradisi Nidukke Tujuh Jando di Rumah Baru ini harus diangkat kembali, sehingga orang akan tahu bahwa di Palembang ada tradisi ini. Untuk itulah kami ingin menginformasikan bahwa di Palembang ada tradisi yang unik dan langkah,” katanya ketika ditemui di Istana Adat Kesultanan Palembang Darussalam beberapa waktu lalu.

Vebri Al Lintani Budayawan Palembang dalam melihat tradisi Nidukke Tujuh Jando di rumah baru ini, menurutnya bukan tradisi Islam tapi hanya adat yang hanya dilakukan oleh masyarakat Palembang.

“Kenapa harus janda? Janda-janda ini tentunya banyak pengalaman hidup. Kalau bilang janda kebanyakan berpikir lain. Padahal itukan takdir, misal ditinggal suami mati,” katanya.
Vebri yang juga mantan ketua Dewan Kesenian Palembang mengatakan kesabaran dan ketabahan janda itu satu nilai kebaikan dalam Islam. Bahwa dia mampu menahan dan menjaga dirinya.

“Itu nilainya yang baik, dari pengalaman hidupnya itulah yang mungkin tidak dirasakan orang lain. Tujuh janda ini bukan sembarang janda, melainkan orang-orang yang terpilih,” kata Vebri.

Kenapa dikatakan orang terpilih, karena jandanya harus yang rajin ibadah, dan bisa ngaji, bisa dikatakan yang alim. Sehingga rumah baru yang akan ditempati itu diharapkan berkah, seperti ambil berkahnya.

selain itu lanjut Vebri tujuh janda yang terpilih tersebut diutamakan dari keluarga terdekat. Kalau tidak ada baru dari luar. Namun jandanya juga yang sudah berumur.

“Untuk prosesnya seperti, misal mulai masuk ke rumah barunya malam Jumat maka selesainya malam Jumat berikutnya. Jadi tujuh janda tinggal selama tujuh hari di rumah baru tersebut,” katanya.

Selama tujuh hari tersebut janda-janda tersebut tidak masak, untuk makan fan minum tuan rumah yang mengantarkan, kalaupun harus memasak mereka memasak yang ringan dan saja misalnya memasak air panas.
untuk kebutuhan tersebut tun rumah telah menyediakan alat masak , selain itu disediakan juga bumbu dan rempah-rempah seperti garam, asam, kayu manis dan lain-lain.

“Yang dilakukan para janda ini selama tujuh hari yaitu berdoa, membaca yasin, dan beribadah. Ia semacam uji coba menempati rumah baru, sebelum ditempati yang punya rumah,” katanya.
Nantinya janda tersebut akan bercerita, misal rumahnya dingin, dan nyaman. Atau bahkan kalau memang dirasa ada penunggunya, juga akan disampaikan.

Sehingga yang punya rumah bisa mengambil tindakan, misal diadakan yasinan dan lain-lain.  Lalu pada hari ke tujuh diadakan hajatan dari tuan rumah seperti yasinan, sedekah, doa dan lain-lain. Setelah itu besoknya baru ditunggu tuan rumah.

Menurut Vebri, tradisi Niduke Tujuh Jando di Rumah Baru ini masih ada yang melakukan tradisi ini, seperti di daerah Tangga Buntung, atau Seberang Ulu. Namun memang sudah tidak terdengar lagi di kota Palembang(*)

Sumber : Doc Kesultanan Palembang Darussalam

Uploader : goik

Tinggalkan Balasan