selamat menunaikan ibadah puasa selamat menunaikan ibadah puasa selamat menunaikan ibadah puasa hari jadi kota pasuruanisra miraj hut oku selatan, hari jadi oku selatan

Jurnalis Melawan Virus Covid 19

JAKARTA, GESAHKITA COM–Pewarta Antara, Edy M Yakub mengungkapkan dalam tulisan dipublis pada Minggu, (18/07/2021) tentang bagaimana sejumlah wartawan yang ia ketahui akhirnya meregang akan keganasan Virus Covid 19 di wilayah Jawa timur.

Dia pun mengawali tulisan nya dengan dengan menyebutkan, “ Tidak sampai enam bulan, ada enam teman baik yang telah pergi meninggalkan jagat kewartaan di Jawa Timur. Perginya pun bersama virus yang datang tanpa kompromi dan tanpa kecuali, “kata Edy.

Dia pun melanjutkan, “ Sebuah media online mencatat 38 wartawan Jatim meninggal dunia pada masa pandemi Covid-19, termasuk beberapa teman baik penulis yang harus kalah dalam “perang” antara jurnalis versus Covid-19. Innalillahi.., “sambung nya.

Didalam tulisan nya ini lebih lanjut ia tuliskan nama nama para kuli tinta dengan professional yang mereka miliki namun harus direnggut oleh Virus bernama CORONA dan satu per satu pun ia uraikan sebagai catatan untuk patut kita simak semua

“Pertama, urainya, “Yuyung Abdi, fotografer senior di Surabaya, yang meninggal dunia saat dirawat di RS Unair, Surabaya pada Selasa (16/2/2021) pukul 09.00 WIB. Ia sempat mendapat perawatan intensif selama dua minggu karena positif Covid-19., “kata Edy.

Sambungnya, “Siapa yang tidak kenal dengan koordinator foto di Jawa Pos yang juga penulis buku “Prostitusi 60 Kota” itu. Dosen fotografi yang doktor lulusan sosiologi bidang fotografi di Unair itu dikenal rendah hati, ulet, sopan, lembut, dan tidak pernah merasa senior, “lanjutnya mengenang sosok Yuyung Adi.

Selanjutnya dituturkannya juga sosok Profesi  Press (tekanan, menekan, tertekan, red) yang menjadi sosok Kedua dalam uraiannya terkait apa yang menjadi judul tulisannya (Telaah—Jurnalis versus Covid 19) ini, yakni dengan mengatakan, “Mantan Wakil Ketua PWI Jawa Timur, H Abu Bakar Yarbo yang meninggal dunia pada Jumat (19/2/2021) pukul 19.10 WIB. Ia sempat terpapar Covid-19 setelah mengikuti rombongan KONI Jawa Timur ke Papua, karena dia juga merupakan Humas KONI Jawa Timur,”ujar Edy  dalam tulisan nya ini.

“Saat menjalani tes Covid-19 di Jayapura, “sambung nya, “Jurnalis yang juga wartawan senior di Harian Memorandum itu sempat dinyatakan negatif, namun sepulang dari Jayapura menjalani tes Covid-19 lagi dan hasilnya positif COVID-19. Almarhum sempat dirawat intensif di RS Unair Surabaya selama sekitar tujuh hari,”Ungkapnya.

Pada sosok beikutnya yakni Ketiga adalah mantan Kepala Biro Detikcom Surabaya, Budi “Uglu” Sugiharto (47), yang mengembuskan nafas terakhir pada Selasa (16/3/2021) sekitar pukul 06.00 WIB di RS PHC Surabaya.

Kata Edy M Yakub, “Mantan fotografer senior di Surabaya Post dan Memorandum itu mengembuskan nafas terakhir setelah berjuang melawan penyakit stroke yang dideritanya dalam beberapa waktu terakhir. Tim medis menyatakan kondisi dia negatif Covid-19, meski sempat dinyatakan positif Covid-19 setelah vaksinasi PWI Jawa Timur, 27 Februari 2021.

Dia pun menjelaskan, “Lulusan Stikosa-AWS jurusan jurnalistik yang pernah menjadi stringer jurnalis foto kantor berita asing seperti Reuters, AP, maupun AFP untuk Jawa Timur, sempat meliput demo reformasi tahun 1998 di Surabaya, kasus Bom Bali 1 pada 2002, Lumpur Lapindo Brantas Inc di Sidoarjo dan sempat menggelar pameran foto bersama dan tunggal,”bebernya.

Dia pun menyebutkan, “Teman seperjuangan penulis di dunia jurnalistik dan terakhir mengikuti vaksinasi bersama oleh PWI Jawa Timur itu merupakan pendiri media online bernama Jatimnow dan menjadi pimpinan redaksi. Ia meninggalkan seorang istri dan tiga anak,”kata Edy masih dalam tulisan telaah nya ini.

Berikutnya, pada sosok Keempat, ia sampaikan, kata nya, “Satu lagi sahabat yang sama dengan penulis bekerja di LKBN ANTARA yakni Saiful Bahri, pewarta foto yang ditugaskan LKBN ANTARA di Pulau Madura, pun telah meninggal dunia di RSUD dr Slamet Martodirjo, Pamekasan, Pulau Madura, pada Kamis pagi, 1 Juli 2021.

“Senin, 21 Juni 2021, dia masih sempat mengabadikan foto yang memberitakan lonjakan kasus infeksi virus Korona di Kabupaten Pamekasan, Pulau Madura. Foto liputan di RSUD itu ternyata menjadi karya jurnalistik terakhirnya dan almarhum juga meninggal di RSUD itu,”kenang Edy M Yakub.

Lalu mengatakan, “Tragisnya, foto tentang kondisi penanganan pasien yang diduga terpapar varian baru Covid-19 itu “dibayar” almarhum dengan jiwanya, suatu tindakan yang sangat berani dan berisiko tinggi untuk masuk rumah sakit guna mengambil foto penanganan pasien Korona,”ungkap Edy.

Lalu mengatakan, “Keesokan harinya selepas liputan di RSUD, dia merasakan kondisi badannya mulai sakit dengan gejala batuk-batuk, kemudian dia berinisiatif diuji usap polymerase chain reaction dan hasilnya keluar pada 25 Juni 2021 dengan dinyatakan positif Covid-19,”urainya.

Menurut Edy, “Pria kelahiran Sampang, 3 Maret 1968, yang bersama keluarganya telah lama tinggal di Kabupaten Pamekasan itu memutuskan menjalani isolasi mandiri di rumah. Namun, karena kondisi kesehatannya tak kunjung membaik, pada 29 Juni 2021, Saiful Bahri pun dirawat di RSUD dr Slamet Martodirjo, Pamekasan.

“Namun, takdir berbicara lain, fotografer yang dikenang sebagai jurnalis senior yang tidak pernah meninggalkan para juniornya di medan liputan konflik itu mengembuskan nafas terakhir pada 1 Juli 2021 sekitar pukul 07.00 WIB. Ya, tidak ada berita seharga nyawa, tapi dia justru “membayar” foto pasien varian baru COVID-19 itu dengan nyawanya!,”tulis Edy M Yakub seperti menyampaikan rasa haru nya.

Tak sampai disitu masih dalam tulisan ia beri judul, “Telaah—Jurnalis versus Covid 19” ini yang menyatakan sosok Kelima, yakni mantan wartawan Karya Dharma dan SCTV Biro Surabaya, Hansen (Hasan Sentot).

Kata Edy, ia meninggal dunia pada 5 Juli 2021, meski kehilangan atas kepergian sederetan rekan penulis yang sebelumnya itu pun belum sepenuhnya hilang.

“Jurnalis senior asal Banyuwangi itu sempat meninggalkan dunia kewartawanan menjelang wafat dan sempat ingin merintis media online lokal di Banyuwangi dengan meminta rekan-rekan wartawan seperjuangannya untuk membantu media rintisannya itu menjadi anggota AMSI (Asosiasi Media Siber Indonesia), namun cita-citanya belum sempat terwujud,”ungkap Edy.

Lalu pada sosok Keenam, kata Edy, “Berita duka datang dari Tempo. Seorang wartawan senior Tempo, Zed Abidin (Mojokerto), meninggal dunia pada Sabtu (17/7/2021) subuh. Berita duka itu dibenarkan seorang teman Tempo bahwa almarhum wafat akibat Covid-19,”tulis Edy.

Peliputan “perlawanan” COVID-19

Pada bagian ini ia pun mengingatkan teman teman sesama profesi dengan mengatakan, “Tentu, teman-teman baik yang pergi itu tidak harus bertambah terus dan terus. Perginya teman-teman baik penulis itu melengkapi 38 wartawan Jawa Timur yang tercatat wafat akibat terpapar Covid-19, di antaranya Peter A Rohi (Surabaya), Bondet Hardjito (Sidoarjo), dan jurnalis Jatim lainnya di Pulau Madura, Malang, Pasuruan, Lumajang, dan sebagainya,”kata Edy.

Lalu menambahkan, “Untuk itu, kepergian mereka harus “dibayar” dengan kemenangan dalam peliputan “perang” melawan Covid-19 yang solutif. Sejatinya, Covid-19 itu disebut para ahli sebagai virus yang masih satu rumpun dengan influenza, bahkan merupakan influenza generasi kesekian dari regenerasi influenza dari waktu ke waktu,”kata nya.

“Namun, merebaknya virus COVID-19, sambungnya, “Agak berbeda dengan virus-virus influenza sebelumnya, karena virus Covid-19 datang tidak sendirian, melainkan Covid-19 datang ke tengah-tengah masyarakat dengan ditemani media sosial yang menebarkan “virus” Medsos berupa hoaks-hoaks Covid-19 yang justru “memecah” dan mempersulit “perang” melawan Covid-19,”papar Edy.

Kemudian Edy menyampaikan apa yang ia rasakan saat ini dengan mengatakan, “Teman-teman baik yang akhirnya gugur itu sudah berjibaku menyajikan peliputan informasi dan foto yang akurat di tengah “perang” melawan virus Covid-19, namun keberadaan “virus” hoaks Covid-19 yang menyertai justru mendatangkan kesulitan dalam bentuk kecemasan dan kepanikan manusia dimana-mana hingga manusia akhinya kehilangan logika,”kata Edy M Yakub mengingatkan dalam “ Telaah—Jurnalis versus Covid 19” itu.

Lalu disambungnya akan keberadaan hoaks serta virus hoaks itu sendiri dengan menyebutkan, “Ya, hoaks sekarang sudah melebihi untuk minum obat yang dosisnya adalah tiga kali sehari, karena hoaks Covid-19 sekarang sudah tercatat lima kali sehari. Faktanya, Kominfo mencatat 1.387 hoaks selama periode Covid-19 pada Maret 2020 hingga Januari 2021. Edan, bukan?!,”kata Edy untuk kita ketahui selaku jurnalis yang sejati nya memiliki daya telaah yang kuat akan hal ini.

Ditambahkannya, “Artinya, jurnalisme dengan sajian-sajian informasi yang akurat masih “kalah” dengan virus menewaskan jutaan rakyat Indonesia dan juga ratusan jurnalis yang harus “kalah” melawan Covid-19 itu. Namun, penulis tidak rela dengan “kekalahan” teman-teman jurnalis itu,”tegasnya.

“Bagaimanapun,’ sambungnya,”Jurnalis “harus menang” melawan Covid-19 dengan melipatgandakan peliputan yang “mengalahkan” Covid-19, karena perginya beberapa teman baik karena Covid-19 harus ditebus dengan perlawanan dalam pemberitaan dalam melawan Covid-19 yang semakin “darurat” ini,”Edy M Yakub menambahkan.

Dia pun memaparkan dengan mengatakan, “Apalagi, bencana merupakan salah satu dari tiga zona peliputan yang harus disikapi “ektra cerdas” karena ada dampak/risiko yang besar bila salah atau keliru dalam kalkulasi peliputan/pemberitaan. Tiga zona peliputan yang perlu “ekstra cerdas” adalah zona bencana, zona konflik, dan zona pariwisata,”papar Edy lagi.

Menurutnya, apa peliputan yang “mengalahkan” Covid-19 itu ?! “Virus” berbentuk hoaks-hoaks Covid-19 itu memang merepotkan peperangan melawan virus Covid-19 yang sesungguhnya, karena perlawanan harus “terbagi” dan menguras energi, namun kini sudah saatnya perlawanan dilakukan dengan fokus pada tiga ikhtiar peliputan Covid-19.

Pada bagian selanjutnya Edy pun menyampaikan apa yangh ia sebut Ikhtiar peliputan. Menurut Edy ada tiga ikhtiar peliputan “perlawanan” Covid-19 yang harus menjadi fokus saat ini yakni:

a. peliputan terkait ikhtiar medis,
b. peliputan terkait ikhtiar teologis,
c. peliputan terkait ikhtiar psikologis.

Edy menjelaskan terkait peliputan “perlawanan” untuk Ikhtiar Medis, maka fokus ikhtiar medis yang penting dioptimalkan dalam peliputan adalah protokol kesehatan (prokes/PPKM/lockdown), vaksinasi, dan obat (belum ditemukan), karena prokes, vaksinasi, dan obat itulah yang dapat menjadi “kunci” dalam pengendalian maraknya penularan Covid-19.

Edy pun menjelaskan “Prokes dalam ikhtiar medis antara lain istirahat yang cukup atau tidak tidur terlalu larut malam, makanan bergizi seimbang, minum air minimal 1,5 liter atau enam gelas kecil, olahraga atau aktivitas ringan di rumah, dan minum multivitamin atau probiotik,” kata Direktur RS ‘Aisyiyah Siti Fatimah Tulangan, di Sidoarjo, Jawa Timur, dr Tjatur Prijambodo, MKes.

Selain itu dituturkannya Terkait apa itu peliputan ikhtiar teologis, menurut Edy yang penting katanya dioptimalkan dalam peliputan adalah kegiatan doa/dzikir bersama untuk mendoakan pasien yang isolasi mandiri (isoman) atau wafat, seperti doa/dzikir/istighfar untuk pasien isoman, tahlil/pembacaan Alqur’an untuk pasien yang meninggal dunia, dan pandangan agama tentang Covid-19 sebagai takdir yang dihadapi dengan sabar, ikhtiar, dan tawakkal.

“Jadi, protokol medis dan teologisnya adalah memakai masker untuk melindungi fisik dan dzikir untuk melindungi Lahir-Batin, mencuci tangan dan ringan tangan (membantu/sedekah), menjaga jarak dan mmenjaga Iman, menjauhi kerumunan dan menjauhi kemaksiatan, membatasi mobilitas dan ke masjid dengan protokol kesehatan yang ketat, menghindari makan bersama di luar rumah dan jangan makan berlebihan,” kata dia.

Selanjutnya terkait apa itu peliputan “perlawanan” untuk ikhtiar psikologis adalah mengangkat sisi optimisme dan positif dalam peliputan, seperti peliputan pengalaman pasien Covid-19 yang sembuh, pengalaman relawan atau tenaga kesehatan dalam penanganan pasien Covid-19, dan sisi-sisi kemanusiaan lainnya.

Edy M Yakub mengatakan, Khusus untuk peliputan ikhtiar psikologis, jurnalis harus piawai dalam melawan informasi hoaks yang merupakan “musuh utama” dalam melawan Covid-19, bahkan sisi-sisi pesimisme dalam penanganan Covid-19 pun wajib “dibuang jauh-jauh” dalam peliputan “perang” yang kini sudah dalam kondisi “darurat” itu.

“Masyarakat (Wuhan) kata Edy dalam tulisan nya ini, “saling menyemangati antar sesama, lalu media tidak meneror dengan pemberitaan negatif, justru menyajikan informasi yang menumbuhkan optimisme, semangat, dan kesembuhan, atau membagikan berita positif dan penuh semangat,” kata seorang mahasiswa Indonesia yang sedang studi di China.

Dalam bukunya berjudul “Bertahan di Wuhan: Kesaksian Wartawan Indonesia di Tengah Pandemi Corona”, Kepala LKBN ANTARA Biro Beijing, M Irfan Ilmie, memaparkan cara China mengatasi Covid-19 yakni keputusan pemerintah (tutup wilayah total di Wuhan pada 24/1/2020) yang tanpa perdebatan di ruang publik, apalagi hoaks (halaman 7) disertai sanksi tegas (reward/punishment), seperti wali kota Wuhan dan gubernur Provinsi Hubei yang dicopot karena melanggar kebijakan pusat (halaman 76).

Kata Edy, bencana Covid-19 sudah membuat puluhan dan bahkan ratusan jurnalis yang baik kehilangan nyawanya, karena itu bertambahnya jumlah jurnalis yang menjadi “korban” virus itu harus segera disetop dengan melakukan peliputan yang fokus pada solusi yakni ikhtiar medis, ikhtiar teologis, dan ikhtiar psikologis.

“Hal itu sekaligus melakukan perlawanan terhadap virus “hoaks” medsos yang selalu  memainkan/membenturkan” antara kesehatan versus ekonomi dalam pandemi Covid-19. Ya, jurnalis harus “menang” melawan Covid-19 melalui peliputan yang mampu “menghentikan” perkembangan virus itu,”Tutup nya.

 

Sumber: Antara
Editor: Arjeli Sy Jr

Leave a Reply