PALEMBANG, GESAHKITA COM–Berjumpanya masyarakat pada pandemi covid-19 di awal tahun 2020 memberikan dampak yang sangat luar biasa kepada dunia karena penyebarannya yang sangat cepat dan berbahaya.
Dampak tersebut tak hanya menyerang pada terganggunya bidang kesehatan, akan tetapi juga menyerang sistem bermasyarakat dan pendidikan.
Selebihnya pada pandemi ini masyarakat diwajibkan untuk melakukan social distancing, tentu hal ini mengakbitkan pendidikan di Indonesia sigap untuk menerapkan sistem yang lebih relevan demi mencegah penyebaran Covid-19 yang cepat dan berbahaya.
Hal ini tentu nya mempunyai dampak yang besar pada sistem pembelajaran, pencegahan yang dimulai ialah dengan meliburkan sekolah maupun perguruan tinggi selama 2 pekan, kemudian melakukan sistem pembelajaran daring hingga saat ini.
Diketahui Pembelajaran daring merupakan sistem pembelajaran tanpa tatap muka secara langsung antara murid dan guru, dan antara mahasiswa dan dosen. Dengan Sistem pembelajaran daring ini juga tentu menggunakan media elektronik seperti handphone ataupun komputer yang mempunyai aplikasi untuk mensupport pembelaran daring, dimulai dari aplikasi Whatsapp (grup), Telegram (grup), Classroom, Zoom dan aplikasi lainnya.
Hal ini diharapkan dapat menjadi solusi terbaik antara mahasiswa-dosen dan siswa-guru. Namun hal tersebut, tidak sepenuhnya efektif karena pembelajaran ini tidak mengharuskan atau melarang berhadapam langsung ( face to face) antara peserta didik dengan para pengajar nya.
Dan parah nya lagi dari kedua belah pihak baik itu dari para pengajar meski sedikit gengsi mengatakan bahwa mereka sebenarnya mengalami kesulitan, dan tentu saja dari para siswa dan orang tua atau mahasiswa secara blak blakan mengatakan mereka mengalami kesulitan.
Hal yang paling umum saja yaitu seperti tidak mengerti dalam penggunaan elektronik (anak usia dini) dan jaringan yang kurang memadai, tidak memiliki uang membeli Hape (HP) Android, Pemancar Provider lemah signal dan masih banyak lagi.
Belum lagi dampak psikis dalam menerapkan teori teori serta managemen kelas tak jarang juga terdengar keluhan dari keduanya.
Para pengajar merasa para peserta didik atau pelajar susah untuk dikontrol, tidak disiplin, tidak memperhatian dengan serius, tidak peduli dan malas karena peserta didik hanya dituntut untuk mengerjakan tugas tanpa penjelasan. Banyaknya tugas yang diberikan dan kurangnya interaksi antara pengajar dan pelajar.
Sementara para orang tua juga merasakan hal yang sama anak anak cendrung egois, emosional dan banyak lagi sifat sifat yang mengganggu bertumbuhan karakter anak anak mereka
Dalam perjalanannya pada system belajar daring ini, Para pengajar dituntut untuk bisa memberikan aturan-aturan yang lebih ketat seperti memakai aplikasi yang menampilkan video pelajar, memberikan pertanyaan acak kepada pelajar, memberikan penjelasan setiap pelajaran, tidak memberikan tugas yang berlebihan dan tentu saja memberikan tugas ketika selesai.
Diharapkan hal ini tidak mematahkan semangat, minat dan motivasi baik itu pelajar maupun pengajar pada sistem pembelajaran daring ini. Ini mungkin hanya masalah waktu saja bagaimana nantinya akan temuan lagi inovasi bagi pembuat kebijakan diatas nya hingga ke para petinggi di negeri ini, bahwa ini lah kenyataan yang sejauh ini semua pihak masih menempatkan azaz tertinggi yakni “Maklum” tanpa batas.
Akhirnya gambaran ini diharapkan menjadi pengetahuan bagi kita semua tentang apa fenomena yang terjadi pada system belajar kita ditengah berhadapan dengan upaya kita semua menghindar dari penyebaran virus Covid 19. Semogah Cepat segera berakhir demi majunya kembali dunia pendidikan kita. Wasalam Semoga Bermanfaat.(*)
Penulis : Abdan Syakuron, Mahasiswa Universitas Islam Negeri Raden Fattah Palembang, Jurusan Ilmu Perpustakaan
Editor : Arjeli Sy Jr