selamat natal dan tahun baru pelantikan bupati

Prona Diduga Jadi Ajang Pungli, Oknum Kades Dilaporkan ke Kejati Sumsel

PALEMBANG, GESAHKITA COM – Program Operasional Nasional Agraria (Prona), Proyek massal ini merupakan proses administrasi sertifikat pertanahan sebagai bukti kepemilikan sah yang harus dimiliki pemilik tanah. Sasarannya pun adalah seluruh lapisan masyarakat  dengan ekonomi rendah.

Namun pada kenyataan dilapangan terutama di wilayah pedesaan program ini diduga menjadi ajang pungutan liar oleh oknum kades salah satu nya  Desa Pandan Agung Kecamatan Madang Suku ll Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur (Okut), yang akhirnya membuat beberapa masyarakat desa menjadi berang dan akhirnya melaporkannya ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera selatan, Rabu (22/09/2021)

Samsul Bahri salah satu tokoh masyarakat Desa Pandan Agung Kecamatan Madang Suku ll Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur (OKUT), seusai menyampaikan laporan di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumsel,  menuturkan kepada media ini bahwa menurut dia semua berawal dari ketidakjelasan informasi Prona di desanya itu.

“Bagaimana tidak menjadi polemik informasi ini hanya diinformasikan (disampaikan) kepada masyarakat melalui saat sholat Jumat dan diperkenalkan bahwa ada biayanya, yang seharusnya program itu diumumkan secara resmi di kantor desa”, kata Samsul Bahri.

Dijelaskan  Samsul juga, awalnya dirinya merasa tidak puas dengan informasi yang ia terima, dia pun mencoba memastikan kebenaran program prona kepada pemerintah desa dalam hal ini Kepala Desa Sendiri.

“Karena saya dan beberapa warga merasa tidak puas dengan informasi yang kami terima, akhirnya kami langsung mengkonfirmasi ke kades, dan kades pun juga  membenarkan adanya program Prona dengan biaya antara 1,5 Juta Hingga 2 Juta Rupiah, “kata Samsul.

Diceritakan Samsul kembali, meski merasa cukup terbebani akhirnya beberapa masyarakat mengikuti program prona tersebut dan ada juga yang mengundurkan diri karena merasa tidak mampu membayar besaran pungutan yang ditetapkan Kepala Desa tersebut.

Masih menurut Samsul, ada 2 skema yang diduga pungutan yang ditetapkan oleh kepala desa yakni pada saat pengukuran pertama selesai diminta Rp.750.000-,  dan sejumlah Rp. 1.500.000,- pada saat sertifikat keluar.

Samsul menceritakan kembali kronologi dirinya membayarkan yang diduga sebagai pungutan 8 sertifikat yang mana dirinya  bersama beberapa kepala keluarga membuat 8 sertifikat yaitu milik MK sebanyak 2 sertifikat, AZ sebanyak  2 sertifikat , St sebanyak 2 sertifikat  serta dirinya sendiri sebanyak  2 sertifikat.

“Pada saat selesai pengukuran, sambungnya, pengukuran pertama saya dimintai sebesar Rp. 750.000-, melalui ketua RT 01 EB, saya bayar langsung sebesar Rp.6.000.00-, dan sisanya sebesar Rp.2.000.000,- diserahkan langsung kepada Kades selaku kepala desa”, tuturnya.

Ditambahkannya, Selain informasi yang menurut dia tidak jelas yang membuat bingung masyarakat, biaya yang dikenakan cukup besar berkisar 1,5 juta hingga 2 juta Rupiah.

“Tentu saja ini menjadi beban baru untuk masyarakat desa kami karena rata – rata ada di tingkat kelas ekonomi menengah ke Bawah, “ucapnya.

Samsul kemudian menyebutkan apa yang dia dapati terkait Prona tersebut yaitu Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 189 Tahun 1981 Keputusan Menteri Agraria (Kepala Badan Nasional) No. 4 Tahun 1995 Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang Nomor 12 Tahun 2017.

“Dengan adanya dasar hukum di atas, sudah jelas bahwa Prona adalah proyek yang aman,”timpalnya.

Dia pun menguraikan sebagai catatan nya terkait biaya yaitu:

1.Biaya pemberian hak atas tanah Negara Daerah pedesaan dengan luas tanah 2 Ha sebesar Rp3.000:

  • Daerah perkotaan dengan tanah yang luasnya kurang dari 2000 m2 sebesar Rp5.000
  • Daerah perkotaan dengan luas tanah sampai dengan 2000 m2 sebesar Rp10.000

2.Biaya pemberian hak atas tanah adat

  • Daerah pedesaan dengan luas tanah sampai 2 Ha sebesar Rp1.000
  • Daerah perkotaan dengan luas tanah sampai 2000 m2 sebesar Rp1.000

3 Biaya sumbangan penyelenggaraan Landreform sebesar 50% dari biaya administrasi

  • Setiap peserta dikenakan biaya sebesar Rp1.250 untuk tiap bidang dalam proyek yang terdiri dari 10 bidang. Sedangkan, untuk lokasi tanah yang terdiri dari 5-9 bidang dikenai biaya sebesar Rp2.500

4.Biaya pendaftaran hak – Konversi hak adat di daerah perkotaan sebesar Rp10.000, sedangkan untuk pedesaan sebesar Rp1.000

  • Penegasan hak di daerah perkotaan sebesar Rp10.000, sedangkan untuk pedesaan sebesar Rp1.000
  • Untuk tanah negara di daerah pedesaan sebesar Rp10.000, sedangkan untuk daerah pedesaan sebesar Rp1.000. Biaya formulir sertifikat sebesar Rp2.000

Diharapkan Samsul  dengan adanya laporanyang ia buat  di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Selatan (sumsel), pihak Kejati dapat segera mengusut tuntas diduga pungutan liar (Pungli) seperti ini.

” Harapannya gengan adanya laporan kami ke Kejaksaan Tinggi agar dapat segera mengusut tuntas pungutan liar ini selain memberatkan masyarakat juga agar jadi pembelajaran agar tidak terjadi kembali pungutan liar di desa Pandan Agung Kecamatan Madang Suku ll Kabupaten Ogan Ulu Timur (Okut)”, tutup Samsul Bahri (Irfan)

 

Tinggalkan Balasan