PALEMBANG, GESAHKITA COM— Semangat bulan Nopember bagi bangsa ini sebagai bulan dan hari penting dalam sejarah Bangsa Indonesia yaitu Hari Pahlawan yang jatuh pada 10 Nopember yang tiap tahun nya diperingati. Makna 10 Nopember bagi seluruh bangsa Indonesia memilik makna tersendiri di tiap daerah karena atas wilayah pertahanan yang berbeda beda pula.
Meski secara sejarah peristiwa 10 Nopember identik dengan Surabaya dan sekitar nya dan juga Bandung lautan Api mungkin masih banyak lagi, namun lokalisasi semangat tersebut di Sumatera Selatan yang kerab menjadi perbincangan juga pada masa perang kemardekaan yaitu Perang lima hari lima malam.
Seperti hal nya kejadian demi kejadian dalam sejarah Bangsa, dari zaman ke zaman tentu nya ada batas batas dimana namanya perang zaman colonial, perang kemardekaan dan perang mempertahankan kemardekaan.
Di zaman serba terbuka saat ini, mungkin ada kata kata yang lebih halus dari kata kata bahwa masyarkat makin berani menyuarakan akan ciri khas dan mungkin menuntut atau hanya sekedar pengakuan akan daerahnya sebagai identitas bagian dari bangsa.
Ya meski hanya sekedar usulan, lalu membentuk pemikiran dan gagasan maka jika bicara sejarah harus lah utuh, selain mengedepankan perimbangan sebab di tiap daerah Indonesia memiliki keberagaman apalagi soal soal kepahlawanan yang ada di seluruh nusantara dan Negara juga mesti nya juga hadir dan harus lebih peka lagi bagaimana di tiap pulau dan daerah di nusantara yang meletakan Bhineka Tunggal Eka sebagai ruh dimana NKRI itu harga mati.
Berangkat dari keprihatinan dan juga kecintaan serta Kepahlawanan (Heroism) dengan sosok yang telah membawa tatanan Islami di wilayah Sumatera Selatan, Lembaga Kebudayaan Partai Kebangkitan Bangsa (LKPKB) Sumatera Selatan bersama sama dengan Kesultanan Palembang Darussalam menggelar Focus Grup Discussion (FGD) dengan mengusung tema., “Semangat Kepahlawanan Sultan Mahmud Badaruddin (SMB) II di Cafe Rajo Tentro Palembang, Minggu (7/11/2021).
Hadir sebagai pembicara dalam diskusi tersebut, Ketua DPW PKB Sumsel Ramlan Holdan yang mengatakan dari diskusi ini terdapat 2 hal yang dibahas yakni nilai-nilai yang dipesankan oleh SMB II terutama nilai kejuangan SMB II dan yang kedua nilai-nilai dalam bentuk fisik yakni Benteng Kuto Besak (BKB).
Ramlan menilai Sosok Agamais Sultan Mahmud Badaruddin II (SMB II) yang meneruskan tahta Pedahulu nya yakni (SMB I) tetap konsisten membangun daerah ini dengan Keluhuran Yang Islami, Demokratis dan moderen.
Hal itu terbukti kata Ramlan Arsitektur pertahanan yang terlahir di masa kepemimipinan nya dengan segala strategi masterplan sangat tertata sedemikian rupa.
“ Itu murni karya anak bangsa sebuah Benteng Kuto Besak bagaimana beliau mempertahankan dan membesarkan wilayah Kesultanan kala itu, “kata nya.
Sebab itu lah pihaknya akan terus mendorong sehingga BKB ini harus diakui sebagai Bukti Daerah ini juga pernah berjuang matia matian menghadapi colonial Belanda dan Eropa.
“Miris nya sampai hari ini BKB belum menjadi cagar budaya. Kita dorong dan minta kepada pemkot Palembang harus ada keberanian untuk melakukan terobosan agar BKB ini masuk di cagar budaya, “ imbuh Ramlan masih dalam diskusi tersebut.
Juga hadir anggota DPRD Palembang Sutami Sag (Fraksi PKB) dan M. Hibani, S.Mn (Fraksi PKS), Ketua Lembaga Kebudayaan Kebangkitan Bangsa (LKKB) Sumsel, Vebri Al Lintani, budayawan Palembang Mang Amin, para undangan baik dari kalangan mahasiswa dan masyarakat Palembang.
Sultan Palembang Darussalam Sultan Mahmud Badaruddin (SMB) IV Jaya Wikrama RM. Fauwaz Diradja, S.H., M.Kn menegaskan Kesultanan Palembang Darussalam terus mendorong agar BKB bisa di segera di revitalisasi oleh pemerintah.
Apalagi menurut SMB IV BKB memiliki nilai defense heritage (warisan budaya bernilai pertanahan) yang harusnya dilakukan revitalisasi agar masyarakat mengenal secara luas sejarah BKB.
SMB IV mengemukan dibukanya Benteng Kuto Besak itu merupakan keinginan masyarakat Palembang, untuk menikmati cita rasa budaya dan sejarah patriotisme yang pernah terjadi di BKB.
Sejarawan Sumsel Dr Dedi Irwanto melihat pasca perang kemerdekaan, 1945-1949 Benteng Kuto Besak dikuasai militer Belanda. Kondisi ini menyebabkan pasca pengakuan kedaulatan menyebabkan BKB dikuasai militer, Kodam Sriwijaya.
Ada 2 pemicu kondisi ini. Pertama. Pada tahun 1950 keluar Surat Edaran Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia tanggal 9 Mei 1950 No. H/20/5/7 yang menyatakan bahwa “sebidang tanah diambil untk keperluan mendirikan bangunan negeri (kantor, sekolah, dsb).
“Bangunan tersebut telah didirikan dan hingga kini masih dipakai untuk kepentingan negeri dalam hal ini pengembalian hak tak mungkin karena kepentingan negara” katanya.
Edaran ini menurutnya menyebabkan beberapa bangunan eks Militer Hindia Belanda (KNIL) atau pendudukan tentara Jepang dapat diokupasi sebagai Aset Bekas Milik Asing (ABMA)oleh Tentara Nasional Indonesia, termasuk BKB.
Kedua, munculnya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 1957 Tentang Pencabutan “Regeling Po De Staat Van Oorlog En Beleg” dan Penetapan Keadaan Bahaya.
Pada pasal 36 dikemukakan bahwa penguasa keadaan perang berhak untuk memerintahkan penyerahan barang-barang yang diambil untuk dimiliki atau dipakai guna kepentingan keamanan atau pertahanan dan kekuasaan ini dapat diserahkan kepada pejabat-pejabat yang ditunjuk, dalam kasus ini yaitu Tentara Nasional Indonesia (TNI) di Palembang.
Penerapan Staat van Oorlog, ketika muncul peristiwa ketidakpuasan tiga daerah, termasuk Sumatera Selatan menyebabkan SE Kemendagri/1950 menjadi semakin kuat dengan UU 74/1957.
Okupasi TNI atas BKB ini menurutnya dapat dikatakan positif karena secara tidak langsung membuat BKB terlindung dan terawatkan hingga saat ini. Namun dalam perkembangan muncul Peraturan Menteri Keuangan Nomor 31/PMK.06/2015 tentang Aset Bekas Milik Asing yang seharusnya penguasaan tanah oleh Tentara Nasional Indonesia (TNI) dihapuskan dari daftar okupasi sebagai wujud perlindungan hukum kepada pemegang hak atas tanah yang telah diterbitkan sertifikat Hak Milik.
Oleh sebab itu, sejak 2015 sudah ada usaha Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan untuk merevitalisasi BKB sebagai pusat kebudayaan Palembang. Pada beberapa kesempatan petinggi TNI juga memberi lampu hijau untuk revitalisasi ini.
“Selain berbentuk revitalisasi seperti ini ada banyak kemungkinan untuk BKB saat ini sebagai pusat kebudayaan Palembang. Mungkin bisa seperti Benteng Vredendenburg Yogyakarta dengan konstelasi dan atraksi museumnya salah satu contohnya. Lalu bagaimana dengan kita? Semoga kegiatan yang dipatik oleh PKB ini bisa merumuskan suatu kebijakan “baru” tentang keberadaan BKB untuk pusat kebudayaan Sumatera Selatan,” katanya.(irf)