selamat menunaikan ibadah puasa selamat menunaikan ibadah puasa selamat menunaikan ibadah puasa hari jadi kota pasuruanisra miraj hut oku selatan, hari jadi oku selatan

Nisan Makam Kuno Ditemukan Di Tengkuruk Kota Palembang  Akan Diteliti

PALEMBANG, GESAHKITA COM–Tim gabungan Dinas Kebudayaan Kota Palembang, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sumsel, dan Balai Arkeologi Sumsel kembali melakukan penggalian di lokasi penemuan nisan makam kuno, di kawasan Pasar 16 ilir, pada Senin (17/1) malam.

Penggalian yang dilakukan menggunakan alat berat itu berhasil mengangkat kembali empat buah nisan yang sebelumnya viral. Usai penggalian, Kepala Balai Arkeologi Sumsel, Dr Wahyu Rizky Andhifani mengatakan bahwa pihaknya segera melakukan penelitian terhadap temuan benda cagar budaya itu.

Lokasi Penemuan Makam Kuno Saat Tim Usai Mengangkat Benda Diduga Penuh Sejarah
Lokasi Penemuan Makam Kuno Saat Tim Usai Mengangkat Benda Diduga Penuh Sejarah

“Kita lakukan pemindahan, untuk menyelamatkan benda cagar budaya itu. Sekaligus akan segera diteliti,” ujarnya. Saat ini, lokasi penggalian telah ditimbun kembali.

Namun Wahyu mengatakan belum ada rencana pihaknya untuk melokalisir lokasi penemuan, terkait kemungkinan adanya temuan lebih lanjut. Nisan itu kemudian dipindahkan untuk diamankan di kantor Dinas Kebudayaan Palembang.

“Melihat persebaran batunya ke arah barat. Hanya belum tahu sampai mana. Namun mengingat di sini daerah perekonomian agak susah juga kalau mau dibongkar semua. Bisa saja disini dimakamkan kerabat Sultan, karena memang daerah ini merupakan kawasan bersejarah,” ujarnya.

Secara teknis, Wahyu menjelaskan jika nisan makam kuno itu terdiri dari lima lapis struktur batu bata, yang bentuknya melingkar. Batu yang digunakan, berasal dari era Kesultanan Palembang. Hanya saja, jika melihat batu yang digunakan, Wahyu justru berpendapat jika batu itu berasal dari Kepulauan Bangka Belitung, karena pada era tersebut belum ditemukan batuan serupa di Palembang.

“Dari batunya, sepertinya terbuat dari granit tapi bukan dari Sumsel. Yang terdekat kemungkinan dari Bangka Belitung. Kalau dari tahun yang tertulis di nisan, yaitu tahun 1322 atau sekitar tahun 1904 kisaran abad 19,” jelasnya.

Di tempat yang sama, Kepala Dinas Kebudayaan Palembang Agus Rizal mengatakan jika pihaknya juga telah melakukan pengamanan di sekitar lokasi, saat penggalian dan setelah penggalian. Namun, belum ada rencana untuk melakukan penggalian, mengingat kondisi kawasan tersebut telah dipenuhi bagunan ruko milik warga. “Tadi kita dibantu pihak Waskita yang sebelumnya menemukan nisan ini. Selanjutnya mungkin dalam waktu satu-dua hari setelah selesai diteliti akan dilakukan tindak lanjut,” jelasnya.

Masih Ada Cagar Budaya Lain yang Tertimbun

Sementara itu, Sejarawan Palembang Kemas Ari Panji yang juga ikut dalam prosesi penggalian, meyakini jika di kawasan tersebut masih banyak lagi benda bersejarah maupun cagar budaya sisa Kesultanan Palembang.

Berdasarkan literatur yang dimilikinya, Ari Panji menyebut jika kawasan tersebut dulunya merupakan kawasan yang cukup tinggi, berada di tepi Sungai Tengkuruk (saat ini Jl Sudirman). “Kalau dugaan sementara, ini merupakan nisan dari makam keluarga atau zuriyat. Sehingga, kami meyakini akan ada lagi temuan di kawasan tersebut (jika digali),” ujarnya.

Dijelaskan Ari Panji bahwa sudah menjadi kebiasaan masyarakat Palembang pada zaman dulu untuk memakamkan keluarganya di satu tempat atau satu lingkungan yang sama. Mereka, lanjut Ari memiliki komplek pemakaman sendiri.

 

“Sebelum ada Masjid Agung, di lokasi temuan ini ada Masjid Lama (Jl Masjid Lama), disini terdapat pemukiman masyarakat, mungkin kerabat kesultanan karena terdapat pula Keraton Beringin Janggut disini,” jelasnya.

Senada dengan Kepala Balar, Kemas Ari Panji yang juga akademisi ini juga meyakini jika nisan makam kuno itu berasar dari abad 18 hingga 19.

“Kalau melihat bahan yang berupa batu granit, kecenderungannya nisan itu berada di tahun dibawah Kesultanan sekitar 1800-1900an, namun memang untuk memastikannya perlu diteliti lebih lanjut,” ujarnya.

Kini, Ari Panji yang juga tergabung dalam komunitas sejarah kota Palembang berharap kejadian serupa tidak berulang. Dia meminta siapapun, termasuk masyarakat untuk bisa melaporkan temuan sejarah dan budaya itu, untuk pelestarian kedepan.

Tidak Melaporkan Temuan Cagar Budaya Bisa Dipidana

Aturan mengenai cagar budaya di kota Palembang tertuang dalam Peraturan Daerah No.11 tahun 2020 tentang Pelestarian dan Pengelolaan Cagar Budaya yang ditetapkan oleh Wali Kota Harnojoyo pada 29 Desember 2020 lalu.

Dalam Pasal 21 disebutkan: (1) Setiap orang yang menemukan benda yang diduga Benda Cagar Budaya, bangunan yang diduga Bangunan Cagar Budaya, struktur yang diduga Struktur Cagar Budaya, dan/atau lokasi yang diduga Situs Cagar Budaya wajib melaporkannya kepada Dinas Kebudayaan, Kepolisian, dan/atau instansi terkait paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak ditemukannya.

Pada Bab XI dalam beleid yang sama mengatur pula tentang Ketentuan Pidana, yakni pada Pasal 87 yang berbunyi: Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2), Pasal 17 ayat (1), Pasal 21 ayat (1), Pasal 24 ayat (4), Pasal 46, Pasal 56 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 57 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 58 ayat (2), Pasal 69 ayat (1), dan Pasal 80 ayat (1) dan ayat (2) dipidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Sementara dalam Pasal 88 disebutkan: jika Tindak pidana yang dilakukan oleh badan usaha berbadan hukum dan/atau badan usaha bukan berbadan hukum, dijatuhkan kepada: a. badan usaha; dan/atau b. orang yang memberi perintah untuk melakukan tindak pidana.

Peraturan Daerah ini merujuk pada Undang Undang No.11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Dimana disebutkan pada Bab XI mengenai rincian ketentuan pidananya, seperti yang tertuang pada Pasal 102: Setiap orang yang dengan sengaja tidak melaporkan temuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah);

Pasal 105: Setiap orang yang dengan sengaja merusak Cagar Budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah);

Pasal 107: Setiap orang yang tanpa izin Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota, memindahkan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah); dan

Pasal 113: (1) Tindak pidana yang dilakukan oleh badan usaha berbadan hukum dan/atau badan usaha bukan berbadan hukum, dijatuhkan kepada: a. badan usaha; dan/atau b. orang yang memberi perintah untuk melakukan tindak pidana; (2) Tindak pidana yang dilakukan oleh badan usaha berbadan hukum dan/atau badan usaha bukan berbadan hukum, dipidana dengan ditambah 1/3 (sepertiga) dari pidana denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101 sampai dengan Pasal 112.(agk)

Leave a Reply