SURABAYA, GESAHKITA COM—Kegiatan audit terdiri dari tahap perencanaan, pelaksanaan, pelaporan, tindak lanjut dan evaluasi.
Tindak lanjut adalah suatu proses untuk menentukan kecukupan, keefektifan dan ketepatan waktu, tindakan-tindakan koreksi yang dilakukan oleh auditi terhadap rekomendasi dari temuan hasil pengawasan.
Salah satu indikasi keberhasilan audit tercermin dari percepatan penyelesaian tindak lanjut temuan hasil audit oleh pimpinan auditi.
Setiap pimpinan wajib memahami langkah-langkah yang diperlukan dalam menuntaskan hasil pengawasan, agar setiap rekomendasi hasil audit dapat ditindaklanjuti secara cepat, tepat dan benar.
Hal ini dapat dicapai apabila semua pihak yang terlibat peduli dan bertanggungjawab dalam merespon hasil audit.
Namun dalam prakteknya, terdapat temuan hasil pengawasan dengan memiliki sebab-sebab yang logis berdasarkan evaluasi kasus dan kondisi atau telah diupayakan ditindaklanjuti oleh auditi dikategorikan sulit atau tidak dapat ditindaklanjuti.
Berdasarkan Peraturan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara Nomor 9 Tahun 2009, diatur mengenai kewajiban melaksanakan tindaklanjut hasil pengawasan fungsional terhadap instansi pemerintah, baik yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) maupun Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP).
Temuan hasil pengawasan yang sulit atau tidak dapat ditindaklanjuti dan memiliki sebab-sebab yang logis berdasarkan evaluasi kasus dan kondisi, atau telah diupayakan pelaksanaan tindak lanjutnya oleh auditi, dapat dihapuskan dari temuan hasil pengawasan.
Penghapusan temuan tersebut, melalui mekanisme yang diatur dengan melibatkan tim evaluasi dan membuat berita acara yang ditandatangani Pimpinan auditi yang berwenang, pejabat pengawas (BPK atau APIP), pejabat teknis yang berkompeten sesuai dengan substansi permasalahan, dan pejabat Kementerian Negara Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.
Penetapan status temuan tidak dapat ditindaklanjuti merupakan kewenangan masing-masing lembaga audit yang menerbitkan Laporan Hasil Pengawasan (LHP), apabila saran/rekomendasi yang dimuat dalam LHP ternyata mengandung kelemahan saran/rekomendasi yang timbul karena berbagai sebab, sehingga tidak dapat melaksanakan tindak lanjut sesuai dengan saran/rekomendasi audit.
Pada Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) mekanisme penyelesaian Temuan Pemeriksaan Yang Tidak Dapat Ditindaklanjuti (TPTD) diatur melalui Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Pemantauan Pelaksanaan Tindak Lanjut Rekomendasi Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan.
Dalam peraturan tersebut diatur apabila sebagian atau seluruh rekomendasi tidak dapat dilaksanakan dalam jangka waktunya, Pejabat wajib memberikan alasan yang sah. Alasan yang sah sebagaimana dimaksud meliputi kondisi : keadaan kahar, yaitu suatu keadaan peperangan, kerusuhan, revolusi, bencana alam, pemogokan, kebakaran, dan gangguan lainnya yang mengakibatkan tindak lanjut tidak dapat dilaksanakan; sakit yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter; menjadi tersangka dan ditahan; menjadi terpidana; atau alasan sah lainnya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kemudian BPK menelaah jawaban atau penjelasan yang diterima dari Pejabat untuk menentukan apakah tindak lanjut telah dilakukan.
Jika berdasarkan pertimbangan profesional BPK melalui hasil penelaahan menunjukkan rekomendasi tidak dapat ditindaklanjuti secara efektif, efisien, dan ekonomis akan diklasifikasikan sebagai rekomendasi tidak dapat ditindaklanjuti sehingga tanggung jawab administratif Pejabat untuk menindaklanjuti rekomendasi dianggap selesai.
Selanjutnya pada Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) penyelesaian TPTD diatur dengan Keputusan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) No.KEP-830/K/IP Tahun 2004 tentang Prosedur Baku Pengelolaan Database Hasil Pengawasan pada Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan.Kewenangan menetapkan TPTD adalah unit Pemeriksa BPKP yang bersangkutan.
Berdasarkan peraturan ini, Penetapan TPTD dilakukan melalui mekanisme forum pertemuan yang dihadiri oleh semua Bidang Pengawasan, Bagian TU dan Subbag Prolap berdasarkan usulan dari tiap-tiap Bidang Pengawasan. Hasil keputusan forum tersebut dituangkan dalam Berita Acara TPTD.
Berita Acara penetapan TPTD sebagai dasar dilakukannya inputing tindak lanjut dengan status TPTD dalam database Untuk temuan dengan status TPTD diberlakukan sebagai temuan yang tindaklanjutnya sudah tuntas, walaupun tidak tertutup kemungkinan obrik menindaklanjutinya dikemudian hari.
Apabila obrik menindaklanjuti temuan dengan status TPTD tersebut, tetap diinput dalam database. Kriteria untuk menetapkan TPTD) yaitu:
- Temuan pemeriksaan yang rekomendasinya cacat berupa: rekomendasi bersifat himbauan; Rekomendasi perbaikan atas tindakan masa lalu yang saat pemeriksaan tidak perlu dilakukan lagi karena sudah diperbaiki; rekomendasi kepada instansi di luar instansi yang diperiksa; rekomendasi terhadap suatu instansi yang diperiksa yang saat ini instansi tersebut sudah tidak ada lagi; rekomendasi yang tidak sejalan dengan ketentuan yang mengatur kegiatan yang bersangkutan; Rekomendasi yang berada di luar kewenangan pimpinan instansi yang diperiksa untuk melaksanakan;Rekomendasi yang tindaklanjutnya berkaitan dengan rekanan yang sudah bubar atau alamatnya sudah tidak jelas lagi, dengan pembuktian yang sah;
- Temuan pemeriksaan tidak memadai yang meliputi:dasar pembuktian tidak cukup kuat, antara lain karena kurang dan atau tidak adanya data pendukung (termasuk Kertas Kerja Pemeriksaan); Sebelumnya tidak dibicarakan dengan instansi yang diperiksa dan tidak ada kesepakatan dengan pihak instansi yang diperiksa;
- Temuan pemeriksaan lain yang tidak dapat ditindaklanjuti, meliputi:penanggungjawabnya sudah tidak aktif (pensiun,meninggal dan atau tidak diketahui lagi alamatnya) dengan pembuktian yang sah, kecuali untuk temuan yang belum kedaluarsa dan sudah ada Tuntutan Ganti Rugi atau Surat Keterangan Tanggung Jawab Mutlak;kurang material nilainya dan sudah berlarut-larut dan pertimbangan lainnya yang dapat dipertanggungjawabkan.
Bagaimana dengan Inspektorat Jenderal PUPR?
Dalam perjalanannya, temuan audit yang dilakukan oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat terdapat pula TPTD. Sepanjang pengetahuan penulis, Inspektorat Jenderal PUPR belum memiliki ketentuan yang mengatur mekanisme dalam menangani TPTD sesuai amanat Peraturan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara Nomor 9 Tahun 2009.
Daftar Pustaka
- Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Pemantauan Pelaksanaan Tindak Lanjut Rekomendasi Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan.
- Peraturan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara Nomor 9 Tahun 2009 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pemantauan, Evaluasi dan Pelaporan Tindaklanjut Hasil Pengawasan Fungsional.
- Keputusan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) No.KEP-830/K/IP Tahun 2004 tentang Prosedur Baku Pengelolaan Database Hasil Pengawasan pada Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan.(**)
Compiled By : Pur