PALEMBANG, GESAHKITA COM—Federasi Buruh Indonesia (FBI) Sumatera Selatan (Sumsel) mendesak Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) melakukan moratorium produk layanan BP Jamsostek dan evaluasi aturan BPJS Kesehatan.
Menurut Ketua DPW Federasi Buruh Indonesia Sumatera Selatan (Sumsel), Andreas OP, berdasarkan kajian organisasi menyimpulkan sementara bahwa telah terjadi dugaan penyimpangan tujuaan awal dibentuknya BPJS dan dugaan maladministrasi dasar hukum pengoprasian program BP Jamsostek jika ditelisik dari kesejarahan, dasar hukum pembentukan dan kewenangannya, kami mendesak kepada Bapak Presiden Republik Indonesia untuk segera mengambil Langkah – langkah cepat untuk melakukan perbaikan aturan dan perangkat sistem jaminaan sosial Nasional.
“Kesimpulan sementara organisasi dan tentunya diperlukan kajian lebih mendalam oleh pihak yang berkompeten khususnya DPR dan pemerintah serta melibatkan praktisi hukum dan lembaga universitas.
Oleh karena itu kami meminta dan mendesak kepada bapak Presiden dapat melakukan moratorium produklayanan BPJS hingga terbitnya peraturan baru,” katanya, Jumat (25/2).
Lalu untuk dapat melakukan kajian produk layanan BPJS yang diduga terjadi mal administrasi dan dugaan terjadinya penyimpangan prinsip dasar didirikannya Sistem Jaminan Sosial Nasional melalui kelambagaan BPJS, untuk membuka ruang evaluasi kinerja,keuangan dan pertanggungjawaban dewan direksi BPJS.
Selain itu Kementrian Keuangan melalui OJK untuk dapat turut serta melakukan pengawasan terhadap kinerja BP JAMSOSTEK khususnya dalam praktek bisnis lanjutan yang dijalankan.
Lalu Kementrian Tenaga Kerja untuk segera melalukan revisi terhadap peraturan turunan program Layanan BPJS yang dinilai tumpang tindih dan tidak adanya konsistensi kebijakan terhadap tujuan awal program jaminan sosial dan untuk mencabut dan merevisi Permenaker No:2 tahun 2022 tentang tata cara persyaratan pembayaran JHT yang terindikasi melanggar prisip dasar per assuransian dan perbankan
Selain itu menurutnya pimpinan buruh dan organisasi buruh diseluruh Indonesia untuk melakukan upaya hukum Bersama dalam mereview aturan dalam BPJS yang sudah terindakasi mal administrasi.
“Dari apa yang menjadi dasar dan sikap kami bahwa dikeluarkanya Permenaker No 2 tahun 2022 menjadi puncak dugaan pelanggaran maladministrasi dasar hukum produk layanan BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan yang kami nilai abu -aba apakah mengambil segmentasi bisnis di assuransi murni atau perbankan atau ke dua duanya, yang tentunya harus dilandasi oleh aturan bisnis dimasing-masing semgmen dan tidak digeneralisasikan secara umum sebagai mana yang saat ini dijalankan dengan prakek bisnis assuransi dan perbankan namun prasyaratnya perundang undanganaya tidak mendukung,” ucapnya.
“Kedepan jika masih saja tidak tuntas melakukan upaya perbaikan perangkat hukum BPJS dan produk turunya, tentunya sah dan berhak setiap pekerja/ buruh dan umum untuk melakukan pemutusan /keluar dari program BPJS, dan tentunya akan menjadi peluang bagi lembaga assurasi umum untuk menggantikan peran BPJS dan makin menunjukan bahwa pemerintah gagal mewujudkan cita –cita UUD145 demi terciptanya sila kelima Pancasila ‘’keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia. Sudah cukup kaum buruh menjadi ladang exploitasi kaum pemodal,negara harus hadir dan menjaga marwah kemanusian warga negaranya,” katanya.(AGK)