JAKARTA, GESAHKITA COM—Bergulir kembali wacana penundaan Pemilu menuai kritik dari kalangan partai dan juga melahirkan pendapat para ahli politk dan tata hukum tata Negara.
Salah satunya kali ini datang dari Partai Demokrat (PD) yang menilai bahwa wacana perpanjangan kekuasaan yang terus digaungkan mencerminkan ketakutan pemerintah menghadapi pergantian kekuasaan pada Pemilu 2024. Wasekjen Partai Demokrat Jovan Latuconsina menegaskan, Pemilu 2024 belum dilaksanakan, pemerintah sudah mengalami post power syndrome (sindrom paska kekuasaan) dilansir sindonews.
“Ini namanya pre-post power syndrome. Jadi belum selesai kekuasaan, sudah takut kehilangan kekuasaan,” ujarnya.
Menurut Jovan, Reformasi itu cuma satu yakni membatasi kekuasaan yakni cukup dua periode. Tanpa perpanjangan jabatan hingga tiga periode, termasuk menunda pemilu.
“Bahkan pascareformasi, alih-alih tunda pemilu, yang ada justru malah percepatan pemilu. Lah sekarang dengan kondisi KPU yang jauh lebih baik dan pengalaman, kenapa kita berpikir tunda Pemilu,” kata Jovan.
Jovan mengapresiasi ketegasan sikap Ketum PD Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri dan Ketum Nasdem Surya Paloh yang menolak penundaan pemilu dan wacana presiden tiga periode.
”Beliau-beliau ini tahu betul konsekuensi dari mengkhianati demokrasi ini. Rakyat bisa jadi korban. Bukan tidak mungkin TNI-Polri akan dijadikan alat untuk membungkam ketidaksetujuan rakyat,” ucapnya.
Jovan mengingatkan, semua pihak untuk berkaca pada sejarah yang mengajarkan apabila rakyat terus ditekan dan ditakut-takuti mereka akan melawan balik.
Jovan menyebut, sebelumnya skenario tiga periode dan perpanjangan jabatan telah gagal dan kini dilanjutkan dengan skenario tunda pemilu. Melihat wacana tunda pemilu ini, Jovan menilai, kemungkinan besar akan gagal.
Skenario lain yang mungkin dilakukan adalah memaksakan amendemen UUD 45 dengan memanfaatkan kekuatan partai koalisi yang dominan di DPR RI maupun di MPR RI. “Alternatif lain adalah menggembosi KPU dengan tidak mencairkan anggaran Pemilu 2024, karena sampai sekarang pembahasan anggaran Pemilu masih deadlock.
Skenario paling akhir, bukan tidak mungkin, pemerintah nekat mengeluarkan Dekrit Presiden dengan berbagai alasan, seolah-olah kehendak rakyat berdasarkan survei abal-abal, alasan ekonomi yang belum pulih, alasan Covid-19 yang belum terkendali, dan bahkan alasan perang Rusia-Ukraina yang nun jauh di sana,” ujarnya.
Dengan kata lain, sambung Jovan, ada indikasi penguasa akan melakukan segala macam cara untuk mencapai tujuan melanggengkan kekuasaan, tanpa peduli bahwa semua rencana ini merupakan permufakatan jahat untuk mengkhianati amanat Reformasi.
Airlangga Hartarto : Komunikasi Antar Partai Menjadi Penting
Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto mengatakan bahwa Politik itu kesepakatan dengan Ketua ketua Umum Partai Politik. Banyak hal yang harus dibahas terutama Ketua Umum Partai yang mendukung President.
“Presiden sendiri dengan jelas bahwa aspirasi demokratis itu harus tetap tumbuh namun juga kita melihat koridor koridor yang ada sehingga tentu dalam hal tertentu komunikasi antar Pimpinan politik menjadi penting, “kata Airlangga saat bertemu Ketua Umum Partai Nasdem Surya Palo, dilansir channel youtube Kompas TV di reuploaded Rosy.
Prof Saiful Mujani : Mobilisasi Politik Terus Berlangsung Masyarakat Menunggu Kepastian
Pengamat Politik yang juga merupakan guru besar Ilmu Politik, Prof Saiful Mujani, melihat pertemuan kedua Pimpinan partai Golkar dan ketua Umum Nasdem belum berarti wacana penundaan pemilu berhenti disitu. Dia melihat wilayah politik itu memilik 2(dua) wilayah yakni Kepentingan Partai pendukung dan kepentingan masyarakat yang lebih luas.
Dia menilai dalam 3 (tiga ) bulan ini mobilisasi di bawah masih berjalan. Selain itu disebutkanya semestinya pemerintah dengan tegas memastikan bahwa pemilu tetap jalan di 2024 dan masyarkat menunggu itu katanya.
“Selama itu belum ada maka belum selesai urusan politiknya, “kata dia saat menjawab pertanyaan padangan dia terkait wacana penundaan pemilu dan bertemu nya kedua pimpinan partai tersebut.
Prof Yusril Izah : Tidak Ada Celah Pemilu Ditunda
Pakar Hukum Tata Negara, Prof Yusril Izah Mahendra menilai KPU tidak punya kewenangan untuk menunda Pemilu sebab KPU hanya pelaksana saja.
“Dan KPU bukan lembaga nya dan bukan kewenangan nya, “ Kata Yusril.
Bahkan Yusril juga menyebutkan bahwa di UU konstitusional Indonesia tidak ada celah untuk menunda Pemilu, kecuali jika ada krisis konstitusional yang dimaksudkannya, “Bagaimana mengisi jabatan pejabat Negara akibat pemilu dan penundaan Pemilu tersebut”.
“ Ini persoalan serius yang kita hadapi yang hingga saat ini belum ada jalan keluar nya, “kata dia.
Yusril menilai hanya mungkin menunda pemilu dengan 3 jalan; Amendemen konstitusi, Dekrit atau menciptakan satu regulasi hukum atau menciptakan konveksi ketatanegaraan dan yang dua hampir tidak mungkin dan yang paling mungkin amendemne konstitusi.
“Tapi siapa yang mau memulai amendemen itu dan sampai hari ini tidak ada arah langkah ke situ, sebab pada pasal 22 e tentang menyebutkan satu institusi yang dapat menunda pemilu dengan alasan alsannya . Jika tidak masalah besar yang kita hadapi adalah krisis legitimacy 20 Oktober 2024 masa jabatan presiden habis DPR 1 Oktober 2024 habis masa jabatanya, satu detik dia memberi perintah dan siapa yang taat dengan perintah, “ urai Yusril menjawab pertanyaan Rosy jika adakah celah mengotak atik UU Pemilu.(henafri/irfan)