Ketua OKI berbagi rasa sakit Rohingya, Fir Azwar, Penyair Sumsel Menulis ROHINGYA ITU ROHINGYA KITA.
PALEMBANG GESAHKITA COM—-Sekretaris jenderal blok negara-negara Islam terbesar di dunia (OKI), mengatakan kunjungan emosional dengan anggota komunitas Muslim Rohingya yang telah lama dianiaya – diusir dari rumah mereka di Myanmar oleh gerombolan dan pelaku pembakaran Buddha – membuatnya menangis.
“Saya tidak pernah memiliki perasaan seperti itu,” kata Ekmeleddin Ihsanoglu tahun 2013 silam dilansir Dari Arab News.
Hal tersebut dia ungkapkan saat dia dan delegasi lain dari Organisasi Kerjasama Islam menyelesaikan tur tiga hari ke Myanmar yang mencakup pembicaraan dengan presiden, menteri pemerintah, kelompok antaragama dan badan-badan PBB.
Tetapi dia mengatakan bahwa kerumunan besar dan emosional yang tinggal di kamp-kamp sampah di luar ibukota negara bagian Rakhine, Sittwe, yang membuat kesan terbesar.
“Saya menangis,” kata Ihsanoglu.
Myanmar, negara berpenduduk 60 juta yang mayoritas beragama Buddha, muncul dari setengah abad kekuasaan militer pada 2011, tetapi transisinya ke demokrasi telah dirusak oleh kekerasan sektarian yang telah menewaskan lebih dari 240 orang dan membuat 240.000 lainnya mengungsi.
Sebagian besar korban adalah “Mereka putus asa. Mereka takut. Mereka senang kami ada di sana, tetapi itu adalah kebahagiaan yang diungkapkan dalam tangisan,” katanya, seraya menambahkan bahwa dia akhirnya dapat mengucapkan salam Islami, “Assalamu’alaikum,” atau “Semoga Tuhan memberikan perlindungan dan keamanan,” dan orang banyak. ditanggapi dengan baik.
“Saya tidak bisa menjelaskan perasaan yang saya miliki,” katanya. “Itu sangat mengharukan.”
Ihsanoglu menyebut kunjungannya itu sukses—sebagian besar karena itu datang atas undangan pemerintah yang sebagian besar tetap diam tentang serangan berulang-ulang terhadap Muslim minoritas.
“Jika masalah ini tidak diselesaikan, itu akan menjadi masalah besar,” katanya.
Rohingya, yang dikeluarkan dari 135 kelompok etnis yang diakui Myanmar, selama beberapa dekade mengalami kebijakan diskriminatif dan eksklusif yang sistematis, membatasi pergerakan, akses ke pendidikan dan pekerjaan.
Dukungan Rohingya Pun Dari Penyair Sumatera Selatan.
Fir Azwar, yang merupakan penyair penulis Puisi Pada 2017 juga terketuk Hati nya untuk mensuarakan dengan bahasa puisi nya akan Penderitaan Rohingya ini.
Seperti lazim nya penulis Dan penyair dengan kejujuran Nurani Maka gambaran akan kepedihan yang dirasakan Fir, yang juga merupakan Seorang guru sekaligus Kepala sekolah SMAN 6 PALEMBANG ini cukup mengugah Dan membawa para penikmat puisi betapa getir kehidupan para pengungsi Rohingya tersebut.
Fir Azwar dengan akrab dipanggil sebagai nama pena nya Amanda Maida Lamhati memberi Judul puisi nya ROHINGYA ITU ROHINGYA KITA.
Akhirnya tak kuat juga tanganku
menahan untuk menulis sajak ini
Ketika angkara murka mengoyak nurani
tak tereguk segelas kopi.
Begitu bunyi bait pertama nya, bahwa dia melihat ada angkara murka didepan mata kita Semua diujung sana sehingga mengugah dia menjadi pelukis sejarah bahwa kebatilan Dan kekejaman di muka bumi di Negara tetangga ada penganiayaan sesama manusia yang mana penduduk yang jumlah warna nya banyak menganiayah yang jumlah yang warnanya sedikit (minoritas)
Saat sarapan pagi
melihat darahmu menggenang
di kampung, di sungai, di jalan, di hutan,
dan di atas meja makan
bahkan tak kuat lidah
untuk menahan kata
Pada bait kedua tersebut Fir yang memulai menulis Puisi semenjak di Bangku SMP ini juga memberi gambaran akan tumpah nya darah kaum minoritas atau yang lemah, yang dia maksud akan ada nya barbarisme ketika sistem Negara aturan hanya berpihak Pada yang jumlah nya lebih banyak atau dengan kata lain atas kepentingan kelompok tertentu yang menjadi penguasa yang hanya sama dengan kepahaman kelompok itu saja Dan tidak menghargai Perbedaan seperti terjadi di Myanmar ini.
Kemudian Pada…
Ketika kebiadapan dipertontonkan
Luka itu luka kita
Rohingya itu Rohingya kita
Tak berdaya.
Akhirnya tak kuat juga telingaku
untuk tidak mendengar tangisan
dan jeritan umat islam di Arakan
di bakar api menyala manusia durjana.
Aromanya menusuk-nusuk kulit kepala.
Bahkan sungguh tak kuat
menahan bulir air yang mengalir
di ujung kelopak mata
Luka itu luka kita
Rohingya itu Rohingya kita
Tak berdaya.
Gambaran Pada bait terakhir ROHINGYA ITU ROHINGYA KITA yang merupakan Salah satu puisi nya dalam Buku nya, Ontologi Puisi “Perahu Tak Lagi Kutambatkan” ini, Fir yang sebelum menjadi Kepala Sekolah juga mengajar Mata Pelajaran Sastra Bahasa Indonesia juga mengajak untuk peduli, dan setidak nya minimal mendoakan ketika ada angkara murka didepan mata kita Semua.
Maka Fir seperti nya berorasi Pada bait ini juga, bahwa ada nya penolakan Nurani bahwa Semua Dari kita sebagai manusia tidak pantas dipertontonkannya dengan Canibalisme Dan barbarime dimana peradaban semakin maju, sementara Hukum Hukum rimba Masih menjadi Pekerjaan yang perlu diwaspadai di muka bumi ini.
Editor Dan Pegiat Sastra Sumsel Arjeli Sy Jr