PALEMBANG, GESAHKITA COM–Lelaki perawakan sedang itu jongkok, kaki nya seperti memasang kuda kuda. kedua tangan nya mencengkram erat ujung ikatan karena beban yang memenuhi buntalan karung plastik. Langkah kaki nya bergerak tampak badan nya seperti bergoyang goyang. Dia tidak menggeser benda itu, tapi memilih untuk mengangkat nya. Dataran sempit ini, masih tersisa genangan kecil sisa hujan tadi malam.
Keringat mulai bercucuran matahari memang belum terasa hangat. Setelah semua tumpukan itu berpindah, satu persatu isi nya di keluarkan menjadi sebuah onggokan, setinggi dengkul orang dewasa. Memang jumlah nya setengah mobil pick up. Setelah merapikan karung karung plastic yang berserakan. Bekas ikat ikat tali plastic dikumpulkan, dengan sigap diraih nya cangkul tergeletak dekat onggokan itu. Dia berjongkok sambil mengayunkan cangkul ke onggokan itu lalu ditarik nya ke arah badan nya yang mulai basah oleh keringat.
Dia tidak hiraukan itu, biarlah napas nya menjadi tersengal. Fatwa pelatih latihan fisik yang dia terimah waktu masih menjadi atlit hokey oleh Pak Bujang harus menjadi dynamo kekuatanya. Keramaian konprensi pers, rapat proyeksi pemberitaan, janji ketemu petinggi di negeri negeri tengkorak tak pernah terpikir lagi. Asupan energy motivasi dari seeorang malam itu yang membawa dia harus berhijrah ria.
Dalam beberapa ayunan cangkul lagi tidak tampak onggokan disitu, semua rata setinggi tumit. Huh! Hampasan napas nya. “U ah u ah…! Dada nya turun naik. Diraih nya bungkusan kantong plastic berisikan botol air minum yang dia bawak hasil rebusan istri nya tercinta. Yang dia nikahi tiga belas tahun silam membuahkan si Anang duduk di kelas enam dan si Kupik duduk di kelas dua sekolah Islam Negeri di kota ini.
Sekarang dia sedang berdiri dihadapan hamparan petak media semai. Sebuah bisikan pernah dia peroleh dari Wak Uju, “Semaikan lah sebanyak mungkin kebaikan di muka bumi, biarkanlah dia tumbuh secara alami, percayalah dia suatau saat akan mendatangi mu dalam waktu yang kamu tidak ketahui”. ”Menanam sama seperti menumbuhkan anak anak mu dia butuh kasih sayang, perhatian, belaian dan sentuhan hati para penanam nya.
“Benar sekali..!”, gumam nya. “Biji biji ini akan aku tebar disini”. “Urusan dia tumbuh dan hidup itu hak pemilik kehidupan itu sendiri”. “Aku harus bersyukur karena bibit kehidupan itu kini ditanganku”.
Dia lirik kedalam botol plastic yang berisi biji biji itu. Dia amati secara seksama. Sesekali dia goncang botol bekas itu dan menghasilkan suara Kresek.. kresek..!. Dia tersentak..! seolah biji biji kecil bulat itu seperti merekah lalu berbentuk kepala manusia. Perlahan wujud nya tampak lebih nyata. Pertama tama mata, hidung, mulut serta telinga. “Ayo lah tuan, kami la kehidupan itu …!”, ujar nya.
“Kami tidak ingin terjajah di dalam sini, walaupun kami sadar di luar sana kami juga akan terjajah”. Ditambahkannya, “sama seperti tuan, yang kami rasakan tuan berkeringat keringat bukti tuan kena jajah sama seperti kami..”
Dia berusaha untuk tenang, dan dia bertanya, “laulu siapa penjajah nya ..?”. Ya kehidupan itu sendiri…!. “Kehidupan menyajikan berbagai macam alasan tuan atau diri diluar tuan untuk berusaha tetap hidup, coba lihat diri tuan”. Maka tuan bergerak untuk satu tujuan yaitu tetap bisa hidup tanpa menyadari bahwa diri tuan telah diperbudak oleh kehidupan..”.
Palembang, 2017