PALEMBANG, GESAHKITA COM—Musik dengan bahasa universalnya dengan segala bentuk genre di dunia pastinya memiliki tempat tersendiri di hadapan para penikmat dan penggemar nya masing masing.
Demikian juga dengan hal nya para pelaku atau mereka yang secara konsisten terus berkarya pada genre tertentu, pasti nya menyimpan alasan yang kuat bahwa secara universal jua komunikasi atau pesan yang mereka sampaikan melalui karya karya mereka merupakan hal hal terungkap dalam suara suara alunan yang membentuk nada dan notasi nya.
Seperjalanan kemajuan teknologi dan perkembangan zaman harus diakui seni adalah tetap seni, namun pola atau cara menikmati seni itu sendiri saja mengikuti perkembangan yang ada.
Maka yang terpenting, salah satu nya adalah eksplorasi harus dilakukan agar karya karya yang ada di satu sudut dunia bisa diketahui oleh sudut dunia yang lainnya.
Ditengah gempuran musik K-Pop di kalangan millenial saat ini, musik etnik lokal terasa kian menepi dari telinga anak muda. Dalam mengangkat ketersudutan musil etnik lokal, Seniman dan Budayawan Sumatera Selatan (Sumsel), Ali Goik terus digelorakan alunan musik Batanghari Sembilan.
Dihadapan mahasiswa Modul Nusantara (Modnud) PMM Universitas Sriwijaya sebanyak 23 orang, Seniman Ali Goik memperagakan sekaligus melatih bermain musik dan lirik Batanghari Sembilan dengan petikan gitar tunggal di depan mahasiswa Modnud pada halaman lapangan tembak Jakabaring, Sabtu (21/10).
Ali Goik, yang telah memiliki basic musik, mengembangkan musik Batanghari 9 dengan menggabungkan dan menciptakan berbagai lagu-lagu daerah.
Salah satu tujuannya adalah untuk membawa pesan kepedulian terhadap lingkungan. Pengembangan dan penciptaan berbagai lagu dengan basis irama Batanghari Sembilan ini telah melahirkan lagu-lagu yang mulai akrab di telinga masyarakat Sumatera Selatan, seperti “Pesan Damai Simbur Cahaya.” Lagu-lagu ini tetap berbasis gitar tunggal Batanghari 9.
Selain itu, Seniman Ali Goik juga menciptakan lagu “Tam-Tam Duku” yang mencerminkan ironi hilangnya permainan tradisional akibat popularitas berbagai game online. Lagu ini juga tetap berada dalam genre Batanghari Sembilan. Lagu-lagu lain seperti “Kenceran,” “Jangan Bakar Hutan Kami,” “Tua-tua di Kota Tua,” dan “SMB II” juga diaramakan dengan Batanghari 9.
Ali Goik menekankan bahwa lagu-lagu tersebut, meskipun memiliki lirik yang mengandung pesan-pesan kepedulian terhadap sejarah, sosial-budaya, dan lingkungan Sumatera Selatan, tetap mempertahankan irama dan tuner khas Batanghari 9.
Ini merupakan upaya pribadinya untuk menjaga lestari musik Batanghari 9 dan menjadikannya lebih akrab bagi generasi muda.
Seniman Ali Goik menjelaskan bahwa irama Batanghari 9 mengikuti karakteristik alam Sumatera Selatan, seperti sungai, lembah, bukit, dan pegunungan. Mahasiswa Modnus Unsri sangat antusias mendengarkan berbagai penjelasan dari Seniman Ali Goik, termasuk mengenai struktur, bentuk, isi lirik berpantun, dan instrumen musik.
Dalam akhir kegiatan, Dr. Dedi Irwanto, seorang dosen Modul Nusantara Universitas Sriwijaya, memberikan pesan kepada para mahasiswa untuk melestarikan budaya setempat, termasuk musik etnik, ketika mereka kembali ke daerah asal mereka.
Ia juga memberikan apresiasi tinggi pada upaya Seniman Ali Goik dalam menggali musik tradisional berbasis Batanghari 9 dan meminta pemerintah memberikan perhatian yang tinggi kepada para seniman di Sumatera Selatan.