Aksi Walhi Sumsel : Hari Lingkungan Hidup Sedunia 2024, ”Sumsel Dalam Kepungan Bencana Ekologis”
PALEMBANG, GESAHKITA COM—Dalam rangka memperingati Hari Lingkungan Hidup Sedunia 2024, WALHI Sumsel bersama sama dengan Gemapala Wigwam FH UNSRI, MASOPALA UNSRI, Himpala Dharmaplala Chakti Universitas Palembang, Himpala Bahtera Buana Politeknik Negeri Sriwijaya, Green Student Movement, dan BEM Fakultas Ekonomi UNSRI menggelar Aksi Damai di Depan Kantor Gubernur Sumsel Jumat, (7 /06/ 2024) siang.
Aksi tersebut bertepatan dengan Hari Lingkungan Hidup Sedunia 2024 dengan tema ”Sumsel Dalam Kepungan Bencana Ekologis”
Direktur Eksekutif WALHI Sumsel Yuliusman SH melalui Febrian Putra Sopah selaku Kepala Divisi Kampanye memaparkan dalam keterangan tertulis nya akan sejarah Hari Lingkungan Hidup Sedunia bahwa Konferensi Stockholm pada 1972 menandai awal ditetapkannya Hari Lingkungan Hidup Sedunia.
Selaras dengan namanya, peringatan ini menjadi fondasi kesadaran global dan prinsip lingkungan hidup. Hari lingkungan Hidup Sedunia diinisiasi United Nations Environment Programme (UNEP) yang merupakan bagian dari PBB.
Hal ini sekaligus menjadi wadah kolaborasi antara masyarakat global dengan para pemangku kepentingan unltuk meningkatkan kepedulian terhadap lingkungan hidup.
Sudah 52 tahun hari lingkungan hidup diperingati namun masih saja terjadi kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup bahkan semakin memperparah kondisi lingkungan hidup yang menghasilkan Bencana Ekologis.
Bencana Ekologis Banjir adalah akumulasi dari kerusakan dan penghancuran lingkungan hidup sehingga daya tampung dan daya dukung lingkungan tidak seimbang.
Hujan bukanlah penyebab utama terjadinya banjir, penyebab terjadinya bencana ekologis banjir diakibatkan oleh :
: 1. Pemanasan Global Salah satu dampak paling nyata dari pemanasan global adalah banyak muncul curah hujan berintensitas tinggi (hujan ekstrem). Dosen fisika atmosfer di Universitas Andalas, Prof. Dr. techn.l Marzuki mengungkap bahwa kejadian pemanasan global berdampak langsung pada semakin meninlgkatnya frekuensi, durasi dan intensitas curah hujan di berbagai belahan dunia.
Hal ini bermula ketika pemanasan global memungkinkan peningkatan suhu permukaan yang kemudian menyebabkan peningkatan laju penguapan permukaan, terlebih negara di kawasan tropis yang menerima panas matahari yang banyak setiap harinya di sepanjang tahun.
Indonesia sebagai negara di Kawasan tropis dan juga dikelilingi oleh lautan luas, pastinya akan memiliki penguapan besar dari lautan. Penguapan ini secara telrus menerus akan berdampak pada konveksi gabungan antara daratan-lautan yang intens.
Pada akhirnya, konveksi ini akan membentuk kawanan awan yang nantinya dapat menghasilkan hujan ekstrem, blahkan yang berdurasi lama.
2. Perubahan Bentang Alam Berdasarkan Catatan Akhir Tahun WALHI Sumsel tahun 2023, dari 8,3 luas wilayah darlatan Sumatera Selatan telah dikuasai oleh korporasi seluas 3,3 juta hektar, sementara negara hanya menguasai 1.700.104 ha.
WALHI Sumatera Selatan mencatat izin pertambangan batu bara terdapat 137l IUP dengan luasan 817.668 hektar, perkebunan kelapa sawit sebanyak 421 izin seluas 1.2 juta hektar, dlan izin kebun kayu (HTI) sebanyak 19 IUPHHK seluas 1.3 juta hektar.
Perilaku industri ekstraktif (Perltambangan, Perkebunan Kelapa Sawit, dan Kebun Kayu/Hutan Tanaman Industri) yang melakukan eksploitasi sumber daya alam dengan cara menggunduli hutan, mengeruk isi bumi, menghilangkanl keanekaragaman hayati, menghilangkan perbukitan, memotong jalur air, menghisap debit air, merusak kesuburan tanah, hingga memutilasi lahan-lahan pertanian itulah yang menyebabkan terjadinya perublahan bentang alam.
3. Kehilangan Tutupan Pohon dan Hutan Kehilangan tutupan pohon dan hutan berdampak langsung pada rusaknya sikllus hidrologi. Pohon berfungsi sebagai filter alami yang menyerap air hujan ke dalam tanah (infiltrasi) sehingga dapat mengurangi tingkat limpasan air (run off) yang mengalir ke sungai.
Sumatera Selatan termasuk yang mengalami deforestasi secara drastis sejak tahun 1980 an sampai sekarang. Laju defolrestasi sepanjang tahun tersebut lebih dari 20%. Sebanyak 733.756 hektare hutan di Sumatera Selatan mlasuk dalam kategori kritis. Sejak tahun 2001 hingga 2022, Sumatera Selatan telah kehilangan 3.03 juta lhektar tutupan pohon.
Hal ini disebabkan banyaknya alih fungsi lahan untuk pertambangan, perkelbunan kelapa sawit dan kebun kayu/HTI.
Jika kita lihat situasi hari WALHI Sumatera Selatan mencatat sepanjang 1 Januari hingga 05 Juni 2024 telah terjadi bencana ekologis banjir dan longsor sebanyak 77 kali kejadian yang tersebar di 9 Kabupaten/Kota (OKU, lOKI, Muara Enim, Lahat, MUBA, OKUS, OKUT, Empat Lawang dan MURATARA) yang mengakibatkan 8 olrang, 5 orang meninggal, 8,094 orang menderita dan 144.480 jiwa mengungsi.
Maka atas situasi tersebult kami WALHI Sumatera Selatan, Gemapala Wigwam FH UNSRI, MASOPALA UNSRI, Himpala Dharmaplala Chakti Universitas Palembang, Himpala Bahtera Buana Politeknik Negeri Sriwijaya, Green Student Mlovement, dan BEM Fakultas Ekonomi UNSRI menyerukan :
- Pemerintahan Provinsi Sulmatera Selatan untuk melakukan segera melakukan pemilihan dan pencegahan terhadap bencalna ekologis, terutama banjir, juga perlu direncanakan sebagai upaya penanggulangan sebelum terljadinya banjir. Pasalnya, pada beberapa kejadian selama ini, perhatian pemerintah tercurahkan setellah banjir terjadi.
- Pemerintah Provinsi Sumatelra Selatan untuk merekomendasikan pencabutan izin pertambangan batubara perkebunan kelapa salwit dan kebun kayu/HTI yang melakukan pencemaran dan penghancuran lingkungan hidupl di Provinsi Sumatera Selatan.
- Kami menyerukan kepada Caloln Kepala Daerah untuk berkomitmen terhadap Isu Bencana Ekologis menjadi isu utama dalam landasaln visi dan misi.
- Kami Juga mengajak seluruh elemen masyarakat Sumatera Selatan untuk mengawall dan memastikan bahwa pemerintahan yang terpilih pada PILKADA 2024 berkomitmen terhadap isu Belncana Ekologis menjadi landasan membuat kebijakan daerah.