Sengketa Kepemilikan Tanah di Pasar Cinde: Pertarungan Hukum dan Kebenaran
PALEMBANG, GESAHKITA COM—-Di sudut Pasar Cinde yang ramai, Jalan Jenderal Sudirman, terhampar lahan yang menjadi ajang sengketa panas antara dua pihak yang masing-masing merasa berhak atas tanah tersebut.
Sengketa ini bukan sekadar persoalan kepemilikan tanah, tetapi juga mencerminkan kompleksitas hukum dan hak waris di Indonesia.
Titis Rachmawati, SH MH, kuasa hukum PT Permata Sentra Propertindo, baru saja kembali dari mencopot stiker dan papan pengumuman yang dipasang oleh pihak ahli waris Raden Achmad Nadjamuddin.
“Kami melakukan ini karena papan pengumuman itu menyalahi aturan,” tegas Titis.
Pada Jumat (26/7), timnya merobohkan papan pengumuman di area tanah kosong eks Bioskop Cineplex dan di Pedestrian Sudirman dekat Pos Polisi Pasar Cinde.
Di sisi lain, Hanafi Tanawijaya, SH, kuasa hukum ahli waris Raden Achmad Nadjamuddin, mempertanyakan tindakan Titis yang dianggap merampas hak yang sah dari kliennya.
“Klien kami memiliki hak berdasarkan keputusan pengadilan dan objek masih dalam keadaan Sita Jaminan (conservation beslag) yang belum diangkat,” kata Hanafi dengan nada serius.
Sengketa Panjang yang Membingungkan
Sengketa ini bermula dari keputusan Pengadilan Negeri Klas 1 Palembang yang mengabulkan permohonan ahli waris Raden Achmad Najamuddin untuk melakukan pencocokan batas-batas lahan seluas 8,5 hektar di sekitar Jalan Jenderal Sudirman, Jalan Kol Atmo, dan Jalan Veteran Palembang. Lahan tersebut kini berdiri bangunan ruko yang ramai dikunjungi masyarakat.
Raden Achmad Najamuddin, yang adalah anak dari Raden Mahjub alias Raden Nangling, merasa haknya dilanggar.
Hanafi menjelaskan, “Penempelan stiker dan papan pengumuman tersebut adalah murni inisiatif dari pihak kami dan bukan perintah atau saran dari Pengadilan Negeri Klas IA Palembang.”
Ia menambahkan bahwa tanah tersebut masih dalam Conservatior Beslag/CB no.35/1948 dan berdasarkan berbagai keputusan hukum yang sah.
Namun, Titis Rachmawati membantah klaim tersebut. Menurutnya, pengadilan sudah memutuskan bahwa tanah tersebut milik PT Permata Sentra Propertindo, dan segera akan dilakukan eksekusi berdasarkan putusan nomor 201/Pdt.G/2022/PN.Plg Jo.34/PDT/2023/PT PLG.
“Kami memasang spanduk pengumuman kepemilikan lahan atas nama klien kami setelah mencopot papan pengumuman ahli waris,” ujar Titis.
Dua Sisi, Satu Kebenaran
Hanafi Tanawijaya menegaskan, “Kami harus mengambil langkah tegas untuk mempertahankan hak klien kami.” Ia mengungkapkan bahwa ahli waris memiliki bukti kuat, termasuk surat dari Direktorat Agraria yang meminta walikota dan kepala BPN kota Palembang agar tidak membalikkan nama atau menerbitkan sertifikat di atas lahan tersebut.
Sebaliknya, Titis menyatakan bahwa kepemilikan tanah sudah dinyatakan sah oleh pengadilan dan akan terus melakukan pencopotan papan pengumuman dan stiker jika diperlukan.
“Kami akan menyurati pengadilan untuk menanyakan alasan konstatering dilakukan tanpa sosialisasi kepada pemilik lahan atau bangunan ruko di sekitar Pasar Cinde,” tambahnya.
Dampak Terhadap Masyarakat
Di tengah perselisihan ini, masyarakat sekitar Pasar Cinde merasa resah. Pemilik ruko khawatir dengan ketidakpastian hukum dan tindakan sepihak yang terjadi di sekitar mereka.
“Kami hanya ingin kejelasan,” ungkap salah satu pemilik ruko yang enggan disebut namanya.
Sengketa kepemilikan tanah ini tidak hanya mencerminkan konflik antara dua pihak tetapi juga menyoroti pentingnya transparansi dan kepastian hukum di Indonesia. Di satu sisi, ahli waris merasa hak mereka dilindungi oleh hukum, sementara di sisi lain, PT Permata Sentra Propertindo merasa memiliki landasan hukum yang kuat.
Bagaimana pun hasil akhirnya, sengketa ini menunjukkan bahwa hak kepemilikan tanah adalah masalah yang sangat sensitif dan memerlukan pendekatan yang hati-hati serta adil.
Bagi masyarakat sekitar Pasar Cinde, mereka hanya berharap sengketa ini segera berakhir, sehingga mereka dapat kembali menjalani kehidupan tanpa ketidakpastian hukum yang terus menghantui.