Berita hari ini, Situs terpercaya dan terupdate yang menyajikan informasi kabar harian terbaru dan terkini indonesia.
Indeks
hut ri hut ri selamat menunaikan ibadah puasa grand fondo
News  

Asia Tenggara dalam Dunia Multipolar: Menghadapi Tantangan dan Peluang 

Asia Tenggara dalam Dunia Multipolar: Menghadapi Tantangan dan Peluang

JAKARTA, GESAHKITA COM—–Asia Tenggara berada di momen krusial saat struktur kekuatan global bergeser dari unipolaritas ke multipolaritas, didorong oleh kebangkitan Tiongkok, kebangkitan Rusia, dan pengaruh India yang semakin besar.

Amerika Serikat tetap menjadi pemain kunci, tetapi dominasinya semakin tertantang, yang mengakibatkan tatanan global yang lebih terfragmentasi dan kompetitif.

Asia Tenggara, yang secara strategis terletak di antara kekuatan-kekuatan internasional, memiliki kepentingan geopolitik dan ekonomi karena jalur-jalur lautnya yang penting dan ekonomi yang dinamis.

Kawasan ini harus menyeimbangkan hubungan-hubungan ini sambil mempertahankan otonomi dan keamanan melalui sentralitas ASEAN. Esai ini membahas tantangan dan prospek Asia Tenggara dalam dunia multipolar, dengan menyoroti persaingan geopolitik, tekanan ekonomi, dan peluang-peluang strategis yang potensial.

Munculnya Tatanan Dunia Multipolar
Munculnya dunia multipolar tengah membentuk kembali tata kelola global. Era pasca-Perang Dingin, yang didominasi oleh Amerika Serikat, telah membuka jalan bagi struktur kekuasaan yang lebih cair.

Kebangkitan ekonomi Tiongkok, kebangkitan militer Rusia, dan meningkatnya keterlibatan India dalam urusan global telah menyebarkan pengaruh ke berbagai aktor. Penyebaran ini mengarah pada sistem internasional yang lebih terfragmentasi di mana aliansi dan kemitraan bergeser tergantung pada kepentingan regional dan global. Bagi Asia Tenggara, tatanan dunia baru ini menghadirkan peluang dan risiko.

Pentingnya geopolitik kawasan ini diperkuat oleh kendalinya atas rute-rute maritim krusial, seperti Selat Malaka, yang dilalui sebagian besar arus perdagangan global. Bobot ekonomi ASEAN, dipadukan dengan pengaruh diplomatiknya, menempatkan Asia Tenggara sebagai pemain penting dalam lanskap global yang terus berkembang ini.

Akan tetapi, mengelola kepentingan-kepentingan yang saling bersaing dari negara-negara besar sambil mempertahankan otonomi regional merupakan tindakan penyeimbangan yang rumit.

Permasalahan yang Dihadapi Asia Tenggara dalam Dunia Multipolar
Salah satu tantangan utama yang dihadapi Asia Tenggara adalah meningkatnya persaingan geopolitik antara Amerika Serikat dan Cina. Persaingan strategis AS-Cina, khususnya di Laut Cina Selatan, memberikan tekanan besar pada negara-negara Asia Tenggara untuk memihak atau mengambil posisi yang bernuansa. Sementara negara-negara seperti Filipina telah mempertahankan hubungan dekat dengan AS, negara-negara lain seperti Kamboja dan Laos telah condong ke Cina karena insentif ekonomi dan politik.

Perbedaan dalam kebijakan luar negeri di antara negara-negara anggota ASEAN ini mengancam akan melemahkan kohesi organisasi dan melemahkan sentralitasnya dalam mengelola urusan regional.

Pengaruh Rusia di Asia Tenggara, meskipun secara historis terbatas, tumbuh terutama melalui kerja sama pertahanan dan perjanjian energi. Perang di Ukraina semakin memperumit peran Rusia di kawasan tersebut, yang memengaruhi ekonomi Asia Tenggara yang bergantung pada energi. Selain itu, perang telah mengganggu pasokan pangan global, yang menyebabkan inflasi dan ketidakstabilan ekonomi. India, sebagai pemain baru lainnya, berupaya memperluas pengaruhnya di Asia Tenggara melalui perdagangan, pertahanan, dan diplomasi digital.

Namun, tindakan penyeimbangan India antara aliansinya dengan Amerika Serikat dalam Quad dan sikapnya yang tidak berpihak menciptakan ketidakpastian tentang kedalaman keterlibatannya di kawasan tersebut.

Asia Tenggara juga menghadapi tekanan ekonomi yang diperburuk oleh perang dagang AS-Tiongkok dan pemutusan rantai pasokan yang diakibatkannya. Karena produksi bergeser dari Tiongkok, negara-negara seperti Vietnam, Indonesia, dan Malaysia telah diuntungkan oleh peningkatan investasi langsung asing (FDI).

Namun, kawasan ini tetap rentan terhadap guncangan ekonomi eksternal, termasuk tekanan inflasi dan meningkatnya beban utang pada periode pascapandemi. Negara-negara yang sangat bergantung pada ekspor sangat rentan terhadap gangguan dalam perdagangan global, yang menyebabkan ketidakstabilan ekonomi.

Lebih jauh lagi, perpecahan internal dalam ASEAN menghambat kemampuan organisasi untuk menghadirkan front persatuan dalam menangani berbagai isu kritis. Berbagai tingkat pembangunan ekonomi, sistem politik, dan prioritas kebijakan luar negeri menciptakan ketidakkonsistenan dalam respons regional dan global blok tersebut. Misalnya, sementara Vietnam dan Filipina bersuara lantang tentang sengketa teritorial mereka dengan Tiongkok, anggota ASEAN lainnya yang memiliki hubungan ekonomi lebih dekat dengan Beijing lebih pendiam.

Kurangnya kohesi ini mengurangi efektivitas ASEAN dalam menangani berbagai isu seperti Laut Cina Selatan dan krisis politik di Myanmar.

Prospek untuk Asia Tenggara
Meskipun menghadapi tantangan ini, Asia Tenggara memiliki prospek yang signifikan untuk berhasil mengarungi kompleksitas dunia multipolar. Sentralitas ASEAN tetap menjadi kunci untuk menjaga otonomi dan stabilitas regional. Dengan bertindak sebagai platform netral untuk dialog antara negara-negara besar, ASEAN dapat memediasi ketegangan dan mendorong kerja sama.

Contoh utama adalah negosiasi yang sedang berlangsung untuk Kode Etik (CoC) di Laut Cina Selatan, yang, jika berhasil, dapat memberikan kerangka kerja untuk menyelesaikan sengketa teritorial dan menjaga perdamaian di kawasan tersebut.

Upaya ASEAN menuju integrasi ekonomi yang lebih dalam, khususnya melalui Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional (RCEP), menawarkan kekuatan penstabil di tengah ketidakpastian global. RCEP, yang mencakup negara-negara anggota ASEAN bersama dengan Cina, Jepang, Korea Selatan, Australia, dan Selandia Baru, adalah perjanjian perdagangan bebas terbesar di dunia. Perjanjian ini meningkatkan ketahanan ekonomi Asia Tenggara dengan mengurangi ketergantungan pada pasar tunggal mana pun dan mendiversifikasi hubungan perdagangan. Diversifikasi ini membantu mengurangi risiko yang terkait dengan ketegangan geopolitik dan gangguan perdagangan.

Selain sentralitas ASEAN, Asia Tenggara dapat memperkuat posisinya di dunia multipolar dengan membangun hubungan dengan kekuatan global yang sedang berkembang seperti India dan Uni Eropa (UE).

Kebijakan Bertindak ke Timur India telah meningkatkan keterlibatannya dengan ASEAN di berbagai bidang seperti teknologi, perdagangan, dan pertahanan. Pengaruh global India yang semakin besar dapat menjadi kekuatan penyeimbang terhadap dominasi Tiongkok di Asia Tenggara.

Demikian pula, strategi Indo-Pasifik UE sejalan dengan tujuan ASEAN untuk mempromosikan keberlanjutan, konektivitas, dan keamanan di kawasan tersebut. Fokus UE pada perubahan iklim dan investasi hijau juga membuka jalan baru untuk kerja sama dalam pembangunan berkelanjutan.

Asia Tenggara juga harus menavigasi keseimbangan yang rumit antara ketergantungan ekonominya pada Tiongkok dan kemitraan keamanannya dengan Amerika Serikat. Strategi lindung nilai, di mana negara-negara menghindari keselarasan penuh dengan satu kekuatan, menjadi lebih umum.

Dengan melibatkan AS dan Tiongkok dalam berbagai bidang seperti perdagangan, investasi, dan keamanan, negara-negara Asia Tenggara dapat mempertahankan otonomi mereka sambil memaksimalkan manfaat dari hubungan dengan berbagai kekuatan global.

Prospek Keamanan dan Pertahanan
Di bidang keamanan, keterlibatan Asia Tenggara dengan kerangka kerja keamanan multilateral baru seperti AUKUS dan Quad membentuk strategi pertahanan kawasan tersebut.

Sementara aliansi ini bertujuan untuk melawan pengaruh Tiongkok di Indo-Pasifik, negara-negara ASEAN bersikap hati-hati dalam merangkulnya sepenuhnya, karena khawatir terseret ke dalam persaingan kekuatan besar.

ASEAN lebih menyukai arsitektur keamanan inklusif yang mempromosikan dialog dan menghormati kedaulatan regional. Tantangan keamanan internal seperti terorisme, pembajakan, dan kejahatan transnasional terus menimbulkan risiko signifikan terhadap stabilitas Asia Tenggara.

Kelompok ekstremis, penangkapan ikan ilegal, dan perdagangan manusia masih marak, sehingga membutuhkan kerja sama regional yang lebih erat. Keamanan maritim, khususnya, merupakan prioritas bagi negara-negara Asia Tenggara, mengingat pentingnya Laut Cina Selatan bagi perdagangan regional dan keamanan ekonomi. Patroli maritim bersama dan inisiatif keamanan, seperti Forum Maritim ASEAN, sangat penting untuk mengatasi masalah ini.

Peluang dalam Dunia Multipolar
Dalam hal peluang ekonomi, Asia Tenggara dapat memperoleh manfaat dari peningkatan konektivitas dan pembangunan infrastruktur. Prakarsa Sabuk dan Jalan (BRI) Tiongkok telah membiayai beberapa proyek infrastruktur besar di kawasan tersebut, menyediakan investasi yang sangat dibutuhkan dalam transportasi, energi, dan logistik.

Namun, kekhawatiran tentang keberlanjutan utang dan pengaruh Tiongkok yang semakin besar telah menyebabkan beberapa negara Asia Tenggara menjajaki prakarsa infrastruktur alternatif.

Kemitraan Jepang untuk Infrastruktur Berkualitas (PQI) dan proyek konektivitas India menawarkan alternatif yang layak yang lebih sesuai dengan kebutuhan regional untuk transparansi dan keberlanjutan lingkungan. Ekonomi digital dan inisiatif hijau Asia Tenggara juga menghadirkan peluang pertumbuhan. Kawasan ini dengan cepat merangkul transformasi digital, didukung oleh perusahaan teknologi global dan peningkatan penetrasi internet.

E-commerce, fintech, dan layanan digital berkembang, menciptakan pasar dan peluang kerja baru. Selain itu, komitmen Asia Tenggara terhadap pembangunan berkelanjutan sejalan dengan upaya global untuk memerangi perubahan iklim.

Investasi dalam energi hijau, infrastruktur ramah lingkungan, dan konservasi lingkungan tidak hanya akan meningkatkan ketahanan kawasan terhadap risiko iklim tetapi juga menarik pembiayaan hijau dari investor internasional.

Kesimpulan
Asia Tenggara merupakan jantung dunia multipolar, di mana kepentingan geopolitik dan tantangan ekonomi menghadirkan peluang sekaligus risiko. Kemampuan kawasan ini untuk menavigasi persaingan geopolitik Amerika Serikat, Tiongkok, Rusia, dan India sambil mempertahankan otonomi regional melalui sentralitas ASEAN sangat penting bagi masa depannya.

Dengan memperkuat peran diplomatik ASEAN, mendiversifikasi kemitraan ekonomi, dan berinvestasi dalam pembangunan berkelanjutan, Asia Tenggara dapat mengamankan tempatnya sebagai pemain kunci di dunia multipolar.

Rekomendasi
1. Memperkuat sentralitas ASEAN dengan mempromosikan persatuan dan kebijakan yang konsisten terhadap isu-isu penting seperti Laut Cina Selatan dan Myanmar.
2. Mendiversifikasi kemitraan ekonomi di luar Tiongkok dan Amerika Serikat untuk mengurangi ketergantungan pada pasar tunggal dan mengurangi risiko geopolitik.
3. Mempromosikan pembangunan berkelanjutan melalui investasi dalam energi hijau, infrastruktur, dan transformasi digital untuk meningkatkan ketahanan regional dan menarik investasi global.

4. Membina kerangka kerja keamanan inklusif yang menekankan dialog dan penghormatan terhadap kedaulatan regional sambil mengatasi tantangan keamanan internal seperti terorisme dan keamanan maritim.

Pendapat yang dikemukakan dalam artikel ini adalah milik penulis sendiri.

Simon Hutagalung adalah diplomat pensiunan dari Kementerian Luar Negeri Indonesia dan meraih gelar master dalam ilmu politik dan politik komparatif dari City University of New York. Pendapat yang diungkapkan dalam artikelnya adalah pendapat pribadinya.

Eurosia alih bahasa gesahkita