“Pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Tanjung Carat Mengancam
Lingkungan Hidup dan Masyarakat Pesisir”
Kritik WALHI Sumsel pada Debat Cagub Cawagub Sumsel 2024
PALEMBANG, GESAHKITA COM– Dalam debat calon gubernur Sumatera Selatan yang dilaksanakan pada 28 Oktober 2024, seluruh kandidat membahas rencana pembangunan pelabuhan Tanjung Carat. Sehubungan dengan hal ini, WALHI Sumatera Selatan merasa perlu menyoroti dampak signifikan dari proyek tersebut terhadap lingkungan hidup dan kesejahteraan masyarakat pesisir.
Begitu diungkapkan Direktur Walhi Sumsel, Yuliusman SH melalui Kadiv Kampanye WALHI Sumsel Febrian Putra Sopah diterima redaksi gesahkita.com secara tertulis pada 29 Oktober 2024 dalam mengawali sorotan nya kali ini.
Lanjutnya, dalam era kepemimpinan Jokowi, proyek Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) mendapat dorongan besar melalui kebijakan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
(RZWP3K).
Kebijakan ini mengatur pembangunan KEK dan Kawasan Perhatian Investasi (KPI) di pesisir seluruh Indonesia, membuka wilayah tersebut untuk investasi skala besar yang berdampak besar bagi masyarakat lokal.
“Kawasan Ekonomi Khusus seperti KEK Tanjung Carat Sumatera Selatan adalah contoh nyata di mana pembangunan mengorbankan lingkungan serta kehidupan masyarakat pesisir dan
nelayan”, tulisnya.
Lebih lanjut dijelaskannya juga bahwa Kawasan ini mengancam keberadaan Hutan Bakau dan Taman Nasional Sembilang yang kaya akan biodiversitas, termasuk habitat burung migran dari Siberia dan Rusia, yang datang setiap tahun dari September hingga November.
Masih dalam keterangan tertulis Walhi Sumsel yang menyampaikan 6 (Enam) dampak Ekologis dan Sosial dari Proyek Reklamasi Tanjung Carat yakni:
1. Kerusakan Ekosistem Mangrove
Hutan bakau adalah benteng alami pantai terhadap abrasi dan bencana seperti tsunami. Kehadirannya sangat penting untuk ekosistem pesisir dan keanekaragaman hayati. Pembangunan KEK berisiko mengurangi luasan hutan bakau, menurunkan kualitas biofisik wilayah pesisir, dan mempercepat erosi pantai.
2. Dampak Reklamasi Pantai Tanjung
Carat Rencana reklamasi di Tanjung Carat akan mengeruk pasir laut untuk pematangan lahan, menyebabkan sedimentasi di sungai sekitar dan perubahan arus laut yang akan
mengganggu lalu lintas perikanan. Nelayan lokal, yang sebagian besar mengandalkan jaring, pancing, dan bagan, akan terkena dampak buruk dari perubahan lingkungan laut.
3. Potensi Bencana Ekologis
Proyek ini meningkatkan risiko banjir dan rob (banjir akibat genangan air laut) akibat perubahan hidrologi serta aliran sungai di area pesisir. Ekosistem perairan, yang rentan terhadap perubahan, akan mengalami ketidakseimbangan ekologis,
membahayakan habitat ikan, burung, dan spesies lainnya.
4. Hilangnya Sumber Mata Pencaharian Nelayan
KEK ini akan berdampak pada 12 desa di sekitar proyek, dengan mayoritas
masyarakatnya menggantungkan hidup pada hasil laut. Penggerusan dan eksploitasi alam ini secara langsung merugikan mata pencaharian nelayan, merampas hak atas ruang hidup mereka, dan menempatkan komunitas pesisir dalam krisis ekonomi.
Krisis Iklim dan Ekosistem Global
Proyek reklamasi mengancam wilayah lindung dan mempercepat laju perubahan iklim dengan menghilangkan bakau sebagai penyimpan karbon. Hutan mangrove berfungsi penting dalam penyimpanan karbon jangka panjang yang dapat membantu mencegah pemanasan global.
6. Penyempitan Ruang bagi Masyarakat Adat dan Tradisional
Pemberian izin pembangunan di area pesisir juga mengabaikan hak-hak masyarakat adat dan nelayan tradisional. Mereka yang telah lama menjaga ekosistem laut kini
terancam oleh proyek yang hanya menguntungkan pihak investor, bukan masyarakat.
Pembangunan Pelabuhan Tanjung Carat bukanlah untuk kemakmuran rakyat, melainkan untuk melayani kepentingan investasi semata.
“Mari kita lawan perampasan ruang hidup masyarakat pesisir dan lindungi hutan bakau, ekosistem laut, serta sumber daya alam bagi masa depan kita”, seru Febrian Putra Sopah lagi.
Lalu menegaskan, “Organisasi Lingkungan Hidup, WALHI Sumsel memiliki hak untuk membela
alam dan melawan kebijakan yang tidak berpihak pada kesejahteraan rakyat”.
Kemudian atas dasar permasalahan tersebut maka, WALHI Sumsel mendesak :
1. Penghentian Reklamasi di Kawasan Pesisir – Kegiatan reklamasi yang merusak hutan mangrove dan ekosistem laut harus dihentikan, karena kawasan ini adalah wilayah penting untuk menjaga keseimbangan ekosistem serta mengurangi risiko bencana alam seperti abrasi dan banjir.
2. Mewujudkan Pembangunan yang
Berkelanjutan dan Berkeadilan –
Pembangunan di kawasan pesisir Sumatera Selatan harus memprioritaskan aspek keberlanjutan dan keadilan lingkungan. Pemerintah harus mendorong alternatif pembangunan yang mendukung ekosistem lokal tanpa merusak keseimbangan alam dan mata pencaharian masyarakat.
3. Transparansi Proses Pembangunan dan Keterbukaan Informasi Publik – WALHI Sumatera Selatan menuntut keterbukaan informasi mengenai rencana dan pelaksanaan proyek KEK serta pelabuhan Tanjung Carat, agar masyarakat memiliki hak untuk mengetahui dan mengawasi proses yang berjalan sesuai dengan undang undang.
“Dengan tuntutan ini, WALHI Sumatera Selatan berharap pemerintah, para kandidat gubernur, dan seluruh pemangku kepentingan dapat menunjukkan komitmen nyata dalam menjaga lingkungan hidup dan keadilan bagi masyarakat pesisir”, tutup Febrian Putra Sopah Kadiv Kampanye WALHI Sumsel.
Editor : Arjeli Sy Jr