PALEMBANG,GESAHKITA.COM – Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di Indonesia termasuk di kota Palembang tentunya meninggalkan banyak cerita baik itu hal yang positif ataupun negatif.
Seperti Pilkada dikota dari jumlah 1,2 Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang ada hanya sekitar 700 ribuan masyarakat yang menggunakan hak pilihnya sangat berbeda dengan Pemilihan Presiden (Pilpres) lalu yang terdapat 900 ribuan konstituen yang menggunakan hak pilihnya.
Tentu saja hal ini banyak mendapat perhatian dari banyak pihak termasuk pemerhati politik Sumatera Selatan Suparman Romans, yang mengatakan merasa miris dengan kondisi pada Pilkada Palembang tahun 2024
” Jika melihat hasil pada Pilkada Palembang tentunya kita akan menemukan beberapa fakta yang cukup mengejutkan, terutama menyoal penurunan jumlah konstituen yang menggunakan hak pilihnya dibandingkan pada saat Pilpres dan Pileg lalu “, kata Suparman Romans, Rabu (18/12/2024)
Dilanjutkannya, Ada beberapa faktor yang menyebabkan penurunan hal tersebut, terutama mengenai isu money politik (Politik Uang).
Menurut Suparman Romans, masyarakat Indonesia termasuk kota Palembang belum mampu sepenuhnya membedakan antara ongkos politik dan politik uang yang pada hakikatnya sangat jauh berbeda.
Dalam pengamatannya kurangnya edukasi dan evaluasi dari pihak penyelenggara terhadap hal ini menjadikan budaya yang mengakar rumput di masyarakat.
” Pastinya kita tidak dapat menyalahkan sepenuhnya kepada masyarakat terkait budaya politik uang di kala pemilu, karena memang evaluasi dan edukasi dari pihak penyelenggara memang masih dirasakan sangat minim “, ungkap Suparman Romans
Ditambahkannya (Suparman Romans), Tidak hanya menyoal evaluasi dan edukasi yang kurang bahkan menyoal permasalahan hukum terkait politik uang jarang sekali di proses secara hukum, karena hanya sebatas sengketa politik di Mahkamah Konstitusi, dan meskipun ada proses hukum hanya berdasarkan beberapa spesifikasi.
Tidak segan – segan Suparman Romans juga mengatakan meskipun masyarakat mulai dewasa dalam memandang politik, namun masih dibutuhkan waktu panjang untuk dewasa seutuhnya.
” Harus diakui meskipun masyarakat mulai dewasa dalam memandang politik, namun masih dibutuhkan waktu dan proses panjang untuk menjadikan masyarakat kita sadar sepenuhnya bahwa ada ancaman ataupun degradasi demokrasi dari tindakan money politik yang berpengaruh pada kehidupan bernegara dan bangsa Indonesia itu sendiri”, tegasnya
Menutup perbicangannya Suparman Roman mengajak semua pihak terutama pihak penyelenggara untuk lebih aktif memberikan edukasi terhadap masyarakat, tidak hanya menunggu penyelenggaraan kontestasi Pemilu.
” Pemilu merupakan rule (garis) panjang kehidupan bangsa Indonesia bagian terpenting dari sistim demokrasi yang kita yakini hal tepat bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), Jadilah mari bersama – sama kita belajar dewasa dalam berpolitik terutama bagi pihak penyelenggara yang harus lebih aktif memberikan edukasi kepada masyarakat jangan hanya menunggu mendekati kontestasi Pemilihan Umum (Pemilu)”, tandas Suparman Romans (Irfan)