Diduga “Abai” Tanggungjawab, Pendapatan Daerah Tidak Maksimal, Temuan BPK TH 2022 Pada BPKPD Kabupaten Pasuruan Berlanjut Di TH 2023
GESAHKITA.COM, PASURUAN—-BPK Perwakilan Jatim dalam laporan yang diterbitkan Mei 2024 diperoleh media ini menemukan sejumlah persoalan laporan kinerja Pemkab Pasuruan.
BPK menjelaskan, Hasil Pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Kabupaten Pasuruan Tahun 2023 mengungkapkan permasalahan-permasalahan terkait Sistem Pengendalian Intern dan Kepatuhan terhadap Ketentuan Peraturan Perundang-undangan sebanyak 15 temuan pemeriksaan, dengan rincian sebagai berikut.
PENDAPATAN DAERAH
1. Pengelolaan Pendapatan Pajak Daerah Belum Tertib Laporan Keuangan Pemerintah Kabupaten Pasuruan Tahun 2023 menyajikan realisasi Pendapatan Pajak sebesar Rp 503.302.286.143,93 atau 105,92% dari anggaran sebesar Rp 475.177.777.777,00.
Menurut BPK, Pendapatan Pajak tersebut didapatkan dari sepuluh jenis pajak dengan anggaran dan realisasi seperti dimuat pada tabel berikut. Berdasarkan LHP BPK atas Sistem Pengendalian Intern dan Kepatuhan Terhadap Ketentuan Peraturan Perundang-undangan Nomor 52.B/LHP/XVIII.SBY/05/2023 tanggal 22 Mei 2023 mengungkap adanya temuan pada Badan Pengelolaan Keuangan dan Pendapatan Daerah (BPKPD) yang belum menerapkan pengenaan nilai perolehan objek pajak tidak kena pajak untuk bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) sesuai ketentuan.
Atas permasalahan tersebut, BPK merekomendasikan Bupati Pasuruan agar memerintahkan Kepala BPKPD untuk menetapkan dan memungut kekurangan BPHTB sebesar Rp 501.000.000,00 kepada masing-masing WP.
Hasil pemantauan tindak lanjut atas rekomendasi s.d. Semester II Tahun 2023 menunjukkan bahwa Bupati Pasuruan telah menginstruksikan Kepala BPKPD perihal penyelesaian tindak lanjut hasil pemeriksaan BPK atas LKPD Pemerintah Kabupaten Pasuruan TA 2022.
Tindak lanjut tersebut belum sesuai rekomendasi karena belum dilengkapi dengan Surat Ketetapan kekurangan BPHTB dan bukti pungut ke masing-masing WP.
Hasil pemeriksaan atas pengelolaan pajak daerah Tahun 2023 menunjukkan masih terdapat permasalahan pengelolaan pajak daerah Pemerintah Kabupaten Pasuruan yang belum tertib dengan uraian sebagai berikut.
A. Terdapat perbedaan nilai NJOP antara Keputusan Bupati dengan aplikasi open tax dalam perhitungan PBB-P2 Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) adalah pajak atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.
Dasar pengenaan PBB-P2 ditetapkan berdasarkan Keputusan Bupati Pasuruan Nomor 030/1140/HK/424.013/2022 tanggal 22 Desember 2022 tentang Nilai Jual Objek Pajak Sebagai Dasar Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan di Wilayah Kabupaten Pasuruan Tahun 2023.
Penatausahaan PBB-P2 dilaksanakan pada Bidang Pendataan, Penetapan dan Pelaporan Pendapatan (P3) BPKPD Kabupaten Pasuruan dengan memanfaatkan aplikasi open tax. Open tax adalah aplikasi yang digunakan untuk pendataan, penetapan dan pelaporan PBB-P2 di Kabupaten Pasuruan. Open tax menyimpan database PBB- P2 dan BPHTB Kabupaten Pasuruan.
Penentuan besaran PBB-P2 yang dituangkan dalam Suat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) PBB-P2 Cetak massal, selama ini didasarkan pada NJOP hasil konversi dari Nilai Indeks Rata-Rata (NIR) yaitu nilai pasar rata-rata yang dapat mewakili nilai tanah dalam suatu Zona Nilai Tanah (ZNT) berdasarkan aplikasi open tax.
Pemakaian NJOP berdasarkan aplikasi open tax tidak ditetapkan secara khusus melalui ketetapan kepala daerah.
Dari hasil pengujian secara uji petik atas 141 SPPT PBB P2 Tahun 2023 pada ZNT yang berbeda di 69 desa menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antara hasil perhitungan PBB-P2 pada aplikasi open tax dibandingkan dengan simulasi perhitungan PBB-P2 secara manual sesuai daftar dalam Lampiran Keputusan Bupati Pasuruan Nomor 030/1140/HK/424.013/2022.
Hasil pengujian menunjukkan terdapat angka penetapan nilai NJOP dalam aplikasi open tax menjadi lebih rendah dibandingkan Lampiran Keputusan Bupati sebesar Rp 265.755.501,00.
Di sisi lain, terdapat nilai NJOP dalam aplikasi open tax yang lebih tinggi dibandingkan Lampiran Keputusan Bupati sebesar Rp 6.742.243,00.
Rincian dimuat pada Lampiran Kepala Bidang P3 BPKPD menjelaskan bahwa perbedaan tersebut disebabkan karena adanya perbedaan kelas tanah pada aplikasi Open Tax dan di Keputusan Bupati Pasuruan Nomor 030/1140/HK/424.013/2022 sebagai dasar pengenaan PBB-P2 di wilayah Kabupaten Pasuruan Tahun 2023 pada ZNT yang sama.
Contohnya Desa Dawuh Kecamatan Purwodadi yang termasuk ZNT CJ memiliki NIR Rp 335.000,00 di aplikasi memiliki kelas tanah 072 dengan NJOP sebesar Rp 321.500,00.
Sedangkan pada Keputusan Bupati Pasuruan Nomor 030/1140/HK/424.013/2022 Desa Dawuh Kecamatan Purwodadi ZNT CJ memiliki kelas tanah 071 dengan NJOP sebesar Rp 348.500,00.
B. Pemungut terlambat menyetorkan hasil pemungutan PBB-P2 ke Kas Daerah Pemungutan PBB-P2 dilakukan oleh Unit Pelaksana Teknis (UPT) BPKPD dan kecamatan. Pemungutan PBB-P2 dengan nilai di atas Rp 500.000,00 dilakukan oleh UPT BPKPD, sedangkan pemungutan PBB-P2 sampai dengan Rp 500.000,00 dilakukan oleh kecamatan.
Mekanisme pemungutan yang melalui kecamatan tertuang dalam Peraturan Bupati Nomor 43 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan.
Kepala Bidang P3 BPKPD Kabupaten Pasuruan menjelaskan mekanisme pemungutan PBB P2 Tahun 2023 adalah sebagai berikut:
1) bidang P3 BPKPD menyampaikan SPPT ke kecamatan;
2) kecamatan menyampaikan SPPT ke perangkat desa;
3) perangkat desa menyampaikan SPPT ke masyarakat;
4) masyarakat membayar PBB-P2 melalui transfer langsung ke kas daerah maupun secara tunai melalui perangkat desa;
5) jika membayar melalui perangkat desa, maka pembayaran belum diakui lunas jika belum diinput oleh inputer open tax di kecamatan;
6) kecamatan mempunyai waktu dua hari untuk menyetor ke Bank Jatim, jika lewat maka kecamatan tidak dapat menginput lagi di open tax.
Berdasarkan konfirmasi ke desa secara uji petik melalui aplikasi google form pada 257 desa diketahui bahwa per 31 Desember 2023 masih terdapat uang tunai yang telah dipungut oleh perangkat desa dari WP namun belum disetor ke kecamatan maupun ke kas daerah sebesar Rp 69.826.535,00.
Uang tunai tersebut merupakan hasil pemungutan PBB-P2 di desa Lorokan, Glanggang, Gajah Bendo, Sidowayah, Pagak dan Bulukandang tanggal 1 s.d. 29 Desember 2023 atau melebihi batas waktu penyetoran ke kecamatan dan kas daerah. Dari jumlah tersebut, pada tahun 2024 telah disetorkan seluruhnya kas daerah.
C. Terdapat NPOPTKP BPHTB diberikan lebih dari sekali pada WP yang sama Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah pajak atas perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan yang pengenaannya dilakukan dengan sistem self assessment.
Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Pasuruan Nomor 2 Tahun 2011 sebagaimana diubah terakhir dengan Peraturan Daerah Kabupaten Pasuruan Nomor 1 Tahun 2018 tentang Pajak Daerah, pengenaan BPHTB didasarkan pada nilai perolehan objek pajak (NPOP).
Besaran pokok BPHTB yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan dasar pengenaan pajak setelah dikurangi nilai perolehan objek pajak tidak kena pajak (NPOPTKP). NPOPTKP untuk BPHTB dari transaksi jual beli adalah sebesar Rp 60.000.000,00 untuk setiap WP. Adapun NPOPTKP untuk perolehan hak karena waris atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk suami/ istri, adalah sebesar Rp 300.000.000,00 untuk setiap WP.
Hasil pemeriksaan atas realisasi BPHTB Tahun 2023 dan data pada aplikasi open tax, diketahui bahwa jumlah transaksi BPHTB selama tahun 2023 adalah sebanyak 5.590 transaksi.
Dari jumlah tersebut, terdapat 432 transaksi yang diberikan NPOPTKP lebih dari satu kali atas WP yang sama.
Transaksi tersebut terdapat pada 29 WP dengan NPOP sebesar Rp 9.300.000.000,00. BPHTB yang kurang pungut atas NPOPTKP yang lebih dari satu kali adalah Rp 318.000.000,00 = (Rp 9.300.000.000,00-Rp 2.940.000.000,00) x 5%.
Rincian dimuat pada Lampiran 2.
D. Tindak lanjut atas data pelaporan SPTPD WP yang tidak sesuai dengan data Sinkron Box kurang optimal Dalam rangka optimalisasi pemungutan pajak daerah, khususnya terhadap jenis pajak yang dilaksanakan melalui penghitungan dan pembayaran pajak secara mandiri oleh WP (self assessment),
Bidang Pengendalian, Penagihan dan Pengembangan Pendapatan (P4) BPKPD Kabupaten Pasuruan sampai dengan Tahun 2023 telah memasang sebanyak 260 Sinkron Box pada WP hotel, restoran, parkir, dan tempat hiburan. Sinkron Box digunakan sebagai alat pemantauan potensi pajak dan sebagai pembanding terhadap data pajak pada Surat Pemberitahuan Tagihan Pajak Daerah (SPTPD) yang disampaikan oleh WP setiap bulannya.
Dari perbandingan data Sinkron Box dan SPTPD pada 260 WP diketahui terdapat 105 WP melaporkan pajak dalam SPTPD yang tidak sesuai dengan data Sinkron Box dengan selisih kurang atau lebih dari 5%. Atas kondisi tersebut Bidang P4 BPKPD telah melakukan pemanggilan/klarifikasi terhadap 79 WP dan melakukan pemeriksaan pada satu WP.
Atas hasil pemeriksaan oleh Pemeriksa Pajak pada satu WP (KQ5) diketahui terdapat kurang setor Pajak Restoran sebesar Rp 296.340.321,62 dan telah ditindaklanjuti dengan Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar (SKPDKB).
Namun demikian, terhadap 24 WP lainnya yang melaporkan pajak dalam SPTPD yang tidak sesuai dengan data Sinkron Box belum diproses lebih lanjut.
E. Dasar perhitungan Pajak Air Tanah belum seluruhnya didasarkan pada volume riil air tanah yang diambil dan/ atau dimanfaatkan Pajak Air Tanah adalah pajak atas pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah. Air Tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di bawah permukaan tanah.
Dasar pengenaan Pajak Air Tanah adalah nilai perolehan air tanah yang dihitung dengan mempertimbangkan jenis sumber air, lokasi sumber air, tujuan pengambilan dan/atau pemanfaatan air, volume air yang diambil dan/atau dimanfaatkan, kualitas air, dan tingkat kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh pengambilan dan/atau pemanfaatan air.
Jumlah WP air tanah di Kabupaten Pasuruan berdasarkan data aplikasi smart report adalah sebanyak 1.424 WP dan tidak semua WP air tanah di wilayah Kabupaten Pasuruan memiliki Surat Izin Pengusahaan Air Tanah (SIPA).
Hasil pemeriksaan data pada aplikasi smart report dan wawancara dengan Kepala UPT 1 dan UPT 2 BPKPD Kabupaten Pasuruan diketahui bahwa berdasarkan hasil identifikasi pelaporan pajak air tanah di aplikasi smart report diketahui terdapat 732 WP yang nilai pajak air tanah dalam SPTPD-nya tetap dari Januari s.d. Desember 2023. Pemeriksaan lebih lanjut atas data pajak air tanah yang nilainya tetap tersebut antara lain pada 90 WP yang telah memiliki SIPA untuk keperluan niaga. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa sebanyak 73 WP tidak memasang meter air pada pipa keluar (outlet) sumur bor/gali sesuai ketentuan (Lampiran 3), dan 17 WP lainnya memiliki meter air dalam kondisi rusak (Lampiran 4).
Menurut penjelasan Kepala UPT 1 BPKPD, para pengusaha tidak memasang meter pada pipa keluar (outlet) sumur bor/gali karena khawatir harga jual tidak dapat bersaing dengan pengusaha lain yang menggunakan air permukaan.
Atas 73 WP yang tidak memasang meter air, perhitungan volume pengambilan air sebagai dasar pengenaan pajak atas WP yang belum menggunakan meter adalah dengan menghitung diameter pipa air kali 3,6 kali jam pemakaian per hari kali 30.
Adapun terhadap 17 WP yang kondisi meter air dalam keadaan rusak, perhitungan pajaknya dilakukan secara taksasi berdasarkan SPPT bulan sebelumnya.
BPKPD belum mempunyai pedoman yang baku dalam melakukan taksasi atas perhitungan WP yang tidak menggunakan meter air. F. Sanksi terhadap WP yang terlambat maupun yang tidak melaporkan SPTPD belum diterapkan WP memenuhi kewajiban perpajakan sendiri (self assessment) menggunakan SPTPD, SKPDKB, dan/ atau SKPDKBT.
Jenis pajak self assessment terdiri dari Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan, Pajak Parkir, dan BPHTB. Berdasarkan data pada aplikasi pengelolaan pendapatan Non PBB-P2 (aplikasi smart report) Tahun 2023 diketahui bahwa terdapat WP yang terlambat atau tidak menyampaikan SPTPD. Rincian dimuat pada Lampiran 5 s.d Lampiran 7.
Atas WP yang terlambat/ tidak menyampaikan SPTPD Pemerintah Kabupaten Pasuruan belum mengenakan sanksi. Sesuai ketentuan, dalam hal wajib pajak terlambat melaporkan SPTPD sesuai batas waktunya maka dapat dikenakan sanksi berupa denda dan WP yang tidak mengisi SPTPD yang seharusnya dilakukannya dan telah diberikan surat teguran, maka dapat diterbitkan SKPDKB secara jabatan ditambah pengenaan sanksi administratif berupa bunga.
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan :
A. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah pada:
1) Pasal 40: a) ayat (1) menyatakan bahwa “dasar pengenaan PBB-P2 adalah NJOP”; b. ayat (2) menyatakan bahwa “NJOP sebagaimana dimaksud ayat (1) ditetapkan berdasarkan proses penilaian PBB-P2; c. ayat (4) menyatakan bahwa “dalam hal wajib pajak memiliki atau menguasai lebih dari satu objek PBB-P2 di satu wilayah kabupaten/kota, NJOP tidak kena pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) hanya diberikan atas salah satu objek PBB-P2 untuk setiap Tahun Pajak”; d ayat (7) menyatakan bahwa besaran NJOP ditetapkan oleh Kepala Daerah 2) Pasal 42 menyatakan bahwa “besaran pokok PBB-P2 yang terutang dihitung dengan cara mengalikan dasar pengenaan PBB-P2 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (5) dengan tarif PBB-P2 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (3)”.
B. Peraturan Daerah Kabupaten Pasuruan Nomor 2 Tahun 2011 sebagaimana diubah terakhir dengan Peraturan Daerah Kabupaten Pasuruan Nomor 1 Tahun 2018 tentang Pajak Daerah, pada:
1) Pasal 62 ayat (2) menyatakan bahwa “nilai perolehan air tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan dalam rupiah yang dihitung dengan mempertimbangkan sebagian atau seluruh faktor-faktor berikut: a) huruf a. jenis sumber air; b) huruf b. lokasi sumber air; c) huruf c. tujuan pengambilan dan/ atau pemanfaatan air; d) huruf d. volume air yang diambil dan/ atau dimanfaatkan; e) huruf e. kualitas air; dan f) huruf f. tingkat kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh pengambilan dan/ atau pemanfaatan air”.
2) Pasal 87, terkait dasar pengenaan, tarif, dan cara perhitungan pajak BPHTB: a) ayat (3) menyatakan bahwa “jika Nilai Perolehan Objek Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a sampai dengan huruf n tidak diketahui atau lebih rendah daripada NJOP yang digunakan dalam pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan pada tahun terjadinya perolehan, dasar pengenaan yang dipakai adalah NJOP Pajak Bumi dan Bangunan”; b) ayat (7) menyatakan bahwa “besarnya nilai perolehan objek pajak tidak kena pajak ditetapkan sebesar Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) untuk setiap WP”; c) ayat (8) menyatakan bahwa “besarnya nilai perolehan objek pajak tidak kena pajak untuk perolehan hak karena waris atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk suami/ istri, ditetapkan sebesar Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah)”.
3) Pasal 97 a) ayat (1), menyatakan bahwa “dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya pajak, Kepala Daerah dapat menerbitkan:
a. SKPDKB dalam hal: angka 2) jika SPTPD tidak disampaikan kepada Kepala Daerah dalam jangka waktu tertentu dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam surat teguran; dan angka 3) jika kewajiban mengisi SPTPD tidak dipenuhi, pajak yang terutang dihitung secara jabatan”.
b. ayat (2) menyatakan bahwa “jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPDKB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 1) dan angka 2) dikenakan sanksi administratif berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak”;
c. ayat (5) menyatakan bahwa “jumlah pajak yang terutang dalam SKPDKB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 3) dikenakan sanksi administratif berupa kenaikan sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari pokok pajak ditambah sanksi administratif berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak”.
C. Peraturan Bupati Pasuruan Nomor 43 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan
a) Pasal 11 ayat (2) huruf c yang menyatakan bahwa “tanggal jatuh tempo pelunasan PBB-P2 ditetapkan 6 (enam) bulan setelah penerbitan SPPT”.
b) Pasal 18: 1) ayat (1) menyatakan bahwa “penagihan dilaksanakan melalui penetapan surat tagihan pajak daerah (STPD) PBB-P2 dan surat ketetapan pajak daerah kurang bayar (SKPDKB) PBB/atau surat ketetapan pajak daerah kurang bayar tambahan (SKPDKBT) PBB-P2”.
2) ayat (2) menyatakan bahwa “STPD, SKPDKB dan/atau SKPDKBT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diikuti dengan Surat Teguran dan/atau Surat Paksa”.
3) ayat (3) menyatakan bahwa “sebelum surat teguran diberikan, dilakukan upaya persuasif selama satu bulan setelah jatuh tempo”.
4) ayat (4) menyatakan bahwa “surat teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberikan 7 (tujuh) hari setelah dilakukan upaya persuasif”.
5) ayat (5) menyatakan bahwa “surat paksa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan berdasarkan peraturan perundang-undangan”.
D. Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor 291.K/GL.01/MEM.G/2023 tentang Standar Penyelenggaraan Persetujuan Penggunaan Air Tanah huruf D. kewajiban pemegang persetujuan penggunaan air tanah menyatakan bahwa “pemegang persetujuan penggunaan air tanah wajib mematuhi ketentuan yang tercantum dalam persetujuan penggunaan air tanah antara lain:
1) memasang meter air pada pipa keluar (outlet) sumur bor/gali;
2) membangun sumur resapan/imbuhan Air Tanah sesuai dengan pedoman yang diterbitkan oleh Badan Geologi; dan
3) memberikan akses kepada PATGTL dan instansi terkait lainnya untuk melakukan pengecekan terhadap sumur bor/gali yang digunakan”.
Kondisi tersebut mengakibatkan :
A. Pendapatan PBB-P2 kurang dipungut sebesar Rp 265.755.501,00 dan lebih pungut sebesar Rp 6.742.243,00 atas kesalahan penggunaan NJOP yang tidak sesuai dengan yang ditetapkan kepala daerah dan risiko terjadi penyalahgunaan atas Pendapatan PBB-P2 yang tidak segera disetorkan sesuai mekanisme yang ditentukan;
B. Pendapatan BPHTB kurang dipungut atas pengenaan NPOPTKP yang diberikan lebih dari sekali pada WP yang sama sebesar Rp 318.000.000,00;
C. Informasi dalam pelaporan pajak berpotensi tidak sesuai dengan kondisi yang sebenarnya;
D. Penerimaan Pajak Air Tanah belum seluruhnya mencerminkan potensi yang lebih riil; E. Risiko kehilangan pendapatan atas tidak diterapkannya sanksi maupun SKPDKB terhadap WP yang terlambat dan tidak melaporkan SPTPD.
Kondisi tersebut disebabkan Kepala BPKAD Kabupaten Pasuruan kurang optimal atas penggunaan data NJOP dalam perhitungan PBB-P2 maupun BPHTB, pengendalian penyetoran PBB-P2, pengawasan dan pemeriksaan pajak, penetapan melalui taksasi atas pajak air tanah, serta penerapan sanksi atas keterlambatan maupun ketidakpatuhan penyampaian SPTPD.
Atas permasalahan tersebut, Pemerintah Kabupaten Pasuruan melalui Kepala BPKPD Kabupaten Pasuruan menyatakan sependapat dengan substansi temuan dengan penjelasan sebagai berikut:
A. Terkait perbedaan nilai NJOP antara aplikasi open tax dengan lampiran SK bupati disebabkan karena kesalahan pengkodean pada saat ekspor data untuk lampiran SK bupati tentang penetapan NJOP berdasarkan kelas tanah/bumi.
Dalam kategori nilai jual bumi per meter persegi untuk setiap kelas tanah/bumi, batas bawah penggolongan nilai jual bumi per meter tidak tercantum tanda “>” (lebih besar dari), sementara dalam lampiran SK bupati, dalam kategori nilai jual bumi per meter persegi untuk batas bawah per meter di masing-masing kelas tanah/bumi terdapat tanda “>” (Lebih besar dari). Kedepannya akan diselaraskan penyajian NJOP berdasarkan kelas tanah/bumi antara sistem open tax dengan lampiran SK bupati tentang penetapan NJOP.
B. Terkait keterlambatan penyetoran hasil pemungutan PBB-P2 ke kas daerah, kepala BPKPD akan memberikan surat teguran dan telah dilakukan pembinaan kepada petugas pemungut melalui kegiatan sosialisasi penyampaian SPPT dan Operasi Sisir (Opsir).
C. Terkait NPOPTKP BPHTB diberikan lebih dari sekali pada WP yang sama, kepala BPKPD akan menerbitkan SKPDKB sesuai dengan hasil temuan dan rekomendasi BPK, serta didistribusikan kepada masing-masing Wajib Pajak BPHTB.
D. Terkait dasar perhitungan Pajak Air Tanah belum seluruhnya didasarkan pada volume air tanah yang diambil dan/ atau dimanfaatkan, BPKPD tidak mempunyai kewenangan terkait penertiban kepemilikan SIPA dan meter air bagi WP.
Akan tetapi, BPKPD sudah memberikan himbauan secara tertulis dan lisan kepada WP untuk segera mengurus Surat Izin Pengusahaan Air Tanah (SIPA). Bagi pemegang SIPA, sesuai ketentuan peraturan perundangan-undangan (yang tercantum dalam SIPA) memiliki kewajiban untuk memasang meter air yang telah terkalibrasi / ditera. BPKPD juga telah melakukan koordinasi dengan DPMPTSP Provinsi Jatim terkait data pemegang SIPA di wilayah Kabupaten Pasuruan. Untuk WP yang belum menggunakan meter air, volume penggunaan atau pemanfaatan air setiap bulan dihitung berdasarkan volume rata-rata setiap bulannya dengan rumus = 3,6 x diameter pipa x jam operasional x jumlah hari kerja (perhitungan taksasi).
E. Terhadap WP yang belum atau tidak melaporkan SPTPD, BPKPD telah memberikan sosialisasi, himbauan dan teguran kepada WP.
Untuk selanjutnya, kami akan meningkatkan intensitas pengawasan dan akan mengenakan sanksi administrasi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
BPK merekomendasikan Bupati Pasuruan agar memerintahkan Kepala BPKPD Kabupaten Pasuruan untuk:
a. menyelaraskan penyajian NJOP berdasarkan kelas tanah/bumi antara sistem open taxdengan Lampiran Keputusan Bupati tentang Penetapan NJOP;
b. menetapkan kurang pungut PBB-P2 sebesar Rp 265.755.501,00 dan lebih pungut PBB P2 sebesar Rp 6.742.243,00 serta menindaklanjutinya sesuai ketentuan yang berlaku;
c. melakukan pengendalian lebih cermat atas pemungutan dan penyetoran PBB-P2 yang dilakukan secara tunai lewat perangkat desa;
d. menetapkan dan menagih kekurangan pemungutan BPHTB sebesar Rp 318.000.000,00;
e. melakukan klarifikasi melalui pengawasan maupun pemeriksaan pajak daerah terhadap 24 WP yang melaporkan pajak tidak sesuai dengan data Sinkron Box;
f. menerapkan sanksi atas keterlambatan penyampaian SPTPD sesuai ketentuan yang berlaku; dan
g. berkoordinasi dengan instansi terkait, terhadap adanya 73 WP pemegang SIPA yang tidak memasang meter air dan 17 WP pemegang SIPA yang memiliki meter air dalam kondisi rusak.
Akan hal tersebut Kepala BPKAD Kabupaten Pasuruan hingga berita ini diterbitkan belum bisa memberikan konfirmasi.(Pur)










