Walhi Menuntut Keadilan Iklim dan Penanganan Banjir yang Lebih Baik
PALEMBANG, GESAHKITA COM—– WALHI Sumatera Selatan bersama Solidaritas Perempuan Palembang, Himpala Dharmapala Chakti, MASOPALA UNSRI, BEM UNSRI, BEM FH IBA, Rumah Relawan Peduli, HIMASYLVA PCSI FP UM Palembang, dan mahasiswa Universitas Sumatera Selatan menggelar aksi global bertajuk “Sumatera Selatan dalam Kepungan Bencana Ekologis.”
Aksi ini berfokus pada permasalahan banjir yang terus melanda Kota Palembang. Para peserta aksi menilai banjir merupakan manifestasi bencana ekologis akibat menurunnya daya dukung lingkungan dan buruknya tata kelola tata ruang. Kebijakan pembangunan yang mengabaikan prinsip keberlanjutan, seperti alih fungsi ruang terbuka hijau (RTH) dan rawa, disebut sebagai salah satu penyebab utama.
Tragedi kembali terulang pada 18 November 2024, ketika seorang anak berusia 6 tahun, Atha Paris, tenggelam di selokan Perumahan Gading Mansion, Kelurahan Karya Baru, Kecamatan Alang-Alang Lebar. Insiden ini menambah daftar panjang dampak banjir yang tidak hanya merugikan ekonomi dan lingkungan tetapi juga menimbulkan duka mendalam bagi masyarakat.
Latar Belakang Hukum
Pada tahun 2021, WALHI Sumsel bersama korban banjir menggugat Pemerintah Kota Palembang atas buruknya penanganan banjir. Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) memenangkan gugatan ini pada 2022, memerintahkan pemerintah untuk mengambil langkah konkret mengatasi banjir. Namun, implementasi putusan tersebut dinilai belum maksimal.
Para peserta aksi menyampaikan sejumlah tuntutan kepada DPRD Kota Palembang:
1. Mengawal Pelaksanaan Putusan PTUN
Memastikan wali kota terpilih pada Pilkada 2024 melaksanakan putusan PTUN Nomor 10/G/TF/2022/PTUN.PLG secara penuh.
2. Menyusun Regulasi Pendukung
Menyediakan 30% RTH.
Membangun kolam retensi sesuai standar daya dukung dan daya tampung.
Meningkatkan sistem drainase.
3. Memaksimalkan Pengawasan
DPRD diminta menjalankan fungsi pengawasan dengan transparansi dan akuntabilitas.
4. Integrasi dalam Perencanaan Pembangunan
Isu banjir harus menjadi prioritas utama dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan kebijakan tata ruang.
M. Rizki Syaputra, koordinator aksi, menegaskan bahwa banjir bukan hanya masalah teknis tetapi persoalan struktural yang memerlukan komitmen serius dari semua pihak. Ia berharap Pilkada 2024 dapat membawa pemimpin yang memiliki visi pembangunan berkelanjutan dan berkeadilan lingkungan.
“Banjir di Palembang adalah dampak nyata dari tata kelola lingkungan yang buruk. Kami menyerukan keadilan iklim untuk memastikan masa depan yang lebih baik bagi masyarakat Palembang,” ungkap Rizki.
Aksi ini diterima oleh Rubi Indiarta dan Andreas OP dari Komisi III DPRD Kota Palembang. Rubi Indiarta menyatakan bahwa DPRD akan memanggil dinas terkait untuk mengevaluasi implementasi putusan PTUN yang hingga kini belum maksimal. Selain itu, ia berkomitmen untuk menyampaikan persoalan ini kepada wali kota terpilih.
“Kami akan duduk bersama WALHI untuk membahas persoalan ini lebih mendalam dan memastikan langkah-langkah konkret segera diambil,” ujar Rubi