Oknum Di Dishub Nisel Diduga Lalai, Puluhan Penyewaan Moda Transportasi Tidak Bisa Dipertanggungjawabkan, Jadi Sorotan LSM Gempur
GESAHKITA.COM, NISEL—-Pengelolaan Pendapatan Retribusi atas Sewa/Pinjam Moda Transportasi Pada Dinas Perhubungan Belum Tertib. Pemkab Nias Selatan pada LRA TA 2023, menyajikan anggaran Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebesar Rp34.654.217.080,94 dengan realisasi sebesar Rp37.993.792.368,97 atau 109,64%. diantaranya Pendapatan Retribusi dengan anggaran sebesar Rp385.605.800,00 dan terealisasi sebesar Rp197.686.288,00 atau 51,27 %.
Begitu diungkapkan BPK Perwakilan Sumut dalam LHP nya diperoleh media ini dan BPK pun menguraikan bahwa Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah (pemda) untuk kepentingan orang pribadi atau badan.
Menurut BPK Berdasarkan hasil pemeriksaan atas dokumen pertanggungjawaban dan permintaan keterangan dari Bendahara Penerimaan Dinas Perhubungan yang mengelola retribusi Sewa/Pinjam kenderaan bermotor, diketahui sebagai berikut:
a. Retibusi yang dikelola oleh Dinas Perhubungan adalah Retribusi atas sewa
menyewa kendaraan berdasarkan perjanjian sewa menyewa antara Dinas
Perhubungan dengan Pimpinan Bumdes dan Poktan.
Pada perjanjian tersebut diatur hak dan kewajiban, besaran retribusi yang dibayar tiap bulannya, serta sanksi yang diberikan apabila tidak mematuhi perjanjian tersebut, namun perjanjian sewa menyewa tersebut belum mengatur jangka waktu lamanya
perjanjian sewa menyewa.
b. Terdapat 56 unit kenderaan yang disewakan kepada Badan Usaha Milik Desa (BUMDes)/Kelompok Tani (Poktan) sebagai peminjam/sewa kendaraan tidak
tertib membayar uang sewa tiap bulan sesuai dengan perjanjian sewa yang telah
ditetapkan.
Lebih lanjut dijelaskan BPK juga, Berdasarkan laporan penerimaan dari bendahara penerimaan, diketahui bahwa dari 56 penyewa kendaraan hanya 1 bumdes yang tertib membayar, 8 bumdes tidak tertib membayar setiap bulan dan sisanya sebanyak 47 bumdes/poktan tidak pernah membayar uang sewa, rincian ada pada Lampiran 1.
c. Dinas Perhubungan belum pernah melakukan upaya penagihan kepada pihak
peminjam bumdes atau poktan.
Berdasarkan wawancara kepada Bendahara Penerimaan Dishub, diperoleh
keterangan bahwa bendahara penerima mencatat penerimaan berdasarkan uang
yang masuk dari penyewa, sedangkan sewa yang belum dibayar (tunggakan) tidak dicatat oleh bendahara penerima, sehingga besaran tunggakan sewa kendaraan per masing-masing bumdes/poktan tidak dapat diketahui.
Pemeriksaan atas bukti pertanggungjawaban dokumen BKU dan STS pada bendahara penerimaan, maka
pada tahun 2022 terdapat tagihan sewa sebesar Rp125.500.000,00, dan dibayar
pada tahun 2022 sebesar Rp16.000.000,00, sehingga terdapat tunggakan sebesar Rp109.500.000,00, dan pada tahun 2023 nilai tagihan sewa adalah sebesar Rp147.250,000,00 dan yang terbayar sebesar Rp14.250.000,00, sehingga terdapat tunggakan sebesar Rp133.000.000,00. Total tunggakan tahun 2022 dan 2023 adalah Rp242.500.000,00 (Rp109.500.000,00 + Rp133.000,000,00).
Atas tunggakan sewa kendaraan sebesar Rp242.500.000,00 tersebut tidak tercatat
sebagai piutang retribusi pada Dinas Perhubungan. Perhitungan tunggakan
Retribusi diberlakukan untuk kendaraan yang dalam kondisi baik, sedangkan
kendaraan yang kondisinya Rusak Berat dan Rusak Ringan tidak diperhitungkan.
d. Bendahara penerima belum menerapkan sanksi administratif berupa bunga atas
retribusi yang terutang atau kurang tagih sesuai dengan Peraturan Bupati Nomor
53 Tahun 2014 tentang Petunjuk Operasional Pengelolaan Moda Transportasi Darat dari Dana Alokasi Khusus Bidang Sarana dan Prasarana Daerah Tertinggal, dikarenakan pada perjanjian sewa menyewa tidak terdapat klausul tentang sanksi administrasi denda.
e. Dinas Perhubungan tidak menerbitkan SKRD sebagai tagihan kepada penyewa
kendaraan, mekanisme yang terjadi pada Dinas Perhubungan adalah penyewa
membayar uang sewa kepada bendahara penerima, dan selanjutnya bendahara
penerima menyetor ke kas daerah dengan menggunakan STS.
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:
a. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah pada:
1) Pasal 10 yang menyatakan bahwa Kepala SKPD selaku PA mempunyai
tugas: (d) melaksanakan anggaran SKPD yang dipimpinnya; (f) melaksanakan pemungutan retribusi daerah; (k) mengawasi pelaksanaan anggaran SKPD yang dipimpinnya;
2) Pasal 16 ayat (2) yang menyatakan bahwa Bendahara Penerimaan memiliki
tugas dan wewenang menerima, menyimpan, menyetor ke Rekening Kas
Umum Daerah, menatausahakan,
dan mempertanggungjawabkan
pendapatan daerah yang diterimanya;
b. Permendagri Nomor 19 tahun 2016 tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah
pada Pasal 114 ayat (1) Jangka waktu sewa barang milik daerah paling lama 5
(lima) tahun sejak ditandatangani perjanjian dan dapat diperpanjang;
c. Peraturan Bupati Nomor 53 Tahun 2014 tentang Petunjuk Operasional Pengelolaan Moda Transportasi Darat dari Dana Alokasi Khusus Bidang Sarana dan Prasarana Daerah tertinggal pada:
1) Pasal 7 Ayat (2) yang menyatakan bahwa Pengelola moda transportasi DAK
SPDT memiliki hak dan kewajiban sebagai berikut: (c) berkewajiban membuat laporan tertulis secara berkala kepada SKPD teknis yang memuat tentang kondisi teknis moda transportasi, neraca keuangan pengelola moda transportasi dan jadwal serta rincian pemeliharaan; (d) berkewajiban
membayar retribusi daerah yang disetor ke kas daerah sebagai penerimaan
daerah bukan pajak (PDBP);
2) Pasal 14:
a) Ayat (1) Retribusi dipungut dengan menggunakan SKRD;
b) Ayat (4) Dalam hal wajib retribusi tidak membayar tepat pada waktunya atau kurang membayar dikenakan sanksi administratif berupa bunga sebesar 2% (dua perseratus)setiap bulan dari retribusi yang terutang yang tidak atau kurang dibayar dan ditagih dengan menggunakan
SKRD;
d. Perjanjian sewa dengan masing-masing pengelola moda transportasi pada :
1) Pasal 3:
a) Ayat (2) Kelompok/Pengelola Moda sepakat membayar retribusi pengelolaan moda transportasi untuk daerah Kabupaten Nias Selatan sebagai penerimaan Daerah Bukan Pajak (PDBP);
b) Ayat (3) Kelompok/Pengelola Moda sepakat membayar retribusi untuk
daerah tepat waktu setiap bulan berkenaan; dan
2) Pasal 7 Pemerintah daerah memiliki hak dan kewajiban sebagai berikut: (b)
mengawasi dan mengevaluasi secara berkala operasional moda transportasi
DAK; (c) berhak memeriksa, menegur memberikan sanksi bahkan menarik moda transportasi dimaksud jika pengelola terbukti melalaikan kewajibannya.
Hal tersebut mengakibatkan:
a. Potensi
piutang retribusi sewa moda transportasi minimal sebesar Rp242.500.000,00;
b. Hilangnya kesempatan penerimaan retribusi sewa kendaraan atas 47 kendaraan wajib retribusi yang tidak membayar uang sewa; dan
c. Tidak ada kekuatan memaksa untuk menarik kendaraan karena tidak
ditetapkannya jangka waktu di surat perjanjian.
Permasalahan tersebut disebabkan oleh:
a. Kepala Dinas Perhubungan kurang optimal melakukan pengawasan atas
pelaksanaan retribusi sewa kendaraan anggaran belanja pada SKPD yang
dipimpinnya; dan
b. Bendahara Penerimaan Dinas Perhubungan tidak cermat dalam menatausahakan pendapatan daerah yang diterimanya.
Atas permasalahan tersebut, Bupati Nias Selatan melalui Kepala Dinas Perhubungan menyatakan sependapat dengan temuan BPK dan akan menindaklanjuti temuan tersebut dengan :
a. Lebih optimal melakukan pengawasan atas pelaksanaan anggaran belanja; dan
b. Menginstruksikan Bendahara Penerimaan agar lebih cermat dalam
menatausahakan pendapatan daerah yang diterima.
BPK merekomendasikan kepada Bupati Nias Selatan agar memerintahkan
Kepala Dinas Perhubungan:
a. Lebih optimal melaksanakan pemungutan retribusi daerah;
b. Menginventaris jumlah dan kondisi kendaraan pada bumdes dan poktan serta
memungut pendapatan retribusi dengan menerbitkan Surat Ketetapan Retribusi
Daerah kepada penyewa kendaraan minimal sebesar Rp242.500.000,00;
c. Menginstruksikan Bendahara Penerimaan lebih cermat dalam menatausahakan pendapatan dan piutang retribusi daerah; dan
d. Mengevaluasi kembali perjanjian sewa menyewa berdasarkan kepatutan
pembayaran Sewa.
Sementara itu Ketua DPC LSM Gempur Nias Selatan, Markus Syukur Marjaya Duha mengaku mengetahui persoalan yang ada di Dishub Nisel ini dan bahkan telah menjadi sorotan lembaga nya.
Menurut nya juga hal ini terjadi akibat Kinerja para oknum yang tidak mencerminkan watak pelayan negara yang mempuni dalam membangun daerah.
Hal ini terjadi kata Markus godaan untuk memperkaya diri sendiri dan kelompoknya ini lebih tinggi dari pada mengejar prestasi peningkatan PAD yang dibutuhkan untuk membangun fasilitas yang sangat dibutuhkan masyarakat.
Markus menegaskan hadirnya LSM Gempur di daerah ini salah satu nya turut mengawasi sebagai Kontrol Sosial termasuk penggunaan anggaran dan mengamati watak Korup ASN yang ada di daerah ini.
“Maka terkait temuan BPK Sumut ini kita juga sudah mengetahui hal itu, dan kita juga akan melaporkan jika unsur kesengajaan nya sangat kuat, kita mendesak APH melakukan investigasi mendalam termasuk di Dishub dan dinas lain nya,” beber Ketua DPC LSM Gempur itu saat dihubungi via WhatsApp.
Sementara itu, Dishub Kab. Nias Selatan hingga berita ini diterbitkan belum bisa dikonfirmasi.(Tim)











