Tanggung Jawab Sosial di Mata Umar bin Khattab dan Tragedi Randi di Cilacap
Opini: ditulis oleh Advokat widodo (JHW LAW FIRM).
GESAHKITA.COM, PALEMBANG—-
“Seandainya seekor keledai kelaparan mati di tepi Sungai Eufrat, niscaya aku khawatir Allah akan menuntut pertanggungjawaban diriku di atasnya.”
– Umar bin Khattab r.a.
Kata-kata Umar bin Khattab ini bukan sekadar ungkapan keagamaan, tetapi refleksi dari jiwa kepemimpinan yang penuh tanggung jawab sosial.
Umar tidak menakuti rakyatnya dengan kekuasaan, tetapi menakuti dirinya sendiri dengan rasa takut akan hisab Allah.
Ia menganggap setiap penderitaan yang terjadi di bawah kepemimpinannya sebagai beban amanah yang harus dipertanggungjawabkan, bahkan bila itu hanya seekor keledai.
Pemimpin yang sejati bukan hanya pandai berbicara tentang keadilan, melainkan yang gelisah bila masih ada yang lapar, tersisih, atau tertindas di wilayah tanggung jawabnya.
Beberapa waktu lalu, publik dikejutkan oleh kabar seorang perantau asal Sumatera Selatan bernama Randi, yang ditemukan meninggal dunia di teras rumah warga di Cilacap, Jawa Tengah, dengan dugaan kelaparan dan kelelahan.
Randi datang ke perantauan untuk mencari penghidupan yang lebih baik, namun berakhir tragis, sendirian, tanpa makanan, tanpa uluran tangan.
Kisah ini bukan sekadar berita harian; ia adalah memutuskan hati nurani bagi kita semua.
Negara yang besar tidak diukur dari infrastruktur pembangunan, tetapi dari kemampuannya memastikan tidak ada satu pun warganya yang mati
karena kelaparan.
Umar bin Khattab hidup di tanah Arab 14 abad silam, namun pesan moralnya menembus zaman.
Jika seorang khalifah bisa merasa bertanggung jawab atas seekor elang, maka pemimpin modern seharusnya lebih takut bila ada manusia yang mati karena lapar di tengah negeri yang pinggiran kota ini.
Setiap nyawa adalah amanah.
Dan setiap pejabat, aparat, maupun masyarakat yang abai, sejatinya sedang melestarikan amanah sosial dan konstitusi kemanusiaan.
Tragedi Randi tidak hanya menyingkapkan kesenjangan sosial, namun juga menunjukkan lemahnya sistem perlindungan warga.
Dalam konteks hukum dan pemerintahan modern:
Negara wajib menjamin hak hidup yang layak bagi setiap warga negara (Pasal 28A dan 34 UUD 1945).
Pemerintah daerah wajib memberikan perlindungan sosial dan penanganan warga rentan (UU No. 23 Tahun 2014).
Masyarakat wajib menumbuhkan solidaritas sosial, karena hukum moral tidak kalah mulia dari hukum tertulis.
Artinya, kelaparan satu warga adalah kegagalan semua pihak, bukan hanya tanggung jawab satu instansi.
Umar bin Khattab takut dihisab karena seekor keledai yang lapar.
Lalu bagaimana dengan kita yang hidup di modern, dengan teknologi dan APBN triliunan, tetapi masih membiarkan manusia mati kelaparan di teras rumah orang lain?
Mungkin kelak, Allah tidak akan bertanya soal jabatan, pangkat, atau gelar kita,
tetapi akan bertanya: “Mengapa kamu tidak membantu ketika bisa membantu?”
Kata Umar bin Khattab adalah cermin bagi pemimpin dan rakyat bahwa tanggung jawab bukan hanya administratif, tetapi spiritual dan moral.
Tragedi Randi di Cilacap menjadi pesan agar kita tidak hanya berduka, tapi juga berbenah.
Keadilan sosial bukan sekadar sila kelima Pancasila, tapi hati yang takut jika satu dibiarkan jiwa mati tanpa tangan yang membantu.










