GESAHKITA – Yuliusman, SH., MH. Direktur WALHI Sumsel menyatakan duka cita mendalam atas bencana banjir yang melanda sejumlah wilayah di Pulau Sumatra, termasuk Aceh, Sumatera Utara (Medan), dan Sumatera Barat (Padang).

Yuliusman menilai bahwa bencana ini merupakan konsekuensi langsung dari kerusakan ekologis akibat praktik pembangunan yang bersifat eksploitatif terhadap sumber daya alam.

- Advertisement -

Di Provinsi Aceh, banjir bandang yang terjadi di akhir November 2025 telah menghantam permukiman dan lahan pertanian, menyebabkan kerugian besar serta memaksa ribuan warga mengungsi.

Demikian pula di Sumatera Utara, khususnya Medan dan sekitarnya, banjir kiriman berhasil melumpuhkan aktivitas kota, merusak infrastruktur, dan menimbulkan korban jiwa.

Sementara itu, Sumatera Barat, terutama Padang, secara berkala mengalami banjir dan longsor akibat curah hujan tinggi yang diperparah oleh kondisi lingkungan yang rentan.

“Kejadian serupa juga sering terjadi di Sumsel seperti banjir di Musi Rawas, Muratara, Muara Enim, Lahat, Musi Banyuasin, Pagaralam, Banyuasin, OKU dan Kota Palembang,” ujar Yuliusman.

Oleh karena itu, Yuliusman mendesak pemerintah untuk segera melakukan tindakan antisipatif terhadap wilayah yang rawan banjir dan longsor. Selain itu, perlu dilakukan aksi siaga di wilayah rawan tersebut guna meminimalisir terjadinya korban.

Potret meluasnya banjir yang terjadi di Pulau Sumatra ini menuntut pemerintah untuk segera menghentikan penambangan batubara, menghentikan pembukaan lahan gambut, dan melakukan rehabilitasi Daerah Aliran Sungai (DAS) yang ada di Sumsel secara menyeluruh.

Selain itu, Yuliusman juga menekankan bahwa tanpa adanya kebijakan yang berpihak pada keberlanjutan lingkungan dan mitigasi bencana yang serius, krisis ekologis akan terus mengancam keselamatan dan kesejahteraan masyarakat Sumatra.