Surabaya, GESAHKITA – Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya memasuki babak baru dalam penataan layanan publik dengan memastikan seluruh pembayaran parkir di wilayah tersebut wajib menggunakan sistem digital atau non-tunai mulai Januari 2026.
Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi, menegaskan bahwa warga yang menolak kebijakan pembayaran non-tunai ini akan dikenakan sanksi denda.
Eri Cahyadi menjelaskan, digitalisasi parkir akan diterapkan secara bertahap, diawali dari tempat usaha yang memungut pajak parkir, sebelum diperluas ke parkir tepi jalan umum (TJU).
“Kami telah menyampaikan instruksi kepada seluruh pengusaha yang memungut pajak parkir di tempat usahanya, bahwa sistem parkir mereka harus beralih menggunakan digitalisasi,” kata Eri kepada wartawan di Balai Kota, Rabu (10/12/2025).
Kebijakan ini berlaku bagi semua tempat usaha di Surabaya. Bagi usaha baru, penggunaan sistem parkir digital menjadi syarat wajib perizinan.
Sementara itu, Pemkot mewajibkan pelaku usaha yang sudah lama beroperasi dan telah membayar pajak parkir segera mengubah sistem pembayaran lama menjadi digital.
Pemkot menetapkan sistem parkir digital yang terdiri dari dua opsi: menggunakan palang otomatis atau menerapkan pembayaran non-tunai melalui kartu uang elektronik prabayar, memanfaatkan kartu e-toll atau e-money.
Eri mengungkapkan bahwa Pemkot sempat mencoba opsi QRIS, tetapi respons masyarakat cenderung menolak untuk pembayaran nominal kecil.
“Akhirnya, kami memutuskan untuk memulai implementasi non-tunai secara bertahap, dan fokus pada sektor pajak parkir, dengan mengandalkan sistem e-toll,” tambahnya.
Setelah Pemkot berhasil mengimplementasikan sistem ini di tempat usaha, Pemkot akan memperluas sistem pembayaran non-tunai ke parkir tepi jalan umum (TJU).
Selain itu, Pemkot juga akan melakukan sosialisasi masif pada awal tahun 2026.
Transparansi Pendapatan dan Sanksi Denda
Wali Kota Eri Cahyadi meminta kerja sama dan pengertian penuh dari warga Surabaya. Ia menekankan bahwa kepatuhan dan dukungan aktif dari pengguna merupakan kunci keberhasilan upaya digitalisasi ini.
“Jika sistem non-tunai sudah diterapkan, warga yang menolak membayar secara non-tunai akan dikenakan denda,” tegasnya.
Eri menjelaskan bahwa esensi dari kebijakan non-tunai adalah untuk menciptakan transparansi pendapatan.
Dengan adanya kejelasan pemasukan, ia berharap pembagian hasil antara petugas parkir dan pemerintah menjadi transparan dan adil.
Selain itu, Eri juga optimistis kebijakan ini akan mendapat dukungan penuh dari paguyuban parkir.
Mengingat tujuannya adalah menjaga kerukunan dan menciptakan keadilan di tengah keberagaman warga Surabaya.
“Insyaallah kebijakan ini mulai efektif pada Januari 2026,” pungkasnya. (PUR)










