GESAHKITA – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengakui bahwa Indonesia masih harus melakukan impor garam industri untuk memenuhi kebutuhan sektor pangan, farmasi, dan aneka industri lainnya.
Hal ini terungkap dalam konferensi pers Capaian Kinerja Sektor Kelautan dan Perikanan Tahun 2025 di Jakarta, Selasa (30/12/2025).
Direktur Sumber Daya Kelautan KKP, Frista Yorhanita, menjelaskan bahwa kebutuhan garam nasional mencapai 4,5 hingga 5 juta ton, sementara kapasitas produksi domestik normalnya hanya berada di kisaran 2 juta ton. “Faktanya kita masih melakukan impor garam sekitar 2,6 hingga 3 juta ton per tahun untuk menutupi celah kebutuhan industri,” ujar Frista.
Dampak Cuaca Terhadap Produksi 2025
Khusus pada tahun 2025, faktor cuaca yang kurang mendukung menyebabkan penurunan hasil panen yang signifikan. KKP memperkirakan produksi garam nasional dari tambak rakyat maupun pelaku usaha hanya mampu mencapai 1 juta ton, atau merosot dari capaian tahun-tahun sebelumnya.
Guna mengejar target swasembada pada 2027, KKP menjalankan dua program utama:
-
Intensifikasi: KKP merevitalisasi tambak yang sudah ada, memperbaiki saluran air, serta membangun gudang penyimpanan berkapasitas 100 ton hingga 7.000 ton. Langkah ini fokus memperbaiki kualitas produksi, terutama di wilayah Pantura Jawa yang rawan sedimentasi.
-
Ekstensifikasi: Pemerintah membangun tambak garam baru di Rote Ndao, NTT. Proyek tahap pertama yang mencakup meja kristal dan kantor pendukung ini ditargetkan rampung pada Maret 2026 dan langsung memulai produksi di tahun yang sama.
Direktur Jenderal Pengelolaan Kelautan KKP, Koswara, menilai pencapaian swasembada masih sangat bergantung pada kondisi cuaca. Hingga saat ini, para petani masih mengandalkan teknologi penguapan matahari karena biayanya yang paling efisien.
“Kami menyadari kendala cuaca ini, karena itu KKP tengah menguji teknologi tepat guna seperti Sea Water Reverse Osmosis (SWRO) untuk meningkatkan produksi secara lebih efisien dan mandiri,” jelas Koswara.










