JAKARTA, GESAHKITA COM- Terkait dalam pelaksanaan Pilkada 2020 baru lalu, pemerintah sudah mengantisipasi akan marak nya mutasi atas kepemimpinan kepala daerah baru yang menang Pilkada.
Hal tersebut dikatakan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian yakni ada tiga syarat yang membolehkan kepala daerah melakukan mutasi aparatur sipil negara (ASN). Aturan itu ada dalam surat edaran (SE) Mendagri tentang Penegasan dan Penjelasan Terkait Pelaksanaan Pilkada 2020.
Menurut mantan Kapolri itu, dirinya membuat edaran agar tidak melakukan mutasi, kecuali kalau pejabatnya ada yang wafat, melakukan perbuatan pidana sehingga ditangkap dan ditahan atau jabatan itu kosong.
Surat edaran (SE) tersebut dikeluarkan, kata Mendagri, dalam rangka menyukseskan pelaksanaan Pilkada 2020 sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.
Seperti halnya, pada Pasal 71 Ayat 2 yang berbunyi: “Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota dilarang melakukan penggantian pejabat enam bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan kecuali mendapat persetujuan tertulis dari Menteri.” Mendagri Tito menuturkan dikutip dari Antara, Rabu, 20 Januari 2021.
Dijelaskan Tito, SE tersebut dengan tujuan agar kepala daerah yang mencalonkan diri lagi tidak menyalahgunakan kewenangan mutasi pejabat ASN di Pemda untuk siasat memperoleh suara ASN pada Pilkada.
“kalau SE tidak ada nanti partai-partai yang bukan petahana (incumbent) komplain ke saya. Yang diuntungkan ya petahana begitu,” ucap Tito.
Ditambahkan Mendagri, setelah selesai penetapan pasangan calon pemenang Pilkada 2020, larangan mutasi ASN oleh kepala daerah juga masih berlaku sama. Hal itu untuk menjaga agar tidak terjadi mutasi terhadap ASN yang sengaja disingkirkan karena tidak menjadi simpatisan kepala daerah terpilih tersebut.
“Sama, tidak boleh melakukan mutasi kecuali tiga hal ini. Wafat, kena pidana atau jabatan itu kosong. Karena apa? Supaya tidak terjadi mutasi-mutasi yang mengganggu stabilitas pemerintahan,” kata Tito.
Ia mengatakan gangguan stabilitas pemerintahan itu bisa terjadi jika mutasi ASN tersebut dilakukan dengan motif-motif tertentu.
“Mumpung masih belum pelantikan, dimutasi semua. Karena untuk janji atau untuk yang lain, kami enggak mengerti. Setelah kemudian pejabat baru masuk, ini dianggap bukan ‘orangnya’, ganti (lagi) semua. Nah itu, akan tidak bagus untuk pemerintahan. Tidak bagus juga untuk karir pegawai (ASN) itu,” kata Tito Karnavian.(antara/asj)