PALEMBANG, GESAHKITA COM–Kebijakan Pemkot Palembang untuk mengembangkan Destinasi Wisata dengan konsep mengembalikan identitas keluhuran Sriwijaya sebagaimana diberitakan yang tersebar dalam media massa lokal, mendapat tanggapan serius dari berbagai pihak khususnya budayawan dan sejarawan, Politisi hingga kaum adat yang memang sudah lama berkecimpung dan mengamati hal hal berbau identitas wilayah ini.
Ide dan pencanangan identitas keluhuran Sriwijaya yang bakal menempati Pulau Kemaro sebagai pusat Wisata Air dinilai terlalu yang memaksakan konsep yang tidak berbasis sejarah dan kebudayaan Palembang Darussalam.
Hal tersebut diungkapkan langsung juru oleh bicara Aliansi Masyarakat Peduli Pulau Kemaro (AMPPK) , Vebri Al Lintani kepada GESAHKITA.COM yang menurut Vebri sapaan akrab nya ini, mengatakan hal tersebut sangat bertentangan dengan jargon “Palembang Emas Darussalam” sebagai visi yang digunakan pasangan Harnojoyo-Fitri Agustinda semasa kampanye.
“Selain itu, kami menduga kebijakan ini juga diambil tanpa melibatkan para pakar dan ahli dalam bidang sejarah dan kebudayaan Palembang sehingga menimbulkan kontroversi, ” kata Vebri, saat menggelar jumpa pers di Istana Adat Kesultanan Palembang Darussalam, Rabu (17/3).
Vebri berujar, “Sudah jelas dan nyata bahwa pulau kemaro adalah pulau yang penuh sengketa.”
Maka dari itu, Vebri memastikan, Aliansi Masyarakat Peduli Pulau Kemaro (AMPPK) Menolak kebijakan Pemkot Palembang yang akan mengembangkan pulau Kemaro sebagai prioritas pengembangan destinasi wisata yang mirip Taman Wisata Ancol dengan memunculkan keluhuran identitas Sriwijaya.
“Kami mendesak Pemerintah Kota Palembang untuk tidak melanjutkan pembangunan infrastruktur dan kegiatan dalam bentuk apapun yang mendukung rencana pengembangan, destinasi tersebut di pulau Kemaro sebelum persoalan sengketa sejarah, budaya, dan pemlilikan lahan selesai,” tegasnya.
Lebih jauh pihaknya, meminta kepada Menteri Pariwisata dan Ekonomi dan Kreatif dan seluruh para calon investor pengembangan pulau Kemaro agar menolak usulan Pemerintah Kota Palembang dalam membangun destinasi wisata yang tidak berdasarkan kebenaran sejarah, kebudayaan dan dalam keadaan sengketa kepemilikan tanah.
“Kemudian, kami memohon kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI, melalui Dirjen Kebudayaan agar segera mengeksekusi kajian sejarah terkait dengan cagar budaya Kesultanan Palembang Darussalam di pulau Kemaro,”Vebri kembali menegaskan.
Akan rencana Pemkot Palembang ini juga, ungkap Vebri bahwa sejumlah pihak turut mencermati dan telah turut melakukan diskusi, atas undangan Aliansi Masyarakat Peduli Pulau Kemaro (AMPPK) ini.
Vebri menyebut sejumlah pihak tersebut antara lain, dihadiri oleh Sultan Mahmud Badaruddin IV Jayo Wikramo RM Fauwaz Diraja, Anggota DPRD Sumsel (Mgs H Syaiful Fadli ST MM), Yayasan Kesultanan Palembang Darussalam, Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI) Cabang Sumatera Selatan, Asosiasi Guru Sejarah Indonesia Provinsi Sumatera Selatan, Batanghari Sembilan Institut, Forum Pariwisata dan Budaya Sumsel (Forwida), Yayasan Depati, Komunitas Batanghari Sembilan (KOBAR 9), Angkatan Muda Pembaruan Sriwijaya (AMPS), Komunitas Pencinta Sejarah UIN Raden Fatah (PESE), Kebangkitan Jawara dan Pengacara (BANG JAPAR).
Kemudian juga pihak Balai Arkeologi Sumsel, Jelajah Edukasi Entertainmen dan Pariwisata Sriwijaya (JEEPS), Center For Creative Economy Inheritance and Culture (CETIC), Front Aksi Rakyat Palembang( FARP), Komite Reforma Agraria Sumatera Selatan (KRASS), sejarawan, budayawan, perwakilan zuriat Palembang Darussalam, perwakilan pemilik lahan (perwakilan zuriat Kiai Marogan dan Raden Azka) dan para aktivis kebudayaan dan para pembakti Kesultanan Palembang Darussalam pada 24 Februari 2021 di istana adat Kesultanan Palembang Darussalam (KPD).
Vebri mengungkapkan akan hasil kesimpulan setelah mendengar pendapat dari berbagai pihak terkait rencana pembangunan Pulau Kemaro yang diliputi masalah itu.
“Diskusi AMPPK menyimpulkan berbagai hal tentang pulau Kemaro yang intinya penuh dengan persoalan sengketa, baik ditinjau perspektif kesejarahan, kebudayaan dan kepemilikan lahan,” beber Vebri.
Sebelumnya PT Prana Bumi Lestari, yang tertarik mengembangkan Bandar Sriwijaya di Pulau Kemaro. Perusahaan asal Bandung ini memaparkan konsep wisatanya di rumah dinas wali kota Palembang, Selasa (02/03/2021)
“Kita ingin membantu Pemkot Palembang mengembangkan wisata Pulau Kemaro. Konsepnya Bandar Sriwijaya. Di mana nanti wisata di sini lebih mengutamakan mengembangkan ekosistem dan budaya bertemakan Sriwijaya,” kata Benny Herlambang, tim ahli PT Prana Bumi Lestari dilansir beritapagi.
Benny mengatakan, konsep Bandar Sriwijaya dipilih karena sasaranya bisa menarik wisatawan asing.
“Kerajaan Sriwijaya ini kan sudah dikenal sampai ke dunia internasional. Jadi akan lebih mudah bagi kita untuk mempromosikan wisata kita. Seperti Taman Mini, kita akan hadirkan budaya Sriwijaya dalam bentuk wisata,” ujar Benny.
Benny mengungkapkan, untuk mengembangkan Bandar Sriwijaya ini dibutuhkan investasi sekitar Rp 200 miliar.
“Untuk tahap awal nanti dibuat tempat makan dulu. Setelah itu bertahap ya, butuh waktu sekitar 2 tahun untuk menyempurnakannya. Setelah paparan ini, kita akan kejar MOU dengan Pemkot,” katanya.
Wali Kota Palembang, H Harnojoyo menyambut baik adanya investor ini. “Ini opsi baru bagi kita untuk pengembangan wisata di Pulau Kemaro yakni Bandar Sriwijaya. Prinsipnya, kita setuju karena tujuan kita untuk mengembangkan wisata di Pulau Kemaro,” kata Harnojoyo(irfan/goik)