selamat menunaikan ibadah puasa selamat menunaikan ibadah puasa selamat menunaikan ibadah puasa hari jadi kota pasuruanisra miraj hut oku selatan, hari jadi oku selatan
Edu, Opini  

Keterbatasan Kosa Kata Mungkin Masalah Literasi Kita Juga

PALEMBANG, GESAHKITA COM—Dari segala sesuatu yang kita temui, dengan panca indera kita, (Five senses) penglihatan (sense of sight), Pendengaran (Sense of hearing) Penciuman (sense of Smell) pengecapan (sense of taste) dan sentuhan ( sense of touch) pasti nya memiliki nama sehingga kita bisa mengenali nya dan pasti memiliki nama nya.

Meski begitu terkadang kalau kita berani jujur ada hal yang sulit atau kita belum mengetahui dari apa yang kita serap melalui alat panca indera kita untuk  sebutan atau nama nya.

Maka dari itu tak jarang untuk menjelaskan nya dari objek yang kita dapati dari kiriman syarap – syarap panca indera kita ke pusat syarap otak memori kita, mulut kita kaku dan hanya menyebutkan kata kata semisal mirip dengan….., seperti,….rasanya seperti,…terdengar seperti,…dan lain sebagai nya.

Kosa Kata Berkembang Seperti Apa

Artinya disitu la keterbatasan kita untuk mengenal sesuatu itu betapa masih banyak hal hal yang diciptakan oleh yang maha kuasa untuk kita dan kita  belum banyak mengetahui nya.

Misalnya saja yang sangat dekat dengan kita semua, masih tenar hingga saat ini yakni Corona Virus Disease 2019 (Covid 19) yang harus kita ketahui kata tersebut baru yang memberinya nama para ilmuwan atau para ahli bukan awam seperti kita ini.

Selain itu untuk membuktikan juga, jika kembali ke ulasan diatas terkait five senses bahwa untuk mengetahui nama covid 19 tentu dikenali oleh para ahli melalui panca indera mereka juga, lalu dikenali sebagai virus sebab ciri cirri virus sudah diketahui sebelumnya dan ditemukan sebelumnya dengan nama nama yang berbeda beda pula.

Yang jadi pertanyaan kenapa kata Covid 19 sangat begitu  akrab dengan kita dalam kurun waktu 2 tahun lebih ini? Sebab yang pasti nya karena bahaya nya berdampak pada semua kehidupan umat manusia di belahan bumi manapun hingga saat ini.

kosa kata Covid 19 menjadi sangat familiar di telinga atau ditemui dalam bentuk tulisan baik itu di media massa atau media selebaran dalam bentuk banner atau spanduk di jalan jalan dan di lorong di sudut sudut mall perkantoran pemerintah dan lain sebagainya sehingga Covid 19 sudah bagian dari hidup kita karena dahsyatnya itu.

Virus Covid 19 adalah abstrak bagi kita awam namun nyata bagi para ahlinya karena dengan alat virus baru bisa dilihat dan dikenali. Namun begitu si virus seperti nyata sebab tulisan dan nama nya itu ada dimana mana.

Misal Terjadi Pada Panca Indera Penciuman

Kembali ke pengenalan nama sebuah objek yang kita terima melalui panca indera kita yang lain nya yakni panca indera kita penciuman. Kita yang berkomunikasi sehari hari dengan bahasa Indonesia, seperti disebutkan diatas sering mengalami kesulitan untuk mengenali jenis objek yang kita cium melalui alat penciuman kita (sense of smelling) dengan nama nama yang sebenarnya, sebab kita hanya bisa mengenali hal yang dasar nya saja, misal bau wangi, harum, bau busuk, menyengat dan lainnya.

Jika bau busuk masih umum, maka detailnya harus nya diurai lagi bau busuk bangkai dan dipersempit lagi bangkai apa dahulu, bangkai ikan kah, bangkai tikus dan macam macam lagi.

Begitu juga dengan wangi cukup banyak variasi wangi itu sendiri, yang memang yang ada secara alami dari bunga bunga, belum lagi dari bunga bunga pohon pohon liar atau bungah bakal buah. Misal nya yang sangat gampang dan wangi bunga melati, bunga mawar cempaka dan lain lain. Namun ada wangi atau harum yang tidak sama dengan wangi bunga bunga diatas sehingga sangat sulit menamai nya. Namun kita sebenarnya sangat familiar dengan jenis wangi wangi ketika sudah menajdi produk atau berlebel.

Sebagai analogi yang lainnya , misalnya Seorang ibu memanggil anak nya, Nak coba lihat seperti bau kabel terbakar..! padahal bau kabel sama seperti bau plastik terbakar. Namun bau hasil pembakaran barang barang tertentu kosa kata bahasa kita tidak cukup detail menjelaskan atau mewakili satu suku kata yang ada hanya bau hangus, bau gosong dan seterusnya, jika mau ideal harus ada nama jenis bau gosong tersebut, namun kita belum menamai nya atau sudah ada namun tidak ada dalaam literasi keseharian kita.

Hal ini berartinya juga sangat dangkal literasi perbendaharaan kata (Kosa Kata) kita untuk mendapatkan satu kata untuk satu bau dan satu nama. Mungkin sama juga dengan bangsa bangsa di dunia, dan mungkin para ahli sudah melakukan penelitian sebelum nya.

Namun begitu demi komunikasi yang dalam artian antara yang berbicara dengan pendengar hanya menganut azas yang saling mengerti, maka dalam praktik komunikasi sehari hari maka frasa: Seperti bau.., Mirip bau, mirip dengan bau…selalu dipakai untuk menjelaskan bau bau tersebut.

Begitu juga dengan panca indera kita yang lainnya, yakni penglihatan (sense of sight) kita menjadi terbiasa mengenali sesuatu hanya pada hal yang dasar saja misalnya warna.

Kita terkadang terbiasa menyebutkan warna dasar, putih, merah, hitam, biru, kuning, dan seterusnya. Maka muncul keseharian orang lebih suka menyebutkan dengan menambahkan kata tua atau muda setelah nama warna, misal merah muda sementara ada warna pink yang baru diadopsi menjadi bahasa Indonesia dari bahasa Asing.

Bagaimana dengan bentuk (Shape) yang juga terasa sulit menjelaskan bentuk bentuk objek meski yang dasar juga kita bisa mengenali juga nama nama bentuk, misalnya bulat, petak, lonjong, pipi dan lain sebagai meski tidak begitu detail namun disitu juga merupakan bagian dari keterbatasan kita.

Fenomena Keadaan Literasi Anak Pembiasaan Membaca

Entah itu memang kurang dalam mensosialisasikan, atau memang sudah menjadi karakter bangsa yang pasti artikel tersebut sebenarnya juga bagian dari masalah kita sama sama dalam hal berliterasi.

Penulis mengakui banyak sudut sudut tulisan ini yang juga kurang detail dan juga kurang mengarah pada tujuan, namun begitu penulis hanya mau jujur dengan keadaan yang ada bahwa pembiasaan membaca kita masih kurang saat ini, harus dibenturkan dengan keadaan pola konsumtif anak anak yang lebih menyukai menyerap informasi melalui visual dari pada membaca.

Sebab banyak ahli mengatakan jika mau menjadi penulis harus banyak membaca, dan diakui membaca bukan hanya untuk menjadi penulis bahwa membaca untuk menyerap informasi dan pengetahuan.

Sehingga kita mengetahui betapa dengan berusaha terus kita menggali pengetahuan dengan membaca maka kita merasa semakin bodoh. Maka dengan begitu kita tidak sombong bahwa masih banyak orang lebih pintar dan  orang lebih kaya pengetahuan dan hebat di dunia ini.

Dengan begitu juga anak anak Indonesia akan menjadi anak anak yang tidak puas akan diri nya karena akan selalu menggali dan menggali hingga semakin cerdas.

Akhir kata sebab masih di suasana hari aksara Internasional (9 September) dan hari kunjungan Perpustakaan (14 September), Dengan Mengucapkan Selamat Hari Kunjungan Perpustakaan, semoga anak anak kita menjadi anak anak yang tetap cerdas dengan banyak banyak membaca dan berkunjung ke perpustakaan.(*)

Penulis: Elvira Yusnita S Pd MM, Terbaik Ke 2 Pustakawan Berprestasi, Dinas   Perpustakaan Provinsi Sumatera Selatan

Editor : Arjeli Sy Jr

 

 

Leave a Reply