Seperti yang diketahui, banjir pada akhir tahun lalu menyebabkan banyak kerugian bagi warga
PALEMBANG, GESAHKITA COM—WALHI Sumsel dan tiga warga Palembang mewakili masyarakat Kota Palembang telah menggugat Walikota dan Pemerintah Kota Palembang ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Palembang pada Februari 2022 dan diputuskan Penggugat menang dalam perkara ini.
WALHI Sumsel dalam keterangan nya ini menjelaskan, terkait pelanggaran Pemkot Palembang sehingga menjadi subjek yang dilaporkan yakni tidak melaksanakan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) sesuai Perda 15/2012 tentang RTRW Kota Palembang tahun 2012/2023, sehingga menyebabkan banjir pada 25-26 Desember 2021.
Seperti yang diketahui, banjir pada akhir tahun lalu menyebabkan banyak kerugian bagi warga.
Disampaikannya juga, bahwa Walikota Palembang dan Pemkot Palembang juga dituntut karena tidak melakukan penanggulangan bencana banjir dalam situasi terdapat potensi bencana berdasarkan undang-undang nomor 24/ 2007 tentang penanggulangan bencana sehingga menyebabkan terlantarnya korban banjir sampai merenggut korban jiwa pada 25-26 Desember 2021.
Hal tersebut adalah perbuatan melanggar hukum oleh pejabat pemerintah (onrechtmatige overheidsdaad).
Kemudian dalam keterangan Yuliusman selaku Direktur WALHI Sumsel, bahwa gugatan yang dilayangkan pihaknya pada 11 Februari 2022 lalu sudah mendapatkan keputusan dari PTUN dan menyatakan masyarakat Kota Palembang menang.
“Pengadilan mengabulkan gugatan para penggugat dan pengadilan menyatakan eksepsi tergugat (Pemkot Palembang) tidak diterima untuk seluruhnya,” kata Yulius, Rabu (20/7/2022).
Atas Keputusan pengadilan tersebut, sambung Yuliusman, bahwa dengan itu juga mewajibkan Pemkot Palembang untuk menyediakan Ruang Terbuka Hijau (RTH) seluas 30% dari luas wilayah Kota Palembang, dan mengembalikan fungsi rawa konservasi seluas 2.106,13 hektar, sebagai pengendali banjir di Palembang.
Selain itu, Yuliusman juga merincikan bahwa kewajiban yang lainnya harus terpenuhi yakni Pemkot Palembang harus menyediakan kolam retensi secara cukup dan saluran drainase yang memadai meliputi saluran premier, sekunder dan tersier, serta terhubung dengan kolam retensi, dan masing-masing Daerah Aliran Sungai yang diolah menjadi air sesuai baku mutu air bersih, agar air sungai yang tercemar limbah rumah tangga seperti sabun, detergen, dan lainnya bisa diolah sebagai fungsi pengendalian banjir.
Keputusan PTUN juga kata Direktur Walhi Sumsel itu, bahwa persoalan sampah juga tidak luput dari persoalan diperkarakan dalam PTUN ini dan mewajibkan Pemkot Palembang iuntuk menyediakan tempat pengelolaan sampah yang menimbulkan pencemaran udara dan air sebagai fungsi pengendalian banjir.
Antisipasi Korban jiwa dan hal hal yang tidak diinginkan terjadi Keputusan PTUN kemudian mewajibakan bahwa Pemkot Palembang harus menyediakan ‘posko bencana banjir’ di lokasi yang terdampak banjir, melakukan kesiapsiagaan, peringatan dini dan mitigasi bencana dalam tanggap darurat bencana.
Buntut dari menang masyarakat Kota Palembang dalam perkara ini, maka Pemkot Palembang harus membayar ganti rugi kepada tiga penggugat masing-masing Rp5 juta. Tergugat diharuskan membayar biaya perkara sebesar Rp264.000.
Ditanya ke Yulus akan langkah yang pihak nya lakukan setelah mengang nya perkara di PTUN ini bahwa pihaknya kan menyerahkan lampiran berkas keputudsan ke DPRD Sumsel sebagai wakil rakyat untuk ikut mengawasi.
“Termasuk juga kami berharap dari keputusan ini publik harus mengawal dan melihat sejauh mana respon dari keputusan pengadilan ini,” katanya.
Pasa akhirnya WALHI Sumsel juga mengapresiasi keputusan PTUN yang mengabulkan seluruhnya gugatan penggugat. Karena kasus ini betul-betul diadili secara adil dan komprehensif.
“Ini keputusan yang progresif dan adil, apa yang diputuskan bisa diterima secara adil. Ini kemenangan masyarakat Kota Palembang, bukan kemenangan WALHI semata,”tutup Yuliusman, Direktur Walhi Sumsel.
Editor Arjeli, Sy Jr