Persoalan belanja hibah menjadi satu dari empat area yang disorot Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Jatim
SURABAYA, GESAHKITA COM—-Persoalan belanja hibah menjadi satu dari empat area yang disorot Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, pasca penyerahan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Pemprov Jatim 2023.
“Pengendalian atas pertanggungjawaban belanja hibah belum cukup memadai dalam rangka memitigasi risiko penyalahgunaan,” kata Anggota V BPK RI, Ahmadi Noor Supit dalam sebuah laporan ditelusuri media ini.
Karena itu, dalam salah satu poin rekomendasinya, BPK meminta Kepala SKPD terkait untuk memproses kelebihan pembayaran belanja hibah atas pekerjaan yang tidak dilaksanakan dan kekurangan volume pekerjaan, sebesar Rp 1,2 miliar sesuai ketentuan dan menyetorkan ke kas daerah (Kasda).
Terkait kelebihan pembayaran belanja hibah tersebut, sebenarnya sudah terbongkar dalam sidang perkara korupsi hibah pokok-pokok pikiran (pokir) DPRD Jatim dengan terdakwa Sahat Tua Simandjuntak – divonis 9 tahun penjara dan membayar uang pengganti Rp 39,5 miliar – di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya, Jalan Raya Juanda Sidoarjo, Selasa, 6 Juni 2023.
Bermula dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Arif Suhermanto yang mencecar salah seorang saksi di persidangan, yakni Staf Teknik di Dinas Pekerjaan Umum (PU) Bina Marga Pemprov Jatim, Aryo Dwi Wiratno.
Selain sebagai Staf Teknik, di dinas yang dikepalai Edy Tambeng Widjaja itu, Aryo adalah Pejabat Pembuat Komitmen (TPPKom) Hibah Reses dan Kemitraan (2021) dan PPKom Pemantauan sejak 2022.
Setelah menanyakan alur hibah pokir – mulai dari pengajuan, pencairan, hingga pengerjaan proyek – Arif kemudian mencecar Aryo soal adanya penyelewengan anggaran temuan BPK.
“Ada temuan dari pelaksanaan kegiatan, persoalan temuan BPK?” tanyanya. “Ada, pekerjaan fiktif, nilainya Rp 1,3 miliar dan mengembalikan (uang) 100 persen,” jawab Aryo.
Meski Pokmas yang menandatangani Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD), duit sebesar itu ternyata yang mengembalikan Ilham Wahyudi alias Eeng.
Dalam perkara suap ini, Eeng bersama Koordinator Pokmas Abdul Hamid divonis pidana penjara selama 2 tahun 6, lantaran terbukti menyuap Sahat hingga Rp 39,5 miliar lewat ijon fee.
Arif melanjutkan pertanyaannya, “Yang menerima (hibah pokir) kan Pokmas kok yang kembalikan Eeng, apa hubungannya?“ Dijawab Aryo, “Karena dia yang bertanggung jawab terhadap Pokmas itu.”
Proyek Fiktif
Aryo kemudian menceritakan, temuan BPK tersebut terjadi pada 2021. Begitu ada temuan, dia langsung bersurat ke Pokmas atau kepala desa tempat proyek fiktif tapi yang datang Eeng dan mengembalikan Rp 1,3 via virtual account Bank Jatim.
“Saudara tahu enggak dari mana uang itu, apa Eeng minta Pak Sahat?” tanya Arif lagi. “Saya enggak tahu,” jawab Aryo, sembari menambahkan selain di 2021 juga ada temuan BPK di 2020.
“Cuma saya enggak punya datanya. (2022) ada juga tapi nilainya kecil-kecil, ada yang Rp 20 juta, Rp 40 juta. (Selain Eeng) Korlap lain juga ada temuan,” jelasnya.
Temuan BPK tersebut, kata Aryo, karena tidak ada pekerjaannya alias fiktif. “Kalau Pokmasnya ada, sudah dicek. Lokasinya juga ada, tapi tidak dikerjakan,” katanya.
Kenapa tidak dicek lagi usai anggaran cair dan masuk pengerjaan? “Untuk pengerjaannya, kita tidak turun lapangan, tidak untuk mengawasi lapangan. Hanya memastikan lokasinya benar,” katanya.
Selebihnya, dalam kesaksiannya, Aryo menuturkan anggaran hibah di Dinas PU Bina Marga Jatim pada 2021 sebanyak Rp 800,11 miliar untuk reses dan kemitraan. Khusus pokir sebanyak Rp 600 miliar untuk 4.805 Pokmas.
Dalam kasus diatas terdapat 4 area yang disorot BPK
1). Penerapan dan pengaturan kebijakan akuntansi pengakuan beban bantuan sosial Pemprov Jatim tidak sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan.
2) Terdapat kesalahan penganggaran dan pembebanan belanja barang dan jasa serta belanja modal pada 5 SKPD.
3) Pengendalian atas pertanggungjawaban belanja hibah belum cukup memadai dalam rangka memitigasi risiko penyalahgunaan.
4) Pengelolaan jaminan reklamasi dan jaminan pascatambang belum sesuai ketentuan.
Sedangkan untuk tahun 2022 dibagi menjadi 2 PPKom dan Aryo hanya melaksanakan bidang pembangunan dengan anggaran Rp 350 miliar untuk pokir dan reguler, namun dia lupa jatah khusus pokir. Lalu anggaran 2023 sebanyak Rp 330 miliar semuanya untuk pokir.
Ditanya apakah semua anggota DPRD Jatim dapat hibah pokir lewat Dinas PU Bina Marga, Aryo memastikan seluruh anggota komisi yang menjadi mitranya, yakni C dan D dapat, termasuk pimpinan dewan.
Khusus jatah Sahat di Dinas PU Bina Marga, politikus Partai Golkar itu pada 2021 mendapat 409 paket dengan total anggaran Rp 64,687 miliar dan pada 2022 mendapat 361 paket dengan total Rp 39,608 miliar.
“Apakah pengajuan anggaran yang diajukan Pokmas – sebanyak 4.805 lewat Dinas PU Bina Marga di 2021 — cair semuanya?” tanya Arif. “Ada yang tidak, tapi kalau yang dikelola Eeng cair semua,” ucapnya.
Dalam persidangan ketiga Sahat tersebut, JPU KPK menghadirkan empat orang saksi. Selain Aryo, tiga orang lainnya yakni Kepala Dinas PU Bina Marga, Edy Tambeng Widjaja; Kepala Dinas PU Sumber Daya Air, Baju Trihaksoro; serta Kabid Perbendaharaan di BPKAD Jatim, Imam Hidayat.
Soal temuan BPK tersebut, usai persidangan Arif menjelaskan hanya terjadi di 2021. Sedangkan untuk temuan di 2022 yang disampaikan Aryo, hal itu terkait BPK yang mengambil sampling pemeriksaan di 2021 dan laporannya di 2022.
“Hanya 2021, sedangkan 2020 tidak dilakukan sampling. Tidak ada temuan bukan berarti tidak ada pemeriksaan atau tidak ada pemeriksaan sehingga tidak ada temuan, kita nggak tahu,” kata Arif.
“BPK hanya memeriksa di 2021, samplingnya. Terkait dengan itu ditemukan Rp 1,3 miliar untuk Korlapnya Eeng, aspirator nya Pak Sahat,” tegasnya. (Pur)