Energi Baru, Harapan Baru: Revolusi Sunyi Dari SumSel
PALEMBANG, GESAHKITA COM—-
Di tengah tantangan krisis iklim global dan tuntutan pembangunan hijau, Sumatera Selatan mulai menapaki jalur baru: transisi energi dan transformasi ekonomi. Sebuah langkah berani yang tak hanya menyasar pergeseran dari energi fosil ke energi terbarukan, tapi juga mengubah wajah ekonomi daerah menuju masa depan yang lebih berkelanjutan.
Langkah ini bukan tanpa dasar. Data dari Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sumsel mengungkap realita yang selama ini menjadi fondasi ekonomi provinsi ini: ketergantungan besar pada energi fosil. Pada tahun 2022, batubara masih mendominasi bauran energi sebesar 31,59%, disusul gas bumi (22,68%) dan minyak bumi (21,88%). Sementara itu, energi terbarukan baru menyumbang 23,85% — sebagian besar berasal dari bioenergi.
Namun di balik angka-angka itu, terdapat potensi luar biasa. Energi surya, misalnya, diperkirakan mampu menghasilkan hingga 441,2 GW. Sayangnya, hingga 2023, pemanfaatannya baru mencapai sekitar 7,75 MWp. Ini seperti tambang emas yang belum tergali — terang, bersih, dan melimpah, namun belum dimaksimalkan.
Untuk menjawab tantangan tersebut, berbagai proyek strategis pun digulirkan. Kilang Hijau di RU III Plaju kini mulai memproduksi bahan bakar ramah lingkungan. Proyek gasifikasi batubara di Muara Enim menjadi simbol peralihan dari batubara mentah ke produk bernilai tambah yang lebih bersih. Sementara itu, Palembang tengah bereksperimen dengan pengolahan limbah kota menjadi energi terbarukan — upaya konkret menyulap masalah menjadi solusi.
Infrastruktur pun tak luput dari perhatian. Tol Kayu Agung–Palembang–Betung dan pelabuhan baru yang sedang dibangun di Palembang diproyeksikan menjadi nadi baru distribusi dan investasi. Semua ini diarahkan untuk mendorong diversifikasi ekonomi yang tak lagi hanya bergantung pada ekstraksi sumber daya alam.
Namun yang paling menarik dari transformasi ini adalah pendekatannya yang inklusif. Pemerintah Provinsi Sumsel telah membentuk Forum Komunikasi Percepatan Transformasi Ekonomi — wadah yang mempertemukan suara-suara dari perusahaan tambang, serikat pekerja, akademisi, hingga organisasi masyarakat sipil. Forum ini menjadi ruang dialog strategis agar transisi energi tak hanya ramah lingkungan, tetapi juga adil bagi semua pihak.
Institute for Essential Services Reform (IESR), salah satu lembaga yang konsisten mendorong transisi energi berkeadilan, menyambut baik langkah ini. Mereka menekankan bahwa kunci keberhasilan terletak pada dua hal: keberanian melakukan diversifikasi ekonomi, serta keterlibatan aktif masyarakat lokal dalam setiap tahap prosesnya.
Sumatera Selatan mungkin tidak sendiri dalam perjalanan ini, tapi pilihannya untuk bergerak lebih cepat — dan lebih adil — menempatkannya di garis depan. Di persimpangan antara masa lalu berbasis batubara dan masa depan berbasis energi bersih, Sumsel tampak mulai mantap melangkah.
Apakah langkah ini akan cukup cepat untuk mengejar ketertinggalan dan membalik arah sejarah? Waktu yang akan menjawab. Namun satu hal pasti: masa depan Sumatera Selatan sedang ditulis hari ini — di ladang bioenergi, di panel surya yang mulai bersinar, dan di suara-suara masyarakat yang tak ingin tertinggal dalam perubahan.
Penulis Ali Goik