Palembang, Gesahkita.com -Lembaga Bantuan dan Pengembangan Hukum KosGORO (LBPH KosGORO) secara resmi melayangkan tuntutan hukum dan desakan transparansi kepada pemerintah dan aparat penegak hukum, menyusul terungkapnya pelanggaran sistematis dalam pengelolaan subsidi pupuk nasional. Temuan ini didasarkan pada Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI Nomor 51/AUDITAMA VIPDTT/06/2022 tanggal 17 Juni 2022, yang mengungkap praktik-praktik menyimpang di tubuh PT Pupuk Indonesia (Persero) dan anak usahanya, PT Pupuk Sriwidjaja Palembang (Pusri).
Dalam surat resmi Nomor: 033/LBPH.KOSGORO/K/V/2025, LBPH KosGORO menyatakan keprihatinan mendalam atas indikasi penyimpangan dana subsidi senilai Rp16,8 triliun sepanjang tahun 2020 hingga 2022. Lembaga ini menuntut tindakan hukum tegas terhadap pihak-pihak yang terlibat, serta mendesak dilakukannya audit forensik dan evaluasi struktural menyeluruh.
Temuan BPK mencakup serangkaian pelanggaran berat dalam pengelolaan subsidi pupuk:
Biaya Produksi Fiktif
PT Pusri diduga membebankan biaya produksi dan pemeliharaan pabrik yang tidak didukung dokumen valid. Potensi mark-up mencapai ratusan miliar rupiah setiap tahun, tanpa justifikasi teknis yang layak.
Investasi Tanpa Kajian Kelayakan
Investasi sebesar Rp2,1 triliun dalam revitalisasi pabrik dan pengadaan alat tak disertai analisis kelayakan memadai. Beberapa proyek bahkan mangkrak, tak menghasilkan output produksi sebagaimana direncanakan.
Distribusi Fiktif dan Penyimpangan Penyaluran
Ditemukan indikasi pupuk bersubsidi dijual di luar sistem resmi ke pasar komersial. Nilai kebocoran distribusi diperkirakan mencapai Rp3,4 triliun, merugikan petani yang seharusnya menjadi penerima utama subsidi.
Manipulasi Harga dan Beban Biaya
PT Pusri juga disinyalir melakukan manipulasi pembebanan biaya distribusi kepada negara, meskipun sebagian besar distribusi ditangani oleh distributor atau dilakukan secara mandiri oleh petani.
BPK juga menyoroti lemahnya tata kelola perusahaan (GCG) serta konflik kepentingan internal. Pejabat yang seharusnya mengawasi pelaksanaan program justru diduga terlibat dalam praktik manipulatif—mulai dari rekayasa data kebutuhan, laporan distribusi, hingga pengadaan barang.
Sistem informasi yang digunakan dalam pengelolaan pupuk subsidi dinilai tidak memiliki audit trail yang transparan, sehingga menyulitkan pelacakan transaksi dan pengawasan distribusi pupuk maupun dana subsidi.
LBPH KosGORO menegaskan bahwa temuan ini bukan sekadar kelalaian administratif, melainkan dugaan kuat tindakan melawan hukum yang merugikan negara secara signifikan. Oleh karena itu, lembaga ini mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan Agung untuk segera membuka penyelidikan dan memproses pihak-pihak yang terlibat.
“Ini menyangkut keuangan negara dan masa depan ketahanan pangan nasional. Jika tidak ditindak, ini akan menjadi preseden buruk bagi kebijakan subsidi di masa depan,” tegas pernyataan tertulis LBPH KosGORO.
LBPH KosGORO juga menuntut Menteri BUMN Erick Thohir agar mencopot direksi PT Pupuk Indonesia (Persero) dan PT Pusri yang diduga terlibat dalam penyimpangan ini. Langkah penegakan hukum dan pembenahan sistem pengawasan digital disebut sebagai langkah krusial untuk memastikan subsidi pupuk disalurkan secara tepat dan transparan ke tangan petani.
Skandal ini menjadi cerminan buruk bagaimana program vital seperti subsidi pupuk dapat dijadikan ajang permainan oleh segelintir elite di BUMN. Negara tidak boleh kompromi. Penegakan hukum harus dilakukan secara menyeluruh dan terbuka kepada publik.
Pupuk bukan sekadar barang dagangan. Ia adalah jaminan pangan dan masa depan petani Indonesia. Penyimpangan terhadap subsidi pupuk adalah kejahatan terhadap rakyat. Dan karenanya, harus dihentikan dan diadili.
(Ekhogk)










