PERNYATAAN SIKAP WALHI SUMSEL , “STOP PEMBUNGKAMAN MASYARAKAT SIPIL DAN PROTES KERAS ATAS PENANGKAPAN MUNARMAN”
PALEMBANG, GESAHKITA COM–WALHI Sumatera Selatan (Sumsel) mengutuk keras penangkapan H. Munarman, S.H yang dilakukan aparat Kepolisian Negara Republik Indonesia pada tanggal 27 April 2021.
Hal tersebut disampaikan secara tertulis oleh M. Hairul Sobri Selaku Direktur Eksekutif Walhi Sumsel, kepada media ini, Kamis, (29/04/2021).
“Terdapat 7 alasan yang menjadi Sikap Walhi Sumsel mengutuk keras penangkapan H. Munarman, S.H, “tulis Direktur Eksekutif Walhi Sumsel.
“Pertama, kami menilai bahwa penangkapan tersebut merupakan suatu bentuk pelanggaran hak asasi manusia sebagaimana yang termaktub dalam pasal 1 ayat 6 UU 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia. “Pelanggaran hak asasi manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi, dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang-undang ini, dan tidak mendapatkan, atau dikhawatirkan tidak memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar, berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.”
“Kedua, dalam proses penangkapan pihak kepolisian melakukannya secara sewenang-wenang dan tidak sesuai dengan ketentuan hukum yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP), belum pernah dilakukan pemeriksaan dan ditetapkan statusnya sebagai tersangka sebagaimana disyaratkan dalam KUHAP junto Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 21/PUU-XII/2014”.
Pada Bagian ketiga ditulisnya, “ Bahwa Pasal 28 ayat (3) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme yang menyebutkan, ‘Pelaksanaan penangkapan orang yang diduga melakukan Tindak Pidana Terorisme sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus dilakukan dengan menjunjung tinggi prinsip Hak Asasi Manusia”.
Kemudian juga, “Keempat, Bahwa proses penangkapan H. Munarman, S.H. adalah suatu bentuk tindakan yang tidak manusiawi dan merendahkan martabat kemanusiaan sebagaimana diatur dalam UU No. 5 tahun 1998 tentang Ratifikasi Konvensi Anti Penyiksaan, UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan UU No. 13 tahun 2005 tentang Ratifikasi Kovenan Hak Sipil dan Politik”.
Selanjut nya, “Kelima, bahwa profesi H. Munarman, S.H. adalah Advokat merupakan profesi ‘Officium nobile’ (profesi yang terhormat) yang merupakan Aparat Penegak Hukum yang bebas, mandiri dan tunduk pada Undang-Undang Advokat”.
Serta, “keenam, bahwa dalam pemanggilan seorang Advokat untuk kepentingan pemeriksaan yang berkaitan dengan tugas menjalankan profesinya, harus dilakukan melalui organisasi advokat dimana advokat tersebut bernaung”.
Dan terakhir, “Ketujuh, Kami juga menilai bahwa kriminalisasi dengan menggunakan undang-undang terorisme adalah suatu bentuk tindakan politik refresif negara untuk mengekang kebebasan masyarakat sipil/warga negara dan mendorong kembali indonesia menjadi negara otoriter yang kejam. Tindakan aparatur kekuasaan negara yang sewenang-wenang menunjukan bukti adanya kemunduran demokrasi dan cita-cita keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia yang jauh dari harapan. Oleh karena itu kami menuntut SEGERA HENTIKAN PROSES HUKUM TERHADAP H. Munarman, S.H., dan Negara agar meminta maaf, memulihkan nama baik H. Munarman, S.H”, tutup M. Hairul Sobri Selaku Direktur Eksekutif Walhi Sumsel.(*)
Sumber : Walhi Sumsel
Edited : goik
Uploader : Arjeli Sy Jr