Gelaran Diskusi Pembangunan Pulau Kemaro Komunitas Cagar Budaya, Budayawan dan Walhi Sumsel
*Pembangunan Pulau Kemaro akan Merusak Histori, Sosial, Budaya dan Mengancam Masa Depan Keberlanjutan Ekologis
PALEMBANG, GESAHKITA COM–Rencana Pemkot Palembang menjadikan Pulau Kemaro yang berada di Kelurahan Sungai Selayur Kecamatan Kalidoni, menjadikan Lokasi ini menjadi salah satu destinasi wisata religi bahkan katanya bakal disulap jadi wisata air, seperti di Ancol Jakarta, sejauh ini tidak berjalan mulus.
Penolakan pun bertubi tubi, mulai dari dugaan status 25 ha kepemilikan lahan dalam status klaim Zuriat Kiai Marogan, Kemudian dituding akan penghilangan nilai sejarah, belum lagi dampak lingkungan alam dan sosial hingga bencana ekologi yang bakal mengancam lingkungan sekitar.
Serta masih banyak lagi argumentasi yang disuarakan sangat lantang oleh berbagai kalangan yang secara terang terangan menolak pembangunan yang dinilai jauh dari ramah lingkungan itu, sehingga bakal dengan semena mena pula menghancurkan kehidupan ekologi hayati yang ada disitu.
Hal tersebut terungkap saat gelaran diskusi menyoal Pembangunan Pulau Kemaro oleh komunitas cagar budaya, budayawan dan aktivis lingkungan di Sekretariat Walhi Sumsel, Rabu (07/04/2021).
Direktur Eksekutif Walhi Sumsel, M Hairul Sobri., menilai rencana pembangunan ini dikhawatirkan akan berdampak buruk pada perikehidupan warga kota Palembang.
Walhi Sumsel memprediksi bahwa bakal terjadi berbagai dampak lingkungan dan dapat dipastikan berkurangnya (tertutupnya) pula daerah resapan air di Daerah Aliran Sungai Musi dan akan memicu banjir di wilayah tersebut.
Bukan hanya itu kata M Hairul, jika Pemkot memang masih “ngotot” akan rencana nya itu, maka kita sebagai masyarakat khususnya masyarakat yang menggantungkan penghidupan dengan sumber-sumber sekitar pulau Kemaro bakal menanggung beban hilang nya mata pencaharian.
Proyek yang ditargetkan bakal rampung pada 2023 tersebut kemudian juga membutuhkan dana sangat fantastis yakni kurang lebih Rp 1,4 Triliun, namun yang sangat disayangkan oleh Walhi Sumsel masih merupakan sebuah perencanaan yang berbasis infrastruktur oleh Pemerintah Kota Palembang.
“Hal ini kata M Hairul sangat kental kesan nya bahwa perencanaan pengembangan pariwisata Pulau Kemaro lebih didorong oleh logika proyek ketimbang sebuah studi yang layak,”katanya.
Direktur Eksekutif Walhi Sumsel itu kemudian juga menyebutkan bahwa pendanaan yang bakal dialokasikan untuk mengubah wajah pulau kemaro itu “mengandalkan” dana Corporate Social Responsibility (CSR) dari BUMN serta juga mengundang investor untuk menanamkan modal di kawasan tersebut.
“Jadi layak nya sebuah pembuatan etalase bisnis, “katanya.
Di mata Walhi Sumsel, Wilayah tersebut sangat identik dengan nilai sejarah dan budaya yang seharusnya dapat dikelola dengan cara yang lebih memerhatikan aspek kearifan lokal.
Bukan hanya itu, Walhi Sumsel kemudian juga menganggap nalar pembangunan yang dipakai Pemkot jauh dari berpihak kepada Rakyat, bahwa dimana suasana masih pandemic, ekonomi belum pulih, mall mall pada tutup pemecatan terjadi dimana mana, angka pengguran makin tak terbendung, malahan 8 hektar areal sawah penghasil nasi yang ada di atas pulau kemaro bakal dihabisi pula.
“Bukannya berpikir bagaimana lapangan kerja itu diciptakan malahan, wilayah pangan seluas kurang lebih 8 Hektare akan digerus, semestinya Pemerintah Kota Palembang mampu mempetakan dan mendorong daerah itu menjadi wilayah perlindungan pangan,” urai Direktur Walhi Sumsel itu.
Selain itu menurutnya, dengan rencana Pemerintah Kota yang akan mengundang investor, bahwa tiada lain semata mata hanya kepentingan profit investasi swasta (perusahaan) yang akan menumpuk keuntungan sebesar-besarnya lalu melupakan resiko lingkungan yang berdampak buruk, baik untuk keberlanjutan lingkungan itu sendiri maupun untuk kehidupan masyarakat.
M Hoiriul menegaskan, “Multyplyer efek dari pembangunan ini tidak akan menyentuh kalangan masyarakat menengah ke bawah atau sektor perekonomian mikro”.
Menyoroti hal ini juga kemudian Walhi Sumsel lagi lagi akan memberi rapor merah kepada Pemkot Palembang, “Sebab sudah sewajarnya jika pembangunan harus bisa memberikan jaminan keberlanjutan ekologi, sosial, budaya, politik dan ekonomi serta jaminan ruang hidup yang adil dan nyaman bagi warga Palembang,” tegas M Khoirul masih dalam suasana diskusi tersebut.
Pembangunan yang tanpa kajian yang serius, kata Direktur Walhi Sumsel itu, akan mengakibatkan terancamnya keselamatan warga, terganggunya atau hilangnya asset produksi dan konsumsi warga, memicu degradasi lingkungan yang massif, serta mengancam keberlangsungan ekosistem yang ada dan hilangnya daya pulih lingkungan.
Pada akhir paparan nya dalam diskusi itu, M Hoirul Sobri kemudian mengatakan bahwa Pulau Kemaro justru telah memiliki potensi wisata yang mumpuni dengan segala orisinalitasnya.
“Harusnya Pemerintah lebih memerhatikan bagaimana mengembangkan potensi yang ada dalam aktifitas masyarakat lokal sehingga menjadi daya tarik baru bagi pengembangan wisata, bukan dengan melakukan pembangunan yang justru akan merusak nilai historis dan menggerus harapan ke depan pulau tersebut,” tandasnya.
Sebelumnya Walikota Palembang Harnojoyo merespon balik klaim zuriat Kiai Marogan yang mengklaim kepemilikan lahan Pulau Kemaro.
“Yang jelas Pemkot Palembang ada sertifikat, jadi kalau ada pihak lain yang mengklaim kepemilikan lahan ini ya silahkan saja langsung datangi pengadilan, karena kita juga tidak bisa mengklaim keaslian sertifikat yang kita miliki, begitupun juga dengan mereka,” katanya.(*)
Sumber : Ril Walhi Sumsel
Editor : goik