Ciri-ciri dan Indikator Penyebab Korupsi
JAKARTA, GESAHKITA COM—Akar penyebab korupsi, kata Ibnu Khaldun, sejarawan dan pemikir muslim asal Tunisia ketika menulis soal ini sekitar abad ke-14, lantaran nafsu hidup. Kalangan kelompok berkuasa memiliki nafsu hidup untuk bermewah-mewah, katanya. Untuk menutupi pengeluaran yang serbamewah itulah, mereka yang berkuasa melakukan korupsi (Robert Klitgaart, 1988).
Meski dirancang oleh pelaku sedemikian rupa, dengan gerak-geriknya yang rahasia, cenderung melibatkan lebih dari satu orang, ciri-ciri atau indikator korupsi tetap bisa terlacak oleh aparat penegak hukum.
Penyebab korupsi disampaikan Donald R Cressey dalam teori Fraud Tiangle. Teori Segitiga Kecurangan ini melihat potensi kecurangan yang bisa terjadi kapan saja dan di mana saja, termasuk lingkungan sekitar. Menurut Cressey, ada tiga faktor yang membuat seseorang melakukan korupsi, yaitu:
Pressure (tekanan)
Memiliki motivasi untuk melakukan tindakan korupsi karena adanya tekanan, salah satunya karena motif ekonomi. Namun, tekanan ini kadang tidak benar-benar ada, hanya pelaku saja yang berpikir kalau mereka merasa tertekan dan tergoda pada bayangan insentif.
Opportunity (kesempatan)
Adanya kesempatan membuat seseorang tergiur untuk korupsi. Ini terjadi akibat dari lemahnya sistem pengawasan yang pada akhirnya menjerumuskan pelaku melakukan korupsi.
Rationalization (rasionalisasi)
Para pelaku selalu memiliki rasionalisasi atau pembenaran untuk melakukan korupsi. Rasionalisasi ini ternyata dapat menipiskan rasa bersalah yang dimiliki pelaku dan merasa dirinya tidak mendapatkan keadilan. Sebagai contoh “saya korupsi karena tidak digaji dengan layak”. Sebagaimana yang diutarakan Cressey, korupsi terjadi kalau ada kesempatan melakukannya. Tak heran, jika banyak yang melakukan tindakan culas tersebut.
Sebagai bentuk antisipasi, kita harus tahu ciri-ciri korupsi yang mungkin saja tanpa disadari terjadi di lingkungan sekitar, misalnya:
Adanya pembengkakan anggaran
Pembengkakan anggaran (mark up) merupakan kegiatan pembiayaan yang tidak diinginkan dan melibatkan biaya yang tidak terduga. Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat sepanjang 2022 terdapat 303 kasus korupsi dengan modus mark up dan penyalahgunaan anggaran.
Melakukan mark up sama dengan tindakan curang atau mempermainkan anggaran. Dari contoh kasus dan ciri-ciri korupsi mark up, maka dana yang dibuat bisa dilebih-lebihkan atau diada-adakan (dana fiktif). Umumnya, kegiatan ini kerap dilakukan pada proyek-proyek infrastruktur, bangunan, hingga teknologi.
Penyunatan dana desa untuk pribadi
Dana desa seringkali diberikan untuk membiayai pembangunan dan pemberdayaan masyarakat dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, meningkatkan kualitas hidup, dan menanggulangi kemiskinan di suatu daerah.
Namun, anggaran dana desa ini ternyata disunat untuk keperluan pribadi oleh pelakunya. Menurut data ICW, kasus korupsi dana desa ternyata naik sembilan kali lipat, yaitu pada 2015 hanya ada 21 kasus, tapi meningkat menjadi 154 kasus pada 2021.
Promosi jabatan tidak sesuai kompetensi
Mendapatkan promosi jabatan di tempat kerja tentu menjadi sesuatu yang membanggakan. Namun, nyatanya tidak mudah untuk mendapatkannya karena dipengaruhi oleh banyak faktor. Misalnya saja, kompetensi, prestasi kerja, dan lainnya.
Terkadang beberapa orang tetap bersikeras jabatannya naik sehingga ia rela melakukan tindakan suap kepada atasan maupun HRD. Suapnya bisa berupa memberikan sejumlah uang, memberikan hadiah, dan sebagainya. Tindakan ini tentu tidak patut untuk dicontoh karena naiknya jabatan karena melakukan suap bukan berdasarkan kompetensi.
Uang damai untuk polisi
Memberi “uang damai” ketika melanggar aturan lalu lintas kepada polisi lalu lintas sama saja membiarkan cikal bakal korupsi dalam diri sendiri. Lebih baik menaati aturan tata cara sidang dan pembayaran denda tilang. Berlaku jujur saat ditilang, tentu prosesnya akan lebih mudah.
Setelah tahu ciri-ciri korupsi tersebut, selanjutnya kita juga harus tahu cara memberantas korupsi. Ada tiga strategi pemberantasan korupsi, KPK menyebutnya: Trisula Pemberantasan Korupsi. Melalui ketiga strategi ini diharapkan dapat membantu memberantas korupsi sekaligus mengurangi kemiskinan di Indonesia.
Pemberantasan korupsi tentunya membutuhkan kesamaan persepsi sehingga pemberantasannya bisa dilakukan dengan tepat dan terarah. ACLC KPK telah merangkum Trisula Strategi Pemberantasan Korupsi, yakni:
Sula Penindakan, strategi KPK dalam menindaklanjuti koruptor dan membawanya ke meja hijau, membacakan tuntutan dengan menghadirkan saksi dan alat bukti yang nantinya bisa digunakan untuk menguatkan perbuatan yang dilakukan.
Sula Pencegahan, perbaikan pada sistem sehingga dapat mencegah terjadinya tindak pidana korupsi. Beberapa perbaikannya seperti pelayanan publik yang dibuat transparan, penataan layanan publik lewat koordinasi dan korsupgah (supervisi pencegahan), dan lainnya.
Sula Pendidikan, digalakkan dengan kampanye dan edukasi yang bertujuan untuk menyamakan pemahaman masyarakat terkait tindakan korupsi dan memeranginya bersama.
Korupsi tanpa disadari ternyata sering dilakukan di lingkungan sekitar. Untuk itu, sebagai warga negara yang menjunjung tinggi integritas, kita harus memberantasnya dan supaya lebih mudah mengetahui orang yang melakukan korupsi maka harus tahu ciri-ciri korupsi terlebih dahulu.
Sumber aclc.kpk.go.id