PALEMBANG, GESAHKITA COM–Perkumpulan Hutan Kita Institute Mengandeng Perhimpunan Mahasiswa Republik Katolik Indonesia (PMKRI) Cabang Palembang untuk mengedukasi generasi Muda dan Mahasiswa se-Sumbagsel dalam pengelolaan Kawasan Hutan yang berkelanjutan melalui Program Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yaitu Program Perhutanan Sosial dan Reforma Agraria, Selasa, ( 11/05/2021).
Tujuan kegiatan ini untuk memupuk generasi Muda dan Mahasiswa se-Sumbagsel agar dapat menjaga kelestarian Hutan dan turut serta dalam penyelesaian Konflik Tenurial yang ada di daerah masing-masing.
Webinar seri I Menghadirkan Narasumber dari Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Selatan, Akademisi, NGO Pengiat Lingkungan serta Pemuda pengelola Hutan Desa Suko Rejo Kabupaten Musi Rawas, diharapakan Materi dan pengalaman para narasumber dapat memotivasi generasi Muda dan Mahasiswa untuk ikut serta dalam percepatan sosialisasi Program Perhutanan Sosial di tingkat desa-desa dengan tujuan tercapainya Hutan Lestari Masyarakat sejahtera.
Dalam sambutannya Alexander Silaban (Komda PMKRI Region Sumbagsel) mengatakan data Indeks standar pencemaarn udara per 10 Mei 2021 di sumbagsel dalam kondisi yang kurang baik (berada di angka 79).
Untuk itu dia menyerukan Pemuda dan Mahasiswa sebagai Agen perubahan dan pengontrol Kebijakan terutama akan hak hak masyarakat terkait hutan.
“Pemuda dan mahasiswa yang adalah agen untuk mengontrol kebijakan Pemerintah apalagi yang berkenaan dengan hak hak masyarakat termasuk dalam pengelolaan kawasan hutan ” kata Alexander.
Alex juga menambahkan, “Dalam Pengelolaan kawasan hutan yang berkelanjutan bukan hal mudah dan butuh satu komitmen bersama, baik dari Pemerintah, Pemerhati lingkungan, Pemuda dan mahasiswa untuk Kelestarian Hutan di Indonesia, “tukas nya.
Dalam kesempatan Webinar seri I tersebut para peserta dan narasumber dalam gilirannya menyampaikan paparan dan pendapatnya masing masing dari sudut p[andang yang berbeda namun tetap dalam komitmen hutan lestari.
Seperti hal senada disampaikan Dea Veronica (Ketua Presidium PMKRI Cab. Palembang) mengatakan “Pemuda dan Mahasiswa saat ini belum paham akan esensial permasalahan konflik agraria, alih fungsi lahan, kerusakan hutan dan lainnya sehingga perlu adanya edukasi yang lebih dalam sehingga kedepannya generasi muda lebih peka terhadap isu-isu lingkungan dan konflik agraria”, ungkap Dea.
Tak berbeda dengan Achmad Taufik (Perwakilan Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Selatan) dalam paparannya Menjelaskan Peran Generasi Muda dalam Perhutanan Sosial, sangat lah penting dalam menuju pengelolaan Hutan yang berkelanjutan.
Dia menyampaikan, dimana Pencapaian perhutanan sosial sampai Maret 2021 sebagai berikut : Hutan Desa (HD) 23 SK , Hutan Kemasyarakatan (HKm) 63 SK, Hutan tanaman Rakyat (HTR) 68 SK, Hutan Adat (HA) 2 SK dan kemitraan 10 SK yang terdiri.
Kata Taufik, Potensi pengembangan komoditi sesuai kondisi eksisting yang teridentifikasi pada kelompok perhutanan sosial (KUPS) yaitu komoditi kopi, karet, kelapa, tambak udang dan ekowisata jasa lingkungan.
Selain itu Taufik juga menjelaskan, dalam Pengelolaan pasca izin pada KUPS sesuai Perdirjen PSKL P.2/2018 berupa penyusunan rencana, penguatan kelembagaan, peningkatan nilai produksi dan jasa lingkungan serta penguatan kewirausahaan. Pendamping kelompok paska izin bisa berasal dari penyuluh, PKSM, LSM, Bakti Rimbawan, dan lainnya. Kolaborasi pengembangan usaha Perhutanan Sosial dilakukan baik antar pemerintah pusat, provinsi, kabupaten maupun di tingkatan TAPAK.
“Pelibatan pemuda dalam perhutanan sosial bisa berupa memotivasi atau edukasi masyarakat untuk memajukan ekonomi lewat pengelolaan hutan dengan berbagai cara yang inovatif dan kreatif,”ucapnya.
Dr. Yenrizal., M. Si (Dosen Metode Penelitian UIN Raden Fatah Palembang) dalam kesempatan itu, menjelaskan Bagaimana keterlibatan generasi muda dalam mendorong dan mensukseskan perhutanan sosial.
Yenrizal juga berpendapat, Konsep Perhutanan Sosial ini baik apabila ada kolaborasi dari berbagai pihak apabila ingin sukses. Ada banyak gagasan dari generasi millennial yang berkaitan dengan kemajuan teknologi.
“Konsep Perhutanan Sosial sudah masuk dalam UUD, hal ini menegaskan bahwa Negara melihat bahwa ada kelompok masyarakat yang hidup atau menumpangkan hidupnya dengan kawasan hutan, “katanya.
Disisi lain, sambungnya, “Ada juga yang melakukan perlindungan terhadap hutan, disini terjadi konflik antara masyarakat dengan aturan penggunaan kehutanan”.
Ia melihat, munculnya Perhutanan Sosial ini untuk meminimalisir konflik serta memberikan akses untuk mengelola hutan yang dikembangkan dalam 5 skema yaitu (Hutan Desa, Hutan Kemasyarakatan, Hutan Rakyat, Hutan Adat dan Kemitraan).
“Aturan Perhutanan Sosial ini menunjukkan bahwa objek hutan tidak lepas dari aktivitas manusia, “terangnya.
Sebab itu Doktor Yenrizal menyebutkan , “ Generasi muda perlu terlibat dalam menyelamatkan hutan dengan menyandingkan antara masyarakat dan hutan. Peran apa yang bisa dilakukan dapat disesuaikan dengan apa konteks yang kita miliki dengan memunculkan ide kreatif sebagai agen penghubung seperti PMKRI yang memiliki jejaring antara daerah untuk menjadi kekuatan dalam berkolaborasi,”ungkap nya.
Selain itu ia juga menambahkan yakni dibutuhkan juga fasilitator yang membantu masyarakat. Dalam konteks Perhutanan Sosial, dengan pola Perhutanan Sosial bisa memunculkan komoditas non kayu seprti kopi, madu, karet, jagung, pisang.
“Perhutanan Sosial menjadi kebutuhan kita dan butuh kolaborasi dengan berbagai pihak salah satunya dengan kelompok millenial”, Jelas Yenrizal.
Terkait hal itu juga salah seorang Masyarakat Pengelola Hutan Desa Sukorejo, Ardiyanto yang dalam kesempatan itu menyampaikan pengalamannya dalam mengelola Hutan Desa Sukorejo Kabupaten Musi Rawas.
Dijelaskannya dimana luas Hutan desa sukorejo berdasarkan SK.6496/MENLHK-PSKL/PKPS/PSL.0/10/2018 yaitu seluas + 403 Hektar, dimana hutan desa di kelola dan disulap sebagai objek ekowisata, berupa camping ground dan air terjun.
Ardi juga menyebut, Peran generasi muda sangat penting dalam pengelolaan kawasan hutan karena mengetahui teknologi sebagai sarana promosi. Pemanfaatan jasa lingkungan ini juga dapat menjadikan hutan lestari dengan cara sederhana seperti tidak membuang sampah sembarangan dan melakukan penanaman pohon.
Sebab itu dia berharap, ”kedepan generasi muda dapat meningkatkan kesadaran dan kepedulian supaya pengelolaan kawasan hutan secara berkelanjutan,”kata Ardi.
Di akhir kegiatan Direktur Program Hutan Deddy Permana menjelaskan mengedukasi generasi muda merupakan suatu transfer pengetahuan yang baik untuk mengedukasi seluruh masyarakat di tingkat tapak.
Deddy juga berharap, “setelah dari kegiatan ini adik-adik ini bisa kembali ke daerah atau desanya masing untuk kembali mengedukasi masyarakat setempat atau yang lebih baik lagi terlibat dalam penyelesaian konflik agrari melalui program perhutanan social, “kata nya.
Sambungnya, “Sehingga kedepannya dapat meminimalisir terjadinya konflik agraria, perusakan hutan serta ikut serta dalam meningkatkan perekonomian melalui pengelolaan hutan yang berkelanjutan, “tandas nya.(ril/goik)