“APA KABAR TACB KOTA PALEMBANG”
PALEMBANG, GESAHKITA COM—-Akhir tahun 2023 Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Kota Palembang periode 2023-2027 merekomendasikan 3 Objek yang Diduga Cagar Budaya (ODCB) yaitu Gedung Ledeng (Kantor Walikota Palembang), Gedung Kejaksaan Pertama Palembang di Jalan Telaga, kawasan Kambang Iwak Kecik dan Museum Sultan Mahmud Badaruddin (SMB) II agar ditetapkan oleh Walikota menjadi Cagar Budaya.
Namun hingga 4 bulan lebih, belum ada informasi bahwa ketiga ODCB tersebut telah ditetapkan. Padahal, menurut pasal 33 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, penetapan status Cagar Budaya dilakukan paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah direkomendasikan oleh TACB. Entah dimana letak kemacetannya, apakah 3 ODCB yang rekomendasi tersebut memang belum diusulkan atau sudah diusulkan tapi Pj Walikota lamban menandatangani penetapan?
Hasil kinerja TACB Kota Palembang periode sekarang ini relatif lebih lumayan baik dibandingkan dengan TACB sebelumnya (yang selama 3 tahun) tidak menghasilkan apa-apa atau nol hasil. Namun seharusnya, TACB yang baru ini bisa bekerja lebih baik lagi. Setidaknya, selama 5 bulan terakhir ini ada lagi yang kegiatan yang dilakukan sehingga dapat mendorong penetapan dan juga tambahan rekomendasi. Entah apa pula hambatannya sehingga TACB menjadi tidak maksimal menjalankan tugas dan fungsinya, malas, kurang komitmen atau mungkin karena kurang anggaran dan dukungan dari Pemkot Palembang dalam hal ini Dinas Kebudayaan sebagai mitra kerja TACB?
PR TACB masih sangat banyak. Palembang sebagai ibu kota yang memiliki latar belakang sejarah yang panjang (sejak masa Sriwijaya, Kerajaan dan Kesultanan Palembang, masa kolonial, masa Orde Lama meninggalkan banyak warisan budaya benda yang perlu ditetapkan sebagai cagar budaya. Setidaknya, menurut data Dinas Kebudayaan (Disbud) Palembang (2021), ada sekitar 209 bangunan yang terdaftar sebagai ODCB. Sebanyak 164 di antaranya telah diverifikasi, namun hanya satu yang disertifikasi menjadi Cagar Budaya, yaitu Pasar Cinde yang setelahnya buru-buru dihancurkan atas napsu ambisius pihak pengusaha dan penguasa Sumsel waktu itu.
Dalam konteks regulasi, sebenarnya cagar budaya di Palembang sudah cukup kuat, selain UU No 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, khusus Palembang telah ada pula Perda Kota Palembang Peraturan Daerah Kota Palembang Nomor 11 Tahun 2020. Atas dasar itu, dibentukpula TACB kota Palembang.
Namun sepertinya, paradigma dan kemauan politik (political will) pembuat keputusan masih jauh dari harapan. Perda dibuat kemudian tidak dipatuhi. TACB dibentuk namun kemudian dibiarkan berjalan seadanya. Apakah memang TACB ini dibentuk hanya untuk penghias legitimasi seolah-olah Pemkot Peduli pada cagar budaya?
Tahun lalu, Aliansi Masyarakat Peduli Cagar Budaya (AMPCB) telah melakukan gerakan peduli cagar budaya dengan isyu “Palembang Darurat Cagar Budaya”. Ada dua ODCB yang diadvokasi oleh AMPCB ketka itu, yakni: Gedung Eks-Balai Pertemuan/KBTR dan Makam Pangeran Kramojayo (Perdana Menteri pasca Kesultanan Palembang Darussalam).
Gedung Balai Pertemuan ini, sejak diserahkan oleh pihak ketiga pada tahun 2019 ke Pemkot menjadi terbengkalai dan rusak berat. Bersyukur di akhir tahun lalu telah diperbaiki sekitar 80 persen sehingga dapat dimanfaatkan oleh para pegiatan seni. Tentu masih diharapkan agar Pemkot dapat melakukan perbaikan secara penuh sehingga dapat lebih refresentatif dan layak sebagai Gedung Kesenian.
Makam Pangeran Kramoyo diduga telah dirusak oleh Acit Chandra sebagai orang yang mengklaim telah membeli lahan tersebut. Dengan berbagai argumentasi yang logic, AMPCB berhasil mendesak Walikota agar gedung eks-Balai Pertemuan/KBTR dimanfaatkan sebagai Gedung Kesenian Palembang. Namun untuk Makam Kramojayo masih terkendala oleh kronologis kematian Pangeran Kramojayo. Secara formil, masih membutuhkan informasi dan kajian khusus yang lebih dalam agar dapat diyakini bahwa Pangeran Kramojayo yang juga menantu SMB II memang dimakamkan di lahan itu.
Dari dua ODCB yang diadvokasi tersebut, diharapkan TACB dapat segera melakukan kajian kelayakan agar segera direkomendasikan untuk ditetapkan sebagai Cagar Budaya. Sebelum ditetapkan maka belum dapat disebut sebagai Cagar Budaya. Jadi, secara hukum sebenarnya belum ada yang dapat disebut Cagar Budaya di Palembang. Beberapa warisan budaya benda tersebut hanya bisa disebut ODCB. Penetapan perlu dilakukan untuk mendapatkan jaminan pelestarian, pengembangan, pemeliharaan, pengamanan dan pemanfaatan dari Negara.
Selain itu, yang menjadi prioritas TACB untuk segera direkomendasikan setidaknya adalah ODCB yang berada di kawasan Benteng Kuto Besak, gua Jepang di Ario Kemuning, bunker di jalan Joko, makam-makam para petinggi Kesultanan Palembang Darussalam seperti kompleks pemakaman Pendiri Kesultanan Palembang Darussalam, Sunan Abdurachman di Cinde, Sultan Muhammad Mansyur, Nyi Pembayun, makam Ariodila/Ario Damar yang memang kurang mendapat perhatian dari pihak Pemkot, serta makam-makam kesultanan lain seperti Kompleks Pemakaman Kawah Tekurep, Makam Ki Gede Ing Suro, dan Sabo Kingking.
Oleh Vebri Al Lintani: Ketua Aliansi Masyarakat Peduli Cagar Budaya