Heboh…! Polemik Perubahan Nama di Makam Sabokingking Dipertanyakan Publik
PALEMBANG, GESAHKITA COM—-Sejak beberapa hari terakhir, media sosial diramaikan dengan kabar perubahan nama dan adanya coretan di ungkonan (makam) Sabokingking. Perubahan ini menimbulkan tanda tanya besar bagi masyarakat, terutama para Zuriat Palembang yang memiliki keterikatan historis dengan situs tersebut.
Tim investigasi ungkonan (makam) Sabokingking mencoba menghubungi Ketua Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Kota Palembang, Dr. Wahyu Rizki Andhifani, untuk mendapatkan klarifikasi. Namun, beliau enggan memberikan komentar dan menyarankan agar pertanyaan dialamatkan ke Dinas Kebudayaan Kota Palembang atau anggota TACB lainnya.
Saat diwawancarai, Kemas A.R. Panji, salah satu anggota TACB Kota Palembang, mengungkapkan bahwa berdasarkan informasi dari masyarakat sekitar dan para Zuriat Palembang, nama asli tokoh spiritual yang dimakamkan di Sabokingking adalah Sayyid Muhammad Nuh Ali Fasyah. Namun, pada tahun 2009, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Kota Palembang memasang prasasti dengan nama yang berbeda, yakni Habib Muhammad Nuh. Hingga kini, tidak jelas dari mana perubahan ini berasal.
“Sekarang, pada tahun 2025 ini, muncul lagi perubahan oleh pihak yang tidak diketahui, menjadi Sayid Umar Al Idrus,” ujar Kemas A.R. Panji. “Jika merujuk pada data yang lebih tua, seharusnya nama yang benar adalah Sayyid Muhammad Nuh Ali Fasyah, bukan Umar Al Idrus.”
Selain itu, data dari Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jambi juga menunjukkan ketidakkonsistenan. Ada dua versi nama yang tercatat: pertama, Tuan Sayid Moh. Omar Al Bashir, dan kedua, Tuan Sayid Moh. Umar Al Idrus. Perbedaan ini semakin memperumit upaya pelestarian sejarah yang akurat.
Menanggapi polemik ini, Kms Ari Simpati menegaskan bahwa perubahan atau koreksi nama di situs bersejarah harus dilakukan secara resmi dan melalui prosedur yang benar. “Pihak kuncen atau petugas yang bertanggung jawab di makam Sabokingking harus memastikan bahwa tidak ada perubahan atau koreksi sembarangan. Data harus divalidasi dan dilaporkan ke dinas terkait sebelum dilakukan tindakan apa pun,” katanya.
Ia juga mengingatkan bahwa perubahan yang dilakukan oleh pihak lain tanpa koordinasi dapat menimbulkan kebingungan historis dan merusak nilai autentisitas makam. “Jika memang ada data terbaru yang lebih valid, tetap harus dilaporkan terlebih dahulu dan dikoordinasikan dengan Dinas Kebudayaan serta TACB sebelum dilakukan pengerjaan,” tambahnya.
Dengan adanya kejadian ini, masyarakat dan para pemerhati sejarah diharapkan lebih kritis terhadap perubahan-perubahan yang terjadi di situs cagar budaya. Kejelasan sejarah tidak hanya penting bagi identitas lokal, tetapi juga bagi pelestarian warisan budaya bagi generasi mendatang.
(Laporan Investigasi ungkonan (makam) Sabokingking, 29 Januari 2025)