Forwida Sumsel Ajukan Dua Rekomendasi Terkait Pulau Kemaro dan BOT Gedung Walikota Palembang
PALEMBANG, GESAHKITA COM—”Daya pukau” persoalan Pulau Kemaro dan Wacana BOT Gedung Walikota Palembang dalam bulan bulan belakangan menarik perhatian sejumlah pihak, mulai Budayawan, aktivis lingkungan, Ahli Sejarah, guru sejarah, komunitas Pariwisata, pemerhati budaya, arkeolog hingga anggota DPRD Kota Palembang bahkan Anggota DPRD Provinsi.
Persoalan pun beragam mulai dari penolakan karena diduga masih berstatus sengketa, dampak lingkungan diduga tidak melalui akurasi analisa, orisinalitas sejarah dan vitalisasi sejarah hingga orientasi pembangunan Kepariwisataan Palembang dinilai hanya mengedepankan kepentingan bisnis semata.
Hal tersebut terungkap saat Forum Pariwisata dan Kebudayaan (Forwida) Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) mengadakan pertemuan rutin yang kali ini membahas soal rekomendasi terkait pembangunan di Pulau Kemaro dan fakta sejarah dibalik nya dan rencana Build Operate Transfer (BOT) Gedung Ledeng atau Gedung Walikota Palembang, di kawasan Bukit Siguntang Palembang, Sabtu (10/04/2021).
Seperti diketahui Forwida Sumsel ini merupakan kolaborasi pentahelix di Sumsel yang didalamnya terdapat unsur pemerintah, masyarakat atau komunitas, akademisi, pengusaha, dan media bersatu membangun kebersamaan dalam pembangunan termasuk didalamnya terdapat Sultan Mahmud Badaruddin (SMB) IV Jaya Wikrama R.M.Fauwaz Diradja,S.H.M.Kn.
Dalam pertemuan ini resmi melahirkn dan mengajukan dua rekomendasi kepada Pemerintah kota (Pemkot) Palembang, DPRD kota Palembang dan DPRD Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) bahkan juga Rekomendasi ditujukan kepada Gubernur Sumsel dan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sumsel.
Dua Rekomendasi tersebut resmi diserahkan langsung oleh Ketua Umum Forwida Sumsel ,Dr. Ir. Diah Kusuma Pratiwi, MT didampingi Sultan Mahmud Badaruddin (SMB) IV Jaya Wikrama R.M.Fauwaz Diradja,S.H.M.Kn serta sejumlah pengurus Forwida Sumsel kepada Wakil Ketua Komisi I DPRD kota Palembang yang juga anggota Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD kota Palembang, Muhammad Ridwan Saiman SH MH.
Dalam kesempatan itu, Ketua Umum Forwida Sumsel, Dr. Ir. Diah Kusuma Pratiwi, MT menilai Pulau Kemaro itu ada benteng pertahanan milik Kesultanan Palembang Darussalam dan tidak ditemukan sejarah Sriwijaya di Pulau Kemaro.
“ Kalau ada keinginan untuk membuatnya menjadi destinasi wisata Sriwijaya itu salah,”katanya.
Selain itu dengan adanya artefak yang berada di baba Azim Amin berupa uang logam kuno yang diperlukan kajian lagi bersama Balai Arkeologi Sumsel .
“ Di Pulau Kemaro ada makam Panglima Bongsu dan prajuritnya yang dulunya bernuansa Islami, kita lihat di sana beberapa yang bernuansa Islami seperti ada huruf Arab Melayu yang bertuliskan dilarang berzina, berjudi dan membawa Babi sekarang sudah hilang , jadi banyak nuansa islami disana hilang , kami dari Forwida Sumsel menyatakan sikap Forwida Sumsel meminta kepada pemerintah agar itu dikembalikan seperti sedia kala,” tegas dia.
Pihaknya meminta kepada pemerintah untuk membuat fasilitas yang cukup untuk pariwisata di Pulau Kemaro seperti toilet , mushola atau masjid serta kantin-kantin yang layak untuk wisata.
“ Kami juga menginginkan destinasi Pulau Kemaro itu dilakukan berdasarkan fakta sejarah dalam pembangunannya, kami menyarankan dibuat miniatur benteng Tamengratu di pinggir Pulau Kemaro dan kami sangat menyarankan untuk segera didaftarkan sebagai cagar budaya ,” ujarnya Doktor Diah.
Selain itu , pihaknya tidak setuju jika pembangunan yang dilakukan Pemkot Palembang di Pulau Kemaro dalam kondisi masih ada masalah seperti soal lahan yang semestinya harus diselesaikan dulu permasalahan status lahannya oleh Pemkot Palembang.
Diah berharap apa yang disampaikan ini bisa menjadi masukan bagi DPRD Palembang dan DPRD Sumsel serta Pemkot Palembang, Gubernur Sumsel dan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sumsel.
Terkait BOT Gedung Walikota Palembang , Diah menilai Gedung Walikota Palembang yang bernilai sejarah tersebut harus diselamatkan dan tidak boleh dilakukan pengerusakan atau diambil alih oleh pihak investor.
“ Jadi kami tidak setuju kalau Gedung Walikota Palembang dibuat hotel, kalau terjadi kesulitan dalam pengelolaannya , kalau sudah jadi cagar budaya tidak ada masalah apalagi kalau sudah dikelola oleh Dinas Pariwisata dan budaya,” katanya.
Pihaknya menyarankan agar Gedung Walikota Palembang tetap ditempati Walikota Palembang dan dijadikan sebagai destinasi wisata.
“ Kami menyarankan agar bangunan-bangunan yang mengganggu proses cagar budaya dibongkar seperti di lantai atas Gedung Walikota Palembang seperti ada topi, itu dibongkar dikembalikan seperti bangunan asli,” ucap Doktor Diah dalam pertemuan Forwida tersebut.
Pihaknya menyarankan Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Provinsi Sumsel turun tangan membantu TACB kota Palembang agar proses cagar budaya Gedung Walikota Palembang itu segera dilaksanakan.
“ Kami menginginkan agar DPRD Sumsel dan DPRD kota Palembang juga mengangkat masalah ini untuk dilindungi, jadi tidak ada disana pengerusakan karena disana sebagai kawasan cagar budaya,” kata Diah tegas.
Hadir juga, sejarawan kota Palembang, Kemas Ari Panji yang menyayangkan kalau Pulau Kemaro dilakukan revitalisasi, dibangun ulang atau apapun namanya dengan cara menghilangkan sejarahnya.
“ Tetapi kita tetap mendukung kalau Pemerintah Kota mau membangun kawasan wisata tanpa menghilangkan data-data sejarah, “ungkap dia.
Dosen UIN Raden Fatah , Palembang ini mencontohkan dalam data-data tertulis yang terdapat di beberapa catatan disebutkan di Pulau Kemaro terdapat Benteng Kesultanan Palembang Darussalam.
“Kemarin kami baru dari lapangan melihat ada beberapa penemuan misalnya sisa kamp bekas penahanan PKI , ada struktur bangunan dalam bentuk coran beton yang masih silang pendapat ada mengatakan bungker Jepang dan ada yang mengatakan bukan bunker, semuanya harus diperhatikan,” tegas dia.
Sehingga yang diharapkan menurutnya Pemerintah Kota Palembang membangun pusat pariwisata itu berbasis sejarah.
“Silahkan saja membangun kawasan itu menjadi kawasan pariwisata tapi tidak merubah unsur-unsur sejarah, “ Kata nya.
Dia menilai selama ini banyak hal yang dihilangkan serta tidak ada upaya untuk mempertahan hal hal dulu yang pernah ada di Pulau Kemaro itu.
“Kalau ada tetap kita pertahankan kalaupun tidak ada dikasih penanda misalnya Kesultanan Palembang Darussalam pernah mendirikan Benteng Tamengratu, minimal di kasih penanda disitu bahwa disini pernah dibangun Benteng Tamengratu sehingga yang dijual dalam konsep pariwisata itu selain bentang alam, kondisi alam panorama juga wisata sejarahnya , jangan sampai anak cucu kita kedepan salah penafsiran dan salah kaprah,” dia mengingatkan.
Anggota DPRD kota Palembang Muhammad Ridwan Saiman SH MH mengatakan Pulau Kemaro berdasarkan hasil Focus Group Discussion (FGD) yang dilaksanakan Forwida beberapa waktu yang lalu dimana dirinya mengikuti FGD secara daring tersebut dimana temuan-temuan dan fakta sejarah yang ada di Pulau Kemaro itu adalah sejarah mengenai Kesultanan Palembang Darussalam.
“ Inilah yang diinginkan pihak Forwida sebagai pemerhati budaya, sejarah sesungguhnya untuk menjadikan suatu aset pariwisata itu tidak keberatan tetapi jangan berpijak kepada kerajaan Sriwijaya, kami sebagai anggota DPRD kota Palembang yang kebetulan sedang membahas raperda tentang kepariwisataan dalam waktu dekat selasa atau rabu ini akan bertemu dengan Dinas Pariwisata kota Palembang dalam agenda rapat Bapemperda, itu akan kami sampaikan ,” katanya.
Dan sudah kewajiban pihaknya sebagai anggota DPRD Palembang untuk menerima dan menyalurkan aspirasi warga termasuk dari Forwida Sumsel.
Sementara terkait BOT Gedung Walikota Palembang menurut Ketua bidang Polhukam dan Kebijakan Publik DPW PKS Sumsel ini, dalam pandangan Fraksi PKS DPRD Palembang sudah disampaikan dalam rapat paripurna agar meminta ditinjau ulang, karena terkait dua hal yaitu asas kemanfaatan dari Gedung Walikota Palembang tersebut.
“ Kalau diserahkan pihak swasta kita khawatir rakyat tidak akan menikmati , kedua masalah budaya, gedung ledeng ini khan cagar budaya dimana usianya lebih dari 50 tahun , sudah selayaknya menjadi cagar budaya dan kewajiban pemerintah dan masyarakat untuk menjaganya sehingga kalau mau di BOT kan menurut Fraksi PKS dalam pemandangan umumnya beberapa waktu yang lalu itu harus ditinjau ulang ,” tutupnya.(goik)