PALEMBANG, GESAHKITA COM–Kelenteng di Pulau Kemaro dituturkan Burhan dibangun saat orangtuanya masuk Pulau Kemaro tahun 1947 saat itu menurutnya sudah ada bentuk kelenteng cuma dulu terbuat dari kayu lalu di permanenkan tahun 1960 dan selesai tahun 1962 dan dipugar tahun 2010 sampai sekarang.
Hal tersebut terungkap oleh tim pencari fakta Pulau Kemaro saat melakukan kunjungan ke Pulau Kemaro, Palembang, Sabtu (14/03/2021).
Tim ini mencari temuan dan melihat langsung kondisi Pulau Kemaro dan melihat Kelenteng Yayasan Topekong Kramat Pulau Kemaro sekaligus menggali fakta dan sejarah yang ada di Pulau Kemaro tersebut.
Tim Pencari Fakta Kunjungi Pulau Kemaro, Banyak Ditemukan Fakta Baru
Tim pencari fakta Pulau Kemaro dipimpin Ahmad Dailami didampingi budayawan kota Palembang Vebri Al Lintani, sejarawan kota Palembang Kemas Ari Panji, Azim Amin (Zuriat Saudagar Yu Ching 3-4 Ulu), Ketua Ikatan Arsitek Lanskap Indonesia (IALI) Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) Yanti Muchtar., Muhamad Rustam (dari Forum Pariwisata dan Kebudayaan (Forwida) Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) , Mang Dayat (Youtuber).
Menurut juru kunci Kelenteng Yayasan Topekong Kramat Pulau Kemaro, Burhan mengatakan di Pulau Kemaro ada dua Agama Budha dan Islam (muslim).
“ Makam Siti Fatimah dan Tan Bun An itu dua-duanya Muslim, kalau makan kiri kanannya itu makam dayang dan pengawalnya,” tuturnya kepada Tim pencari fakta.
Menurutnya yang berziarah ke Pulau Kemaro adalah mereka dari agama Budha dan Islam.
“ Kalau muslim yang datang kesini baca Fateha(Surat Al Fateha, red), ngirim doa, kalau yang Budha kan jelas pasang garu semuanya dia pasang,” katanya dengan dialek khas nya.
“Kelenteng ini menurutnya dibangun saat orang tuanya masuk Pulau Kemaro tahun 1947 saat itu menurutnya sudah ada bentuk kelenteng cuma dulu terbuat dari kayu lalu di permanenkan tahun 1960 dan selesai tahun 1962 dan dipugar tahun 2010 sampai sekarang”
“ Memang dulu ada tulisan arab melayu tapi artinya tetapi artinya tetap tidak dihilangi tetap Yayasan Topekong Kramat Pulau Kemaro dan tahun 1975, 1976 diubah huruf arab melayunya saran dari Departemen Agama, mereka bilang ini bukan Masjid tapi Kelenteng, jangan sampai disangka orang ini masjid, Kelenteng ini,” katanya dihadapan Tim Pencari Fakta di Pulau Kemaro tersebut.
Burhan mengaku berada di Pulau Kemaro sejak 1969 sejak diboyong orangtuanya ke Pulau Kemaro pada waktu itu umurnya dua tahun kelahiran di 16 Ilir Palembang, namun orang tuanya tahun 1947 sudah berada di Pulau Kemaro.
“ Tiap cap go meh datang rame-rame, ngurusin, bersihin, baru tahun 1962 baru tinggal disini orangtua saya sebelumnya tinggal di 16 Ilir,” ucap Burhan masih bicara dihadapam tim pencari fakta.
Sementara itu, Azim Amin , Zuriat Saudagar Yu Ching 3-4 Ulu Palembang menjelaskan Januari akhir tahun 1971 dirinya ke Pulau Kemaro saat itu masih ada tulisan Arab Melayu di Pulau Kemaro lalu di bagian lain ada gapura tulisan makam kramat Pulau Kemaro menggunakan huruf Arab Melayu .
“ Gapura itu tempat orang masuk untuk pengampunan, dia ziarah ke makam ini minta ampun kepada leluhur kito, jadi kapitan bongsu itu tertulis dalam naskah salinan tahun 1838 lalu disalin lagi tahun 1910 lalu disalin tahun 1971, itu menyatakan Raja Cina bersahabat dengan Raja Palembang kemudian tiga putranya bersahabat dengan susuhunan Palembang sebagai teku, teku sunan di Bangka namanya kapitan bela , penguasa tanah Bangka, meninggal di Bangka dan dikuburkan di Bangka, sudah aku selidiki ternyata disana ada kuburan kayak Kelenteng ini di Mentok, kampung Belo,” kata Azim Amin yang merupakan Zuriat Saudagar Yu Ching 3-4 Ulu Palembang bertutur di hadapan Tim Pencari Fakta Pulau Kemaro
Lalu dia meneruskan kapitan asing dalam versi (Alm) Johan Hanafiah (budayawan Palembang) namanya Un Asing , dia memiliki anak perempuan , nyonya besak, sedangkan kapitan bela punya anak namanya Kiyai Mahkucing atau baba yaujian dan dia sudah muslim sejak zaman kakeknya yang juga muslim.
“ Dia meninggal di Palembang dan di kuburkan di negeri Cina, kapitan asing ini dan tidak dimakamkan di Palembang tapi di Cina,” Azim Amin menuturkan dihadapan Tim pencari fakta di Pulau Kemaro.
Lalu kapitan Bongsu yang meninggal waktu masih bujang, tenggelam kapal hijuk serta wangkang anak buahnya dimakamkan di Pulau Kemaro.
“ Dulu sebelum ada kelenteng keluarga kami selalu kesini (Pulau Kemaro) tapi sejak ada kelenteng ini tidak lagi kesini tapi berdoa dari jauh, karena ada keluarga yang fanatik itu kalau kita ke Kelenteng dosa kita 40 hari ditolak, kalau aku tidak , aku punya paham , kelenteng itu adalah bangunan kebudayaan dari Cina, tidak apa-apa,”ucapnya dihadapan tim pencari fakta.
Lalu lima tahun yang lalu Azim mengaku mengajak ustad Nawawi Dencik menanyakan makam Kapitan Bongsu yang seorang muslim di Pulau Kemaro dan beliau khataman Al Quran disini.
Menurut, Azim Saudagar Yu Ching memiliki anak namanya Baba Muhammad Najib bergelar Kiyai Demang Wiroguno yang membangun Benteng Pulau Kemaro.(ril tim pencari fakta Pulau Kemaro/goik)