PALEMBANG, GESAHKITA COM—Rektor Universitas IBA, Dr. Tarech Rasyid, M.Si, meminta agar Pemerintah mencegah upaya melenyapkan Pancasila dari Kurikulum pendidikan. Sebab, upaya tersebut sangat berbahaya karena Pancasila sebagai landasan untuk membangun moralitas dan karakter manusia Indonesia menjadi hilang.
Dikatakannya bahwa tindakan untuk melenyapkan Pancasila tersebut tercermin dari diberlakukannya PP 57 Tahun 2021 tentang Standar Pendidikan. Pemberlakuan PP yang kontroversial itu tentu saja sangat mengherankan dan patut dikritisi.
Berkaitan dengan upaya pelenyapan Pancasila dari kurikulum pendidikan tersebut, maka mendorong Rektor Universitas IBA mendukung Pusat Studi Pancasila UGM yang menuntut agar PP No 57 Tahun 2021 tentang Standar Nasional Pendidikan itu dibatalkan.
Namun, bila tak dapat dibatalkan maka Rektor Universitas IBA mendesak agar PP yang diundangkan pada tanggal 31 Maret 2021 tersebut wajib direvisi secara komprehensif.
Lebih lanjut dikatakan Tarech Rasyid, jika upaya revisi PP tersebut masih terkandung kontradiktif dalam membangun moralitas dan karakter Bangsa, maka Universitas IBA bergabung dengan Pusat Studi Pancasila UGM untuk melakukan uji materi (judicial review) terhadap pasal-pasal yang tidak relevan dalam mendukung kemajuan pendidikan karakter bangsa yang tertuang UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Upaya pelenyapan Pancasila itu, tentu menimbulkan pertanyaan. Apakah Pancasila itu tak diperlukan lagi atau tidak relevan lagi dalam konteks membangun moralitas dan karakter peserta didik?
Menurut Tarech Rasyid, Universitas IBA tetap meyakini bahwa Pancasila itu masih sangat relevan dalam membentuk moralitas dan karakter peserta didik. Karena itu, Universitas IBA meletakan visinya sebagai Universitas yang berjiwa entrepreneur dan berkebangsaan religius.
Berkaitan dengan kebangsaan religius itu, Tarech Rasyid menjelaskan bahwa kebangsaan religius itu bersumber dari Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika dan ajaran agama Islam.
Menurut Tarech Rasyid, visi Universitas IBA berkebangsaan religius tersebut sejalan dengan Pancasila sebagai Pandangan Hidup, juga sebagai Ideologi Bangsa dan dasar negara.
Selain itu, Pancasila sebagai filsafat dan cara berpikir manusia Indonesia yang diyakini dapat menjadi penyaring atau sebagai “alat” untuk melakukan reduksi sosiologis terhadap ideologi asing sehingga jati diri bangsa Indonesia tetap kokoh dan eksis.
Memang, kalau kita melihat UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003, tidak lagi menyebutkan Pendidikan Pancasila sebagai materi yang wajib dalam kurikulum di semua jenjang pendidikan nasional. Sebagaimana tercermin pada Pasal 37, ayat 1 dan 2 dalam Undang-undang tersebut tidak lagi memuat secara khusus dan menyebut secara eksplisit tentang Pendidikan Pancasila.
Karena itu, tidaklah mengherankan bahwa PP No 57 Tahun 2021 tentang Standar Nasional Pendidikan itu mengesankan hendak mengukuhkan Undang Undang No 20 Tahun 2003 yang memang tidak mewajibkan materi Pendidikan Pancasila dalam kurikulum pendidikan nasional, terutama pada jenjang pendidikan dasar, menengah dan tinggi.
Namun, menurut Tarech Rasyid, kita tidak boleh melupakan bahwa ada Undang-Undang No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi yang dapat disebut sebagai Lex Specialis.
Di dalam Undang-undang ini disebutkan bahwa lembaga pendidikan tinggi diwajibkan memasukan materi Pendidikan Pancasila ke dalam kurikulumnya sebagaimana tercermin dalam pasal 35, ayat 3, butir c.
Dikatakan bahwa Universitas IBA dengan visinya sebagai universitas yang unggul berjiwa entrepreneur dan berkebangsaan religius. Dalam konteks ini, Tarech Rasyid mengimbau agar PP yang kontraversial itu direvisi secara komprehensif.
Sebab, Universitas IBA berkeyakinan bahwa pemberian materi Pancasila, juga materi agama sangat penting diberikan kepada peserta didik. Hal ini disebabkan lembaga pendidikan berkepentingan dalam pengembangan moralitas, integritas dan karakter peserta didik.
Sejalan dengan pemikiran tersebut, Rektor Universitas IBA sepakat dengan Pusat Studi Pancasila UGM yang menegaskan bahwa menghapus pendidikan Pancasila sebagai kurikulum wajib merupakan tindakan yang berbahaya. Sebab tindakan tersebut berpotensi melenyapkan Pancasila dalam upaya Pembudayaan Pancasila melalui jalur pendidikan.
Yang jelas, kata Tarech Rasyid, pelenyapan Pancasila dalam kurikulum pendidikan dapat dikatakan sebagai upaya untuk menghilangkan landasan nilai dalam membentuk moralitas, integritas dan karakter peserta didik sebagai manusia Pancasila. Karena itu, kita berharap pemerintah, dalam hal ini Kemendikbud ristek harus secepatnya merevisi PP No 57 Tahun 2021 yang kontroversial itu secara komprehensif.(goik)