selamat menunaikan ibadah puasa selamat menunaikan ibadah puasa selamat menunaikan ibadah puasa hari jadi kota pasuruanisra miraj hut oku selatan, hari jadi oku selatan

Diduga Kurang ‘Cakap” Tangani Banjir, Walhi Sumsel Gugat Pempkot Palembang

SPALEMBANG, GESAHKITA COM— Sidang dugaan kurang cakap dalam menangani bencana banjir  yang diajukan Yayasan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) terhadap Pemerintah Kota (Pemkot) Palembang di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Palembang terus bergulir.

Seperti yang digelar kali ini, Selasa (17/5/2022) sidang berjalan dengan agenda keterangan saksi ahli dan saksi fakta.

Selaku saksi fakta, Wanto salah satu warga Hulu Balang 2, Kecamatan Ilir Barat I Palembang mengaku, telah mengalami kebanjiran setinggi lutut dengan waktu dua hari dua malam. Dimana pasca kebanjiran tersebut dia mengalami kerugian mencapai puluhan juta rupiah.

“Banyak barang yang terendam akibat banjir itu, kalau di taksir mencapai puluhan juta rupiah. Setelah banjir itu kita juga terpaksa membangun rumah agar tidak terjadi lagi karena saat banjir melanda waktu itu kota tidak bisa tidur,” ungkap dia.

Sementara saksi ahli, Eko Teguh Paripurno dari Peneliti pada Pusat Studi Manajemen Bencana UPN “Veteran” Yogyakarta menilai, melihat dari banjir yang terjadi pada 26 Desember 2021 lalu, Kota Palembang membutuhkan pengendalian banjir dengan dua metode.

Pembangunan kolam retensi merupakan upaya populer.

Dengan melihat kecenderungan peningkatan jumlah curah hujan, maka residu air yang menimbulkan genangan yang perlu dikelola sebesar 52.241.224 m3 (52,42 juta m3), dengan Curah Hujan Dasarian ekstrim sebesar 350 mm, seperti yang terjadi kisaran tanggal 26 Desember 2021, atau jumlah residu sebesar 22,39 juta m3 pada kondisi Curah Hujan Dasarian rata rata tinggi, sekitar 150 mm.

“Jumlah ini akan menimbulkan genangan banjir seperti yang lazim terjadi selain tanggal tersebut, Dengan kecenderungan jumlah residu air tersebut maka Kota Palembang memerlukan kolam retensi tambahan dengan kedalaman rata rata 1,5 m seluas 21,32 29,75 hektar,” katanya saat diwawancarai.

Menurut saksi ahli tersebut, pengendalian dan pengelolaan banjir perlu diikuti dengan perencanaan dan tindakan lain, sehingga permasalahan banjir dapat diatasi.

Dia menyebutkan, Hal hal yang perlu dilakukan dapat bersifat struktural dan non struktural.

Masih menurut keterangan saksi ahli, “Metode Struktur dapat dilakukan dengan membuat bangunan pengendali banjir dan perbaikan dan pengaturan sistem sungai, Pembangunan bangunan pengendali banjir dapat berupa: bendungan, kotam retensi, cekdam penangkap sedimen, groundsill, retarding basin, polder, sumur resapan dan bendung”.

Terkait metode struktural tersebut lanjutnya,  Perbaikan dan pengaturan sistem sungai dilakukan dengan memperbaiki sistem jaringan sungai, perbaikan (pelebaran dan pengerukan sungai), perlindungan tanggul sungai / banjir, floodway, pengendalian sedimen, dan perbaikan muara sungai.

Kemudian, Metode non struktural dapat dilakukan melalui pengelolaan daerah aliran sungai (DAS), pengaturan tata guna lahan, pengendalian erosi, pengembangan daerah banjir, pengaturan daerah banjir, penanganan kondisi darurat, peramalan banjir, pengendalian daerah bantaran asuransi dan penegakan hukum.

Sedangkan untuk Manajemen Bencana Banjir dikatakannya, kecenderungan kejadian banjir yang tinggi dan meningkat, maka tindakan yang bertolak belakang dan kontra produktif dengan upaya pengelolaan banjir saat ini perlu menjadi refleksi bersama untuk diperbaiki.

Ruang terbuka hijau (RTH) merupakan salah satu perangkat non struktural daiam pengelolaan lahan. RTH meningkatkan fungsi resapan dan mengurangi erosi. Oleh karenanya progres pencukupan RTH di Kota Palembang, dari hanya 1096 menjadi 304 perlu segera diwujudkan.

Saksi ahli juga menjelaskan masih terkait metode non struktural yakni, “Perwujudan dan pengaturan tata guna lahan, antara lain dalam bentuk rawa konservasi seluas 691 Ha perlu diwujudkan sesuai jumlah yang ditetapkan seluas 2.106,13 Ha,” jelasnya.

Menurut saksi ahli juga, jika kenyataan nya sebagian besar wilayah rawa konservasi yang telah dialihfungsikan menjadi permukiman dan pusat kegiatan ekonomi perlu diikuti dengan penambahan sumur resapan dan bentuk lainnya yang berfungsi resapan.

Oleh karenanya alih fungsi kawasan rawa konservasi yang menyebabkan penurunan daya dukung lingkungan perlu dicegah karena akan menghilangkan fungsi rawa sebagai “kolam retensi alamiah” dan dengan sendirinya akan meningkatkan risiko banjir.

“Di Kota Palembang penataan kawasan kota dengan mengarusutamakan mitigasi bencana dengan tindakan operasional turunannya perlu menjadi perioritas,” ungkapnya.

“Ini semata mata untuk memastikan terwujudnya pembangunan berkelanjutan”

Keberadaan banjir di lingkungan rawa menjadi tantangan sekaligus kesempatan bahwa Kota Palembang perlu memastikan rencana pembangunan dan rencana penanggulangan bencana yang lebih ramah rawa dan banjir.

Tindakan tersebut perlu ditindaklanjuti dengan upaya yang dimandatkan oleh Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 101 Tahun 2018, menindaklanjut Peraturan Pemerintah nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelengaraan Penanggulangan Bencana.

“Seperti kita ketahuai bersama bahwa Permendagri tersebut telah memandatkan perlunya berbagai tindakan yang merupakan urusan wajib pemerintah daerah dan sebagai standar pelayanan minimum,” terangnya.

Mandat mandat tersebut berupa (1) Penyediaan informasi rawan bencana, (2) Pencegahan dan kesiapsiagaan terhadap bencana, (3) Penyelamatan dan evakuasi korban bencana. Pelaksanaan manda mandat ini semata-mata diarahkan untuk memastikan risiko banjir bergeser dari tidak dapat diterima menjadi dipertimbangkan / dapat dikelola dan bahkan dapat diterima,” katanya.

Karena pengelolaan banjir masih belum sempurna, dan potensi bencana masih terjadi, maka kita perlu memastikan urusan-urusan tersebut dapat terlaksana dengan baik.

Urusan penyediaan informasi bencana dalam bentuk (1) Penyusunan Kajian Risiko Bencana, dan (2) Komunikasi, informasi dan edukasi rawan bencana per jenis bahaya.

Urusan pencegahan dan kesiapsiagaan terhadap bencana dalam bentuk (1) Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana (RPB), (2) Penyusunan Rencana Kontingansi, (3) Pelatihan Pencegahan dan Mitigasi, (3) Pengendalian operasi dan penyediaan sarana prasarana kesiapsiagaan, serta (4) Penyediaan peralatan perlindungan dan kesiapsiagaan. Urusan Penyelamatan dan evakuasi korban bencana dalam bentuk (1) Respon cepat kejasian luar biasa, (2) Respon cepat darurat bencana, (3) Aktivasi sistem komandi penanganan daurat, dan (4) Pencarian, pertolongan dan evakuasi korban.

Fenomena banjir kemarin dan potensi banjir ke depan, adalah kesempatan kita untuk refleksi, dan kesempatan untuk upaya pengurangan risiko bencana. Bukan sebaliknya,” tukasnya.

Sementara itu, Direktur Walhi, Yuliusman didampingi Ketua Divisi Hukum dan HAM Walhi, Yusriarafat mengatakan, diajukannya tuntutan ke PTUN Palembang yakni untuk terus mendorong terwujudnya hak atas lingkungan hidup yang layak dan sehat.

Kemudian mereka bergerak atas dasar kepedulian dalam rangka pelestarian fungsi lingkungan hidup dan pemajuan, perlindungan, penegakan dan penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia.

“Gugatan yang sudah disiapkan secara matang. Tadi saksi ahli yang dihadirkan menguatkan gugatan kita. Apa yg telah disampaikan jadi kita sangat yakin.

Dari sini yang disampaikan jelas terjadinya banjir faktor utama minimnya upaya atau tindakan dan beberapa infrastruktur mulai retensi dan rth. Jadj ini kelalaian dari Pemkot,” katanya.

Lebih jelas dikatakannya, bahwa warga Kota Palembang berhak untuk menikmati lingkungan yang baik dan sehat. Dan itu merupakan tugas dari Pemerintah Kota yang dikomandoi oleh Walikota.

“Supaya Pemerintah Kota dalam hal ini Walikota melakukan upaya seperti kolam retensi yg tidak hanya sebagai bangunan saja tapi betul-betul yang digunakan dengan baik. Begitu juga drainase harus dipastikan sampai ke muara,” terang dia.

Dia kemudian memberi contoh di simpang Polda Sumsel yang hingga saat ini terus terjadi banjir padahal sering di lewati pejabat.

“Oleh sebab itu, Kalau memang Pemkot Palembang ingin memaksimalkan itu bisa dilakukan karena pemerintah punya kuasa anggaran,” jelas Yuliusman.

Yuliusman berharap, supaya Walikota Palembang dapat menyelamatkan warga kota dari banjir.

“Kota palembang tidak separah jakarta dan kita yakin ini bisa diperbaiki. Kemudian alasan digugat ini karena ini sudah terulang dan akhir tahun kemaren menelan 2 korban jiwa. Dengan demikian Walhi mendorong tata kelolah pemerintah yan baik, agar masyarakat merasa tidak dihantui kebanjiran,” tandasnya.(ril/agk)

Leave a Reply