selamat idul fitri selamat menunaikan ibadah puasa selamat menunaikan ibadah puasa selamat menunaikan ibadah puasa hari jadi kota pasuruanisra miraj hut oku selatan, hari jadi oku selatan
News  

Potret Kesenjangan Sosial Dalam Tragedi, “Anak Pengemis” Heri Mastari

PALEMBANG, GESAHKITA COM–Kesenjangan sosial merupakan suatu kondisi dimana ada hal yang tidak seimbang di dalam kehidupan masyarakat.  Entah itu secara personal maupun kelompok, dimana ada ketimpangan sosial yang terbentuk dari sebuah ketidakadilan.

Kesenjangan tersebut seringkali dikaitkan dengan adanya suatu bentuk perbedaan yang sangat nyata serta dapat dilihat dalam segi keuangan masyarakat, seperti kekayaan harta. Terlebih untuk hal kesenjangan dalam bidang ekonomi. Sekarang ini sangat mudah dilihat dari adanya potensi serta peluang yang tidak sama dalam posisi sosial di masyarakat.

Heri Mastari dalam Puisi nya memotret kesenjangan sosial yang ada dalam fiksi puisi nya, ” Anak Pengemis”

JALAN MULAI RAMAI
BANYAK ORANG BERLALU LALANG
SUARA BOCAH ITU
MAKIN TAK KUAT UNTUK DIDENGAR
DITAMBAH SUARA MOTOR DAN MOBIL

DIA MASIH KECIL
BETUL-BETUL MASIH KECIL
DAN BELUM BISA BICARA SATU KATAPUN

Puisi yang dia tulis  pada tahun 2004 silam ini, tentu saja karena persoalan kemiskinan sehingga membuat adanya masyarakat memilih menjadi pengemis salah satu alasan untuk bertahan hidup yang  tentu saja masih menjadi persoalan di tengah tengah kita.

Cerita bernuansa Tragedi fiksi meski di era modern ini masih menjadi bagian yang pantas dipertontonkan, sebab ada kenyataan, ada sentuhan untuk membangkitkan nurani kita untuk lebih peka terhadap sesama manusia.

Pada kenyataan nya, Pengemis bagi kemajuan kota dinilai sangat mengganggu ketertiban suatu kota, merupakan tanggung jawab Masyarakat Indonesia pada umumnya.

Namun Tragedi Puisi Anak Pengemis di sisi yang berbeda  ada cerita tragis meninggalnya pengemis yang telah berjuang menyambung hidupnya dan hidup anak nya. Tentu tidak bisa dibantah sang perempuan pengemis merupakan juga pahlawan bagi sang anak.

Menurut pengamat sastra Tragedi salam kesusastraan adalah genre cerita di mana seorang pahlawan jatuh oleh kekurangannya sendiri, biasanya oleh kekurangan manusia biasa atau bahkan kelebihan cinta, kehormatan, atau kesetiaan.

TANGISAN SEORANG BOCAH
TAK MAMPU MENGHENTIKAN HUJAN
TAPI MERUPAKAN MELODI PANJANG
MENGIRINGI KESEDIHAN
MENJELANG KEMATIAN
SEORANG WANITA
YANG TERBUJUR
DIDEPANNYA

Fakta kemiskinan dirasakan Heri Mastari di tengah masyarakat memang masalah sepertinya tidak habis habisnya, dan melihat hal itu juga negara sebenarnya juga sudah mengantisipasi seperti tertuang Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dapat diketahui tentang kedudukan warga negara dalam hukum dan pemerintahan yaitu sebagaimana diatur dalam Pasal 27 yang  berbunyi: 1) Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. 2) Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. 3) Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara (Perubahan Ke-4 UUD RI 1945, 10 Agustus 2002)

Selanjutnya dalam Pasal 34 Undang-undang Dasar 1945 mengatur tentang perlindungan hukum yang diberikan oleh negara kepada fakir miskin, pasal tersebut berbunyi:  1) Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara. 2) Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan. 3) Negara bertanggungjawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak. 4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang (Perubahan ke-4 UUD RI 1945, 10 Agustus 2002).

Heri Mastari Kemudian memunculkan pesimisme nya, sampai kapan Kemiskinan ini berakhir atau seperti sampai perempuan itu meregang nyawa dijalanan.

YA TUHAN
AKUPUN TAK BISA BICARA
APA-APA LAGI

***

Editor : Arjeli Sy Jr

 

ANAK PENGEMIS

Oleh Drs Heri Mastari

TANGISAN SEORANG BOCAH
TAK MAMPU MENGHENTIKAN HUJAN
TAPI MERUPAKAN MELODI PANJANG
MENGIRINGI KESEDIHAN
MENJELANG KEMATIAN
SEORANG WANITA
YANG TERBUJUR
DIDEPANNYA

SEORANG BOCAH
TETAP MENANGIS
TAK BERHENTI
SAMBIL SESEKALI
MENGGOYANG-GOYANGKAN
TUBUH IBUNYA YANG TELAH KAKU
SEJAK MALAM TADI

JALAN MULAI RAMAI
BANYAK ORANG BERLALU LALANG
SUARA BOCAH ITU
MAKIN TAK KUAT UNTUK DIDENGAR
DITAMBAH SUARA MOTOR DAN MOBIL

DIA MASIH KECIL
BETUL-BETUL MASIH KECIL
DAN BELUM BISA BICARA SATU KATAPUN

YA TUHAN
AKUPUN TAK BISA BICARA
APA-APA LAGI

27 JULI 2004
2 OKTOBER 2005 SRIWIJAYA POST

Tinggalkan Balasan