Puisi Stanza Air Mata Ummatun Wahidah
(bukan tersebab Udin, tapi karena-Nya)
Karya:Reychanli
Aku, kami atau bahkan engkau telah lupa sejak kapan Alif Ba Tsa itu luruh di bibirmu,
Meski aksara tak kunjung sampai pada titik temu, kau tuturkan pada kami: ‘Kedua lenganku masih tegar menyanggah matahari’.
Di sepanjang siang engkau memetik teriknya dengan tafsir di jemari, saban pagi kamipun terbangun engkau telah terjaga.
Lalu, mendahului cahaya sambil menikmati perbedaan yang yang basah
Dalam suatu tawa, dalam suatu duka, dalam suatu keberagaman dan kepercayaan,
dalam satu renungan engkau perkenalkan kami tentang hudan li al-nas,
yang kental dengan rahim peradaban silam
Barangkali aku sendiri lupa atau memang tak ingin mengakhirinya,
Sebab berkali-kali engkau bisikkan pada kami: ‘Dadaku masih terlalu kuat memeluk sang rembulan’
Engkau ajak kami bermimpi sepanjang malam tentang harapan-harapan tunas yang tegak pada pokoknya.
Pada menara rumah Tuhan, sepotong doa masih bertalu-talu
Dan, kami tahu Engkau masih ingin di situ,
membangun sebuah mimpi untuk kami berteduh,
Walau dunia makin gulita dari sepasang bola matamu…!
Bukankah tak ada lagi yang mesti ditingkahi?
Sudahi saja ruang kemudi ini
Aku, kami atau bahkan dikau mungkin saja sengaja lupa akan merdunya lantunan Azdan berkumandang,
Sedang di tanah-tanah yang dijanjikan Tuhan, engkau tuangkan sebait kata,
apa itu; Huwa alladzi anzala ‘alaika al-kitab minhu ayat muhkamat hunna umm al-kitab wa ukharu mutasyabihat
Ketika lonceng bertembang, aku tahu engkau sedang bersandar pada dinding yang mana…!
Mencium aroma seuntai zikir di satu ruang di mana engkau berbincang pada sunyi
Aku dan kau hampir saja lupa bagaimana senandung kisah purba tentang kesaktian mandraguna sila pertama Bhineka Tinggal Ika
Akhir-akhir ini bayangan pandemi dan kisah Semeru hanya nyata sekadar mengecup rinduMu, di lereng-lereng keangkuhan
Maka, kenalkan saja aku atau bahkan kami tutur bibirmu sebelum kebesaran mereka melesap dan terlupa, atau meregang dipeluk kematian
Wahai para leluhurku di tepian kidung alam, di setiap jengkal ingatan, tanpa purnama disisinya
Izinkan aku menebusnya sampai buana stanza Air Mata Ummatun Wahidah menutup jendela mata.
Ahad, 12 Juni 2022, (Selepas Isya di Masjid Nurul Huda)
Renaldi Sr Jr, Pria Kelahiaran Solok Sumbar saat ini menetap di Kota Palembang Sumsel, sesekali tetap aktif menulis karya sastra khusus nya Puisi. Profesi wartawan dimulai zaman era sebelum reformasi juga menggeluti penulisan projek Humas Dinas dan Perbankan di daerah ini, beberapa biografi tokoh Sumsel ia juga selesaikan dengan baik. Saat ini namanya masih dipakai di beberapa media online lokal sebagai redaktur dan advisor penulisan kreatif.